SPOTLIGHT

Era COVID-19 Berbayar Telah Tiba

Pemerintah tidak lagi menganggarkan biaya penanganan COVID-19 pada APBN 2023. Vaksinasi dan biaya pengobatan pasien COVID-19 tidak lagi ditanggung negara.

Foto: Rumah Sakit Darurat COVID-19 Wisma Atlet di Jakarta Pusat (Grandyos Zafna/detikcom)

Selasa, 27 Desember 2022

Lengang. Nyaris tidak ada aktivitas berarti lagi di Rumah Sakit Darurat COVID-19 Wisma Atlet pada Jumat, 22 Desember 2022. Hanya ada beberapa petugas jaga dari unsur TNI dan relawan yang masih bekerja. Itu pun sudah jauh lebih santai.

“Pasiennya tinggal empat,” kata Walisa, seorang ahli gizi di RSDC Wisma Atlet, saat ditemui reporter detikX pekan lalu.

Kondisi itu sudah berlangsung dalam sebulan terakhir. Penambahan pasien per hari bisa dihitung dengan jari. Berbeda jauh dengan kondisi 9-12 bulan lalu, saat rasa-rasanya, kata Walisa, setiap menit selalu ada pasien baru. Ribuan jumlahnya setiap hari. “Kita (tenaga kesehatan) kayak nggak ada istirahatnya,” jelas Walisa.

Wisma Atlet bakal ditutup pada 31 Desember mendatang. Keputusan ini tertuang dalam surat Badan Nasional Penanggulangan Bencana bernomor B-404.N/KA BNPB/PD.01.02/11/2022 kepada Kementerian Kesehatan. Dua tower, yakni Tower 4 dan 7, sudah tutup lebih dulu pada Maret silam. Nanti, giliran Tower 5 yang menyusul. Disisakan satu tower, yaitu Tower 6, untuk berjaga-jaga kalau terjadi lonjakan kasus COVID-19.

Para petugas medis berpakaian APD lengkap membawa pasien positif COVID-19 di sebuah rumah sakit di Jawa Tengah, April 2020
Foto: ANTARA Foto 


Sebagian gejala berat. Sebagian pasien kita yang mau operasi, pas kita screening, hasilnya positif, nah, dipindah ke ruang isolasi. Komorbid semua.”

Kepala BNPB Letnan Jenderal TNI Suharyanto bilang alat-alat kesehatan yang sudah tidak digunakan bakal dihibahkan ke Kementerian Kesehatan dan TNI-Polri. Sedangkan bangunan Wisma Atlet bakal dikembalikan kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Pertimbangan ini diambil mengingat situasi COVID-19 yang sudah terkendali dan alasan efisiensi.

“Sekarang semuanya dikendurkan. Tapi bukan berarti seperti Satgas, seperti fasilitas-fasilitas kesehatan utama, berhenti,” jelas Suharyanto saat dihubungi detikX pekan lalu.

Memang, belakangan penambahan kasus COVID-19 di Indonesia terbilang landai. Juru bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan tren pertumbuhan kasus positif COVID-19 mulai menunjukkan tren penurunan dalam empat pekan terakhir. Penambahan kasus dari sebelumnya mencapai 20-60 ribu per pekan atau 8.000 per hari menjadi hanya 10 ribu kasus per pekan atau 1.400 kasus per hari.

Secara teori, kata Wiku, boleh dikatakan hawar COVID-19 di Indonesia saat ini sudah memasuki status endemi. Sebab, penambahan kasus positif COVID-19 di Indonesia sudah terkendali cukup lama, yakni sejak Maret 2022. Namun status ini belum bisa dinyatakan secara terbuka lantaran masih menunggu keputusan dari World Health Organization (WHO) dan kondisi dari negara-negara lain.

“Kalau secara global sudah terkendali, karena sudah banyak negara endemi, maka pandeminya akan dicabut. Tapi sekarang belum, meskipun Indonesia kasusnya sudah terkendali seperti endemi,” ungkap Wiku kepada reporter detikX pekan lalu.

Terkendalinya COVID-19 ini tidak hanya dapat dilihat dari RSDC Wisma Atlet, tapi juga di rumah sakit rujukan pasien COVID-19 lainnya. Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Pulogadung, Jakarta Timur, misalnya. Dalam sebulan terakhir, hampir sudah tidak ada lagi pasien COVID-19 yang dirujuk ke rumah sakit ini. Padahal dulu rumah sakit ini selalu jadi rujukan pasien-pasien COVID-19 dengan gejala berat.

Semua pasien COVID-19 yang ada di RSUP Persahabatan saat ini merupakan pasien yang memang rutin berobat ke sana. Dokter spesialis paru RSUP Persahabatan, Erlina Burhan, menjelaskan mereka umumnya merupakan pasien yang punya penyakit penyerta lain. Jumlahnya tidak sampai 10 orang.

“Sebagian gejala berat. Sebagian pasien kita yang mau operasi, pas kita screening, hasilnya positif, nah, dipindah ke ruang isolasi. Komorbid semua,” jelas Erlina kepada reporter detikX pekan lalu.

Presiden RI Joko Widodo
Foto: Muchlis Jr/Biro Setpres 

Dengan kian terkendalinya situasi COVID-19, pemerintah pun berencana menghentikan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Presiden Joko Widodo bilang saat ini pemerintah masih menunggu hasil kajian dari Kemenkes dan Satgas COVID-19 untuk menetapkan pencabutan PPKM.

“Tergantung kajiannya. Kalau selesai, kita harapkan akhir tahun selesai. Sero survey dan kajiannya dan kajiannya,” tutur Jokowi di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan, pada Senin, 26 Desember lalu. Sero survey atau survei serologi adalah kajian untuk menentukan kondisi imun tubuh masyarakat di suatu wilayah atau negara.

Rencana Jokowi mencabut status PPKM menimbulkan beberapa pertanyaan, salah satunya terkait biaya pengobatan pasien COVID-19. Pasalnya, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/104/2020, yang menjadi dasar aturan pembiayaan tersebut, tidak menjelaskan secara terperinci sampai kapan biaya pengobatan COVID-19 bakal ditanggung negara.

Di sisi lain, UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang kebijakan keuangan negara untuk mengatasi pandemi sudah secara tegas membatasi fokus biaya penanganan COVID-19 hanya berlaku sampai akhir 2022. Dalam hal ini, pemerintah bakal kembali membatasi defisit fiskal produk domestik bruto (PDB) menjadi 3 persen pada 2023 dan seterusnya. Sebelumnya, dalam beleid ini, defisit fiskal diperbolehkan lebih dari 3 persen untuk penambahan biaya penanganan COVID-19.

Seorang pejabat Kemenkes menyebut pengobatan pasien COVID-19 pada 2023 tidak lagi ditanggung negara. Sebab, anggaran Kemenkes 2023 sudah tidak lagi memasukkan penanganan COVID-19 sebagai salah satu program prioritas. Dalam kata lain, biaya pengobatan pasien COVID-19 pada 2023 tidak lagi ditanggung Kemenkes.

“Pokoknya anggaran yang kita punya itu di luar COVID-19. Karena memang sesuai dengan UU No 2 Tahun 2022 penanganan COVID-19, kan, selesai di tahun 2022. Kecuali kalau ada sesuatu, kita bisa bikin lagi. Cuma posisi saat ini begitu,” tutur pejabat Kemenkes ini kepada reporter detikX pekan lalu.

Sumber ini menyebut anggaran Kemenkes dipangkas dari sebelumnya Rp 178,7 triliun pada 2022 menjadi hanya Rp 85,5 triliun pada 2023. Dalam anggaran terbaru ini, Kemenkes tidak lagi memasukkan rencana pembelian vaksin, insentif tenaga kesehatan, hingga klaim biaya pengobatan pasien COVID-19.

Dengan begitu, nantinya, selain pasien tidak lagi ditanggung, vaksin COVID-19 tidak lagi menjadi barang gratisan. Masyarakat perlu membayar Rp 150-200 ribu untuk sekali vaksin. Namun ketentuan ini hanya berlaku bagi mereka yang ingin melakukan vaksin keempat dan vaksin pertama saja.

Mereka yang sudah divaksin dan ingin melakukan vaksin ketiga masih bisa diberi secara gratis. Demikian juga bagi anak-anak yang pada 2023 memasuki usia 6 tahun, bakal divaksin secara gratis dengan sisa vaksin 2022.

“Misalnya sekarang dia umur 5 tahun, nih, tahun depan 6 tahun, itu masuk vaksin program. Itu tetap kita vaksin gratis. Mungkin 5 jutaan anak-anak, ya,” jelas sumber ini.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengaku belum tahu terkait rencana vaksinasi berbayar tersebut. Nadia bilang saat ini pemerintah masih mengkaji soal rencana pencabutan PPKM serta kemungkinan pembiayaan terkait vaksin dan pengobatan pasien COVID-19.

Kemungkinannya, kata Nadia, biaya pengobatan pasien COVID-19 nantinya bakal ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan). Namun ini masih tergantung apakah pemerintah nantinya akan mencabut aturan terkait pandemi atau tidak. Salah satu aturan yang dimaksud adalah Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/104/2020.

“Jadi, selama aturan berlaku, itu semua ditanggung pemerintah,” jelas Nadia kepada detikX.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti dua bulan lalu bilang BPJS memang berencana menanggung biaya perawatan pasien COVID-19 jika status endemi sudah dicabut. Namun perubahan status ini ada di tangan WHO.

“Kalau pandemi terus, ya, tidak (ditanggung BPJS). Ditanggung oleh pemerintah,” jelas Ghufron pada Rabu, 12 Oktober lalu.


Reporter: Ahmad Thovan Sugandi, Fajar Yusuf Rasdianto
Penulis: Fajar Yusuf Rasdianto
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Luthfy Syahban

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE