Mahkamah Konstitusi (MK) tak menerima gugatan yang diajukan oleh Caleg DPD Riau, Asep Ruhiat dalam PHPU Pileg 2024. MK menilai permohonan Asep soal pemalsuan tanda tangan saksi-saksi Pemohon pada Model C Hasil DPD Kabupaten Pelawan dan Pekanbaru, Riau, kabur atau tidak jelas.
Hal itu disampaikan oleh Hakim MK Guntur Hamzah dan diputus oleh Hakim Ketua MK Suhartoyo dalam ruang sidang utama MK RI, Jakarta Pusat pada Selasa (21/5/2024) saat memutus perkara nomor 07-04/PHPU.DPD-XXII/2024.
"Bahwa setelah Mahkamah memeriksa secara saksama permohonan Pemohon, telah ternyata Pemohon mempermasalahkan mengenai adanya tanda tangan palsu yang ditandatangani terhadap saksi-saksi Pemohon pada C. Hasil di Kabupaten Pelalawan dan Kota Pekanbaru. Pemohon menjelaskan bahwasanya Pemohon tidak pernah mengutus atau meminta kepada siapapun untuk menjadi Saksi di TPS Kabupaten Pelalawan dan Kota Pekanbaru," kata Guntur Hamzah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terhadap hal ini, Pemohon telah membuat laporan kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) terkait adanya dugaan C Hasil yang diduga palsu di Kabupaten Pelalawan dan Kota Pekanbaru dinilai kabur," sambungnya.
MK mencermati permohonan Asep tidak mempersoalkan hasil perolehan suara. Namun petitum permohonan, Asep justru memohon kepada Mahkamah untuk membatalkan Keputusan KPU 360/2024 Terkhusus Pembatalan Terhadap Penetapan Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia daerah Pemilihan Provinsi Riau.
"Terhadap petitum yang demikian menurut Mahkamah adalah tidak tepat sehingga tidak dapat dibenarkan karena Keputusan KPU 360/2024 adalah berkaitan dengan Penetapan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2024, bukan berkaitan dengan penetapan sebagai anggota DPD terpilih (definitif) khususnya pada Daerah Pemilihan Provinsi Riau," ungkapnya.
Sementara, untuk penetapan anggota DPD terpilih bukanlah bagian dari Keputusan KPU 360/2024 melainkan ditetapkan oleh Keputusan KPU yang berbeda. Dengan kata lain, terhadap hal demikian adalah dua hal yang berbeda dan dituangkan ke dalam dua Keputusan KPU yang berbeda pula.
"Oleh karena itu, Guntur mengatakan bahwa dengan menambahkan Pembatalan Terhadap Penetapan Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia daerah Pemilihan Provinsi Riau adalah hal yang tidak tepat.
"Menyatakan Permohonan Pemohon tidak dapat diterima," putus Suhartoyo.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Dalma sidang sebelumnya, Ketua panel 1, hakim Konstitusi Suhartoyo mempertanyakan tanda tangan Asep Ruhiat, kuasa hukum dari caleg DPD Riau, Alpasirin yang berbeda-beda di setiap dokumen. Suhartoyo meminta Asep dihadirkan dalam ruang sidang.
"Ini pemohon DPD 1 ya? Yang Kuasa hukumnya Pak Asep masih ada ya? Pak Asepnya mana?" kata Suhartoyo dalam sidang sengketa Pileg 2024 di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (29/4).
"Izin Yang Mulia di luar Yang Mulia," jawab salah seorang kuasa hukum lainnya.
"Ini kok tanda tangannya Pak Asep beda-beda ya dengan yang di surat kuasa, dengan yang dipermohonan dan yang didaftar bukti ini, bisa dijelaskan nanti? Jangan-jangan ada yang tidak legal, tidak sah, ini karena bedanya sangat..., bisa di zoom nggak ya?" kata Suhartoyo.
Asep disebut baru sembuh dari sakit sehingga tanda tangannya berbeda-beda. Suhartoyo kemudian memperlihatkan ketiga dokumen dengan tanda tangan Asep yang berbeda itu.
"Izin Yang Mulia karena waktu itu Pak Asepnya lagi sakit, jadi tanda tangannya agak gimana yang mulia baru selesai sakit Yang Mulia," timpal kuasa hukum lainnya.
"Ya tapi kok dua-dua yang sama ini menunjukkan kalau lagi nggak sehat masuk akal ya, tapi yang kemudian kok satu ini? Yang beda sekali," tanya Suhartoyo.
"Ini yang coba dicermati bersama di persidangan ini, yang Asep yang ada materainya ini di sebelah kiri materai itu dengan yang ini kan jauh sekali," lanjut Suhartoyo.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Kuasa hukum lainnya kemudian menjelaskan kondisi Asep saat itu. Asep kemudian dihadirkan ke ruang sidang.
"Izin Yang Mulia kemarin itu dia ada ciri struknya Yang Mulia jadi agak gini-gini tanda tangan Yang Mulia, kalau izin dipersilakan masuk kita usahakan masuk Yang Mulia, lagi di luar Yang Mulia," ucap kuasa hukum lainnya.
Suhartoyo meminta Asep dihadirkan. Dia juga minta Asep untuk tanda tangan langsung di ruang sidang untuk meyakinkan hakim.
"Boleh suruh masuk nanti tanda tangan di depan kami, nanti kami lihat tanda tangannya dua atau tiga tanda tangan untuk meyakinkan kami suruh masuk," kata Suhartoyo.
Beberapa saat kemudian, Asep memasuki ruang sidang. Pihak MK dan KPU menyaksikan Asep tanda tangan di atas kertas.
"Biar nanti kami yang menganalisa ini, kami juga bukan ahlinya tapi. Karena memang perbedaannya sangat signifikan yang dua tadi," imbuh Suhartoyo.
(aud/aud)