Saksi Dibatasi 19 Orang
MK juga membatasi jumlah saksi dan ahli yang dibawa para pihak yang bersidang. Tiap pihak hanya boleh menghadirkan maksimal 19 orang saksi dan ahli.
"Kita memberikan kesempatan masing-masing pihak menghadirkan paling banyak 19 orang," kata Fajar Laksono.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fajar mengatakan jumlah maksimal saksi dan ahli itu sudah ditambah dari sebelumnya hanya 15 saksi dan dua ahli. MK menyerahkan komposisi dari 19 saksi dan ahli itu ke masing-masing pihak.
"Mau komposisinya seperti apa, diserahkan kepada pihak-pihak itu," ujarnya.
"Yang penting jumlahnya 19 atau tidak lebih dari 19, mau ahlinya 9 saksinya 10 boleh. Mau ahlinya 5 saksinya 14, boleh," sambung Fajar.
Mekanisme Jika Voting Hakim MK 4 vs 4
Sebagai informasi, MK terdiri dari sembilan hakim konstitusi. Namun, Majelis Kehormatan MK (MKMK) memutuskan hakim MK Anwar Usman tak bisa mengikuti sidang sengketa Pemilu 2024 jika terdapat potensi benturan kepentingan.
Jubir MK pun menjelaskan mekanisme soal pengambilan keputusan oleh para hakim. Para hakim dapat melakukan dua kali musyawarah mufakat terkait putusan sidang.
"Jadi ada di kedepankan dua kali musyawarah mufakat," kata Fajar.
Jika musyawarah belum menghasilkan putusan apapun, maka putusan sidang dapat diambil berdasarkan suara terbanyak atau voting. Jika hasilnya imbang alias 4 lawan 4, maka putusannya ialah pilihan di mana Ketua Sidang Pleno memberi suara. Ketua sidang sengketa Pilpres 2024 adalah Ketua MK Suhartoyo.
"Suara terbanyak itu berarti delapan hakim itu memberikan suaranya. Bagaimana kalau terjadi empat banding empat? Di situ di pasal 45 ayat 8 itu dikatakan dalam hal suara hakim itu sama banyak," tuturnya.
"Maka yang menjadi putusan MK adalah suara di mana ketua sidang pleno berada, itu ketentuan undang-undang," sambungnya.
Fajar menegaskan tidak ada kemungkinkan sidang MK berakhir buntu. Dia mengatakan mekanisme persidangan hingga pengambilan keputusan telah diatur dalam UU MK.
"Jadi nggak ada cerita, putusan itu deadlock dengan 8 hakim konstitusi, pasti ada putusannya dan itu sudah diatur dalam Undang-Undang MK," ujarnya.
(haf/haf)