Calon Presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo mendorong penggunaan hak angket oleh DPR untuk mengusut dugaan kecurangan dalam Pilpres 2024. KPU kemudian menjawab Ganjar dan mengajak semua pihak kembali ke Undang-Undang.
Lalu, bagaimana tata cara penyelesaian permasalahan Pemilu yang diatur di dalam Undang-Undang Pemilu?
Dilihat detikcom, Jumat (23/2/2024), UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu telah mengatur soal pelanggaran Pemilu, sengketa proses Pemilu dan perselisihan hasil Pemilu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
UU tersebut membagi pelanggaran ke beberapa jenis serta siapa yang akan menanganinya sebagaimana dimuat dalam pasal 455, berikut isinya:
a. pelanggaran Kode Etik KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/ Kota, diteruskan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota kepada DKPP;
b. pelanggaran administratif Pemilu diproses oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu
Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, Panwaslu LN, dan Pengawas TPS sesuai dengan kewenangan masing-masing; dan
c. pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan lainnya yang bukan pelanggaran Pemilu, bukan sengketa
Pemilu, dan bukan tindak pidana Pemilu:
1. diproses oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, Panwaslu LN, dan Pengawas TPS sesuai dengan kewenangan masing-masing; dan/atau
2. diteruskan kepada instansi atau pihak yang berwenang.
UU tersebut juga membuat uraian lebih lanjut terkait lembaga yang berwenang dalam menyelesaikan berbagai jenis pelanggaran. Berikut isinya:
Pasal 457
(1) Pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 456 diselesaikan oleh DKPP.
(2) Pelanggaran kode etik PPLN, KPPSLN, dan Panwaslu LN diselesaikan oleh DKPP.
Pasal 461
(1) Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota menerima, memeriksa, mengkaji, dan memutus pelanggaran administratif Pemilu.
Pasal 463
(1) Dalam hal terjadi pelanggaran administratif Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 460 yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif, Bawaslu menerima, memeriksa, dan merekomendasikan pelanggaran administratif Pemilu dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja.
Berikutnya, UU Pemilu juga mengatur soal sengketa Pemilu. Adapun yang dimaksud sengketa Pemilu, berdasarkan pasal 466, ialah sengketa yang terjadi antar-peserta Pemilu dan sengketa peserta Pemilu dengan Penyelenggara Pemilu sebagai akibat keputusan KPU, KPU Provinsi, ataupun KPU kabupaten/kota.
Lalu, siapa yang berhak menangani sengketa Pemilu? Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Pasal 468
(1) Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota berwenang menyelesaikan sengketa proses Pemilu
Jika penyelesaian sengketa Pemilu yang berkaitan dengan verifikasi partai serta penetapan calon tetap oleh Bawaslu tidak diterima para pihak, maka dapat dilakukan upaya hukum kepada Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana diatur dalam pasal 469.
UU Pemilu juga mengatur soal perselisihan hasil Pemilu. Dalam UU tersebut, perselisihan hasil pemilu itu terdiri dari beberapa jenis, yakni:
Pasal 473
(1) Perselisihan hasil Pemilu meliputi perselisihan antara KPU dan Peserta Pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional.
(2) Perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD secara nasional meliputi perselisihan penetapan perolehan suara yang dapat memengaruhi perolehan kursi Peserta Pemilu.
(3) Perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden secara nasional meliputi perselisihan penetapan perolehan suara yang dapat memengaruhi penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Lalu, siapa yang berwenang menangani perselisihan hasil Pemilu? Berikut aturan dalam UU Pemilu:
Pasal 474
(1) Dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD secara nasional, Peserta Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU kepada Mahkamah Konstitusi.
Pasal 475
(1) Dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Pasangan Calon dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Konstitusi dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU.
UU Pemilu juga mengatur soal tindak pidana Pemilu. Penanganan dugaan tindak pidana Pemilu dilakukan oleh Polisi atas laporan yang diteruskan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota dan/atau Panwaslu Kecamatan.
(haf/imk)