Teken Kontrak Politik Jerami-UPC, Anies Kenang Masa Jadi Cagub DKI 2017

Teken Kontrak Politik Jerami-UPC, Anies Kenang Masa Jadi Cagub DKI 2017

Tiara Aliya Azzahra - detikNews
Senin, 29 Jan 2024 23:00 WIB
Anies tanda tangan kontrak politik bersama Jejaring Rakyat Miskin Indonesia
Foto: Anies tanda tangan kontrak politik bersama Jejaring Rakyat Miskin Indonesia (Tiara Aliya/detik)
Jakarta -

Capres nomor urut 1 Anies Baswedan mengungkap alasan menyetujui kontrak politik dari Jejaring Rakyat Miskin Indonesia (JERAMI) bersama Urban Poor Consortium (UPC). Anies mengaku ingin memberikan kepastian hukum terhadap masyarakat.

Hal itu disampaikan Anies usai menandatangani kontrak bersama JERAMI dan UPC di Lapangan Kampung Muka di Jakarta Utara, Senin (29/1/2024). Anies awalnya menjelaskan kontrak politik juga pernah ia tanda tangani bersama Jaringan Rakyat Miskin Kota Jakarta (JRMK) pada 2017 silam sewaktu dirinya hendak maju sebagai calon Gubernur (cagub) DKI Jakarta pada 2017 lalu.

"Waktu itu 2017 kita tanda tangani kontrak politik bersama JRMK, betul tidak? Dan kontrak politik waktu itu kita kawal bersama sampai kita bisa laksanakan bersama. Negara ini harus hadir membesarkan yang kecil, menyelamatkan yang tersingkir, membebaskan yang tertindas dan memberikan kepastian hukum mereka yang tinggal di tanah republik ini," kata Anies.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi kami ingin melakukan reformasi supaya masyarakat yang hari ini memiliki permasalahan tanah di kawasan perkotaan-perkotaan bisa diselesaikan, bisa punya permukiman yang layak, bisa tinggal dengan tenag, bisa menyiapkan masa depan dengan baik," sambungnya.

Anies kemudian mencontohkan persoalan yang terjadi di RI, salah satunya jalan rusak. Anies menyebut perbaikan jalan rusak semestinya hal yang mudah, namun kerap diabaikan.

ADVERTISEMENT

"Bapak-Ibu, sering kita ketemu kasus ini. Ada jalan aspal rusak nih, bertahun-tahun rusak. Kalau kita lihat jalan aspal, apa sih susahnya memperbaiki, betul tidak? Tapi sering ketemu kan bertahun-tahun rusak. Betul tidak? Apa yang terjadi? Yang terjadi sebenernya sederhana, namanya pembiaran. Pembiaran itu dibiarin aja, nggak diselesaikan. Padahal kalau mau diselesaikan cukup beli pasir, beli aspal, kirim petugas langsung diratakan aspalnya, beres masalahnya. Betul tidak?" tanya Anies.

Sama halnya dengan penanganan jalan rusak, Anies menilai penyediaan hunian layak bagi warga juga bukan hal yang rumit. Menurutnya, asalkan ada keputusan maka semua itu bisa terwujud. Permasalah inilah yang ingin ia bereskan apabila terpilih menjadi Presiden RI.

"Masalah perumahan bukan masalah yang rumit, tapi selama ini tidak jadi perhatian. Tidak diperhatikan. Tidak perlu kerumitan, yang penting ada keputusan abis itu langsung dilaksanakan. Kami ingin warga kita khususnya yang tinggal di perkotaan juga saya menemukan di pelosok-pelosok. Mereka bercocok tanam tapi tidak punya kepastian lahannya. Mereka tinggal transmigrasi puluhan tahun tapi tidak punya status tanahnya. Insyaallah kita sama-sama bereskan nanti," ucapnya.

Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.

Anies kemudian menyinggung soal penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) secara kolektif yang pernah dipermasalahkan saat dirinya menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Anies ingin agar persoalan tanah yang menimpa warga diselesaikan jika dirinya memiliki kewenangan tinggi.

"Saya ingat di beberapa tempat, IMB kolektif waktu itu dipermasalahkan. Insyaallah kalau sudah berada di pemerintah pusat kita bisa lakukan untuk seluruh wilayah Indonesia supaya ada rasa tenang dan status tanahnya diselesaikan," jelasnya.

Anies menyebut selama ini permasalahan tanah selalu terjadi antara warga dan BUMN. Menurutnya, ini berkaitan dengan tanah warisan yang didapat BUMN dari perusahaan Belanda.

"Saya pernah ngobrol yang mengelola BUMN, waktu itu tanya begini, ini banyak rakyat tinggal di tanah statusnya milik BUMN. Terus saya tanya, ini BUMN punya tanah di sini dulu beli dimana? Ternyata mereka bukan dapat beli, dapatnya warisan dari perusahaan Belanda yang dulu di Jakarta. Perusahaan Belandanya pergi, perusahaannya dinasionalisasi, jadi tanahnya dicatat sebagai tanah aset BUMN. Pertanyaan berikutnya, dulu perusahaan Belanda beli sama siapa? Emang orang Belanda ke sini beli? Nggak lah! Dia garis-garis sendiri, abis itu dibilang tanahnya. Namanya juga penjajah," tegasnya.

"Kita merdeka tapi tanahnya nggak bisa balik sama rakyat, buat apa merdeka? Betul tidak? Ini kan logika sederhana. Untuk kita sama-sama luruskan akal sehat mengelola republik ini," imbuhnya.

(taa/jbr)



Hide Ads