Menurut Habiburokhman konsep slepet itu menganjurkan kekerasan. Karena, kata dia, sarung yang digunakan untuk salah malah untuk melecut atau memukul orang.
"Justru konsepnya seperti menganjurkan kekerasan, karena sarung yang merupakan alat untuk salat digunakan untuk memukul orang. Sudah banyak kejadian terjadi tawuran atau perang sarung yang menimbulkan korban. Baiknya sarung ya hanya kita gunakan untuk ibadah, bukan untuk melakukan kekerasan," ucap dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi sebagai pemimpin kita harus hati-hati dalam menggunakan diksi, kalau konsep yang tidak matang publik akan salah memahami," imbuhnya.
Lebih lanjut, Habiburokhman menyebut program revolusi mental memang belum 100% berhasil. Namun, dia menyarankan agar Cak Imin berbicara menggunakan data.
"Ya kita harus bicara dengan data, memang revolusi mental belum 100% berhasil, tapi yang jelas kalau kami dalam posisi yang optimis," pungkasnya.
Timnas AMIN Menepis
Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid, lantas membantah Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman, yang menyebut pernyataan cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, soal slepet seperti olok-olokan. Jazilul menegaskan slepet istilah pesantren dan bahasa rakyat kecil.
"Itu istilah khas pesantren bukan olok-olok. Justru istilah revolusi mental terkesan gagah tapi praktiknya keropos," kata Jazilul saat dihubungi, Selasa (26/12).
Jazilul lantas bicara lebih lanjut soal keroposnya revolusi mental. Dia menyinggung merosotnya indeks demokrasi hingga muncul lagi mental korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
"Keroposnya revolusi mental dapat ditandai dengan merosotnya indeks demokrasi dan munculnya kembali mental KKN. Dan, faktanya pada periode kedua kabinet kerja revolusi mental ini sudah tidak bunyi bahkan sudah ditinggalkan," ucapnya.
Lebih lanjut, Wakil Ketua MPR RI ini menyebut istilah slepet juga untuk menghormati bahasa rakyat kecil.
"Hemat saya, cak Imin mengenalkan slepet sebagai bagian dari bahasa rakyat. Slepet bukan olok olok tapi menghormati bahasa rakyat kecil," ujar dia.
(maa/maa)