Mencuat data pemilih di KPU bocor dan viral di media sosial. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Bareskrim Polri hingga KPU menyelidiki dugaan itu.
Kebocoran data ini awalnya diposting oleh salah satu akun di media sosial X yang membeberkan threat actor bernama Jimbo menjual data-data dari KPU. Data-data tersebut dijual dengan 2 BTC (bitcoin). Untuk harga 1 BTC setara dengan Rp 571.559.477.
Data itu memuat terkait informasi dari 252 juta orang yang meliputi NIK, NKK, nomor KTP, TPS, e-KTP, jenis kelamin, dan tanggal lahir. Data-data itu juga termasuk dari konsulat jenderal Republik Indonesia, kedutaan besar Republik Indonesia, dan konsulat Republik Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengetahui adanya informasi itu, berbagai institusi akhirnya turun tangan. Hingga kini belum dapat dipastikan kebenaran dari kebocoran data tersebut.
Bareskrim Selidiki
Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri menemukan dugaan kebocoran data pemilih di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Bareskrim tengah menyelidiki dugaan kebocoran data tersebut.
Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Adi Vivid Agustiadi Bachtiar menuturkan dugaan kebocoran data itu diketahui pihaknya dari hasil patroli siber.
"Dugaan kebocoran data KPU kami temukan dari hasil patroli siber yang dilakukan oleh anggota kami," ujar Adi Vivid saat dimintai konfirmasi, Rabu (29/11).
Dia mengatakan saat ini Tim Computer Security Incident Response Team (CSIRT) tengah menyelidiki soal dugaan kebocoran itu. Selain itu, pihaknya tengah berkoordinasi dengan KPU.
"Saat ini Tim CSIRT sedang kordinasi Langsung dengan KPU untuk berkoordinasi sekaligus melakukan penyelidikan," kata Vivid.
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya..
KPU Selidiki
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari, memastikan pihaknya akan bertanggung jawab terkait dugaan kebocoran data pemilih pada Pemilu 2024. Ia memastikan tengah menyelidiki kebocoran data tersebut.
"Sedang kita selidiki itu data dari KPU atau bukan, kemudian apakah sistemnya kena hack atau tidak. Tentu kami akan tanggung jawab soal itu," ucapnya ditemui di Grand Mercure Kemayoran, Jakarta, Rabu (29/11).
Hasyim pun menegaskan bahwa KPU akan bertanggung jawab atas kebocoran data yang ada jika memang data yang bocor itu berasal dari data yang dikelola oleh KPU sendiri.
"Pasti KPU tanggung jawab. Karena data itu kan dikelola KPU," ujarnya.
Kemkominfo Turun Tangan
Menkominfo Budi Arie Setiadi mengatakan pihaknya ikut menelusuri dugaan kebocoran data pemilih di KPU. Budi menyebut pihaknya menyelidiki hal itu bersama sejumlah instansi.
"Kita terus ini, terus melakukan penelusuran. Gini, jadi saya sudah menugaskan Dirjen Aptika (Aplikasi Informatika) untuk melakukan penelitian apa penyebabnya dan bagaimana mengantisipasinya," ujar Budi di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (29/11).
Dia menyebut permasalahan tersebut coba diselesaikan oleh pihak KPU hingga BSSN. Kemenkominfo turut berkoordinasi dengan KPU.
"Itu kita koordinasi dulu dengan BSSN, dengan KPU, untuk terus mengantisipasi soal keamanan IT KPU," terang Budi Arie.
Budi berharap masalah dugaan kebocoran ini bisa segera diselesaikan. "Secepatnya, secepatnya. Ini kan baru tadi pagi. Ya secepatnya kita selesaikan," ujarnya.
Budi Arie Sebut Motif Ekonomi
Budi Arie Setiadi memberikan penjelasan soal terjadinya dugaan kebocoran 204 juta data pemilih pada Pemilu 2024. Budi menyebut aksi pelaku pencurian data itu bermotif ekonomi.
Hal ini disampaikan Budi dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR di gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Rabu (29/11/2023). Agenda rapat itu membahas peran Kemenkominfo dalam melakukan diseminasi informasi dan dukungan infrastruktur teknologi, informasi, dan komunikasi untuk Pemilu 2024.
Budi mulanya merujuk Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang mengatur pengelolaan dan perlindungan data menjadi tanggung jawab lembaga terkait.
"Gini, Pak. Memang kalau menurut Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, sudah jelas lembaganya harus bertanggung jawab," ujarnya.
Budi mendorong pelaku pencurian data diproses secara hukum. Dia menyebut pihaknya sudah berkoordinasi dengan beberapa lembaga terkait kasus ini, yakni Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan aparat hukum.
"Nah, pelaku pencurian atau pemanfaatan data secara tidak sah ini ya harus diproses secara hukum. Ini lagi memang aparat hukum dan BSSN, KPU, kami sedang berkoordinasi pelakunya apa, motifnya apa," ujarnya.
Dari hasil koordinasi itu, Budi membeberkan motif pelaku itu diduga ekonomi. Dia menyinggung penjualan data yang mahal harganya.
"Ini motifnya sih ekonomi, dalam pengertian jualan data. Kan data harganya mahal sekarang ya kan," kata
(azh/whn)