5 Poin Isi Pertemuan Ganjar dan JK, Singgung soal Pilihan Politik

5 Poin Isi Pertemuan Ganjar dan JK, Singgung soal Pilihan Politik

Matius Alfons Hutajulu - detikNews
Senin, 20 Nov 2023 10:53 WIB
Ganjar tiba di kediaman JK
Foto: Ganjar temui JK (Annisa Aulia Rahim/detikcom)
Jakarta -

Capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo, bertemu dengan wakil presiden ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK). Keduanya berbicara banyak hal mulai dari urusan negara, Pemilu 2024, hingga penegakan hukum.

Pertemuan keduanya berlangsung di kediaman JK, Jakarta Selatan, Minggu (19/11), kemarin. Keduanya bertemu sejak pukul 16.00 WIB.

Ganjar pun diterima langsung oleh JK di rumahnya. Keduanya sempat saling bersalaman lalu masuk ke dalam untuk bertemu secara tertutup.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Usai bertemu, JK dan Ganjar menjelaskan isi pertemuan tersebut. Ada beberapa hal yang dibicarakan.

1. Isu Ketidakadilan

Salah satu hal yang dibahas Ganjar dan JK yakni perihal negara hingga perpolitikan Tanah Air. Dalam kesempatan itu, JK sempat mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar berlaku adil terkait Pemilu 2024.

ADVERTISEMENT

"Hari ini kita bersilaturahim dan berdiskusi tentang negara, kita tidak bicara tentang politik, ya tentu politik, kita lebih lebih bicara tentang negara, bagiamana negara ini ke depan lebih baik, negara lebih baik itu haruslah dengan kerja sama semua pihak yang baik, dan karena itu lah kita harapkan dalam pemilu yang akan datang ini diselenggarakan sebagaimana dengan baik dan aman," kata JK.

JK juga menyinggung terkait keinginan Jokowi soal Indonesia Emas di 2045. Dia memperingatkan itu tidak akan terlaksana jika Pemilu 2024 tidak diselenggarakan secara adil.

"Keinginan kita negara harus baik ke depan, juga keinginan Pak Jokowi, bagaimana 2045 baik? Tidak mungkin 2045 baik kalau hari ini tidak baik, kita setuju itu Pak Jokowi bahwa kita menuju 2045. Apabila diberikan contoh tidak baik pada tahun 2024, maka menjadi bagian ketidakadilan pada tahun-tahun berikutnya, itu yang jadi kita setuju bersama untuk jaga bangsa dan negara ini. Kita bisa berbeda, beda pilihan politik, tapi kita tidak berbeda dalam pilihan negara," tegasnya.

"Kita ingin menjaga bangsa negara ini aman ke depan mencapai tahun 2045 seperti diinginkan Pak Jokowi, tapi syaratnya berlakulah adil, berlakulah netral, begitu tidak, maka bangsa ini akan mengalami masalah," sambung dia.

Simak poin lainnya di halaman berikutnya.

2. Netralitas

Tak hanya soal ketidakadilan, JK juga menyinggung terkait netralitas aparat. Dia menegaskan aparat negara dan aparat penegak hukum sudah disumpah untuk bertindak netral dan adil dalam perhelatan Pemilu 2024.

"Apakah itu di pemerintahan, di kepolisian, di TNI, dan seluruh aparat negara itu betul-betul melaksanakan pemilu ini secara aman, secara baik, dan secara dengan bentuk netral," ucapnya.

"Kenapa kita kemukakan netralitas? Karena sumpah, diiingat ya, sumpah semua pejabat, sumpah semua aparat, selalu berbunyi akan taat kepada Undang-Undang dan akan melaksanakan segala tugasnya dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, itu semua diucapkan semua pejabat, jadi apabila ada pejabat dalam tingkat apapun, ini tidak berlaku adil maka dia melanggar sumpahnya. Dan sumpahnya selalu ada Alquran atau Injil di atasnya. Jadi berat sekali hukumannya, bukan hanya hukuman dunia, tapi akhirat, bagi siapa saja yang melaksanakan pemilu ini tidak dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, siapapun," lanjut dia.

3. Pilihan Politik

Kemudian, Ganjar mengaku sempat bicara terkait pilihan politik dengan JK. Dia menyinggung sikap politik JK yang menurutnya berbeda dengan pihaknya di Pilpres 2024 mendatang.

"Saya mengapresiasi beliau. Tadi beliau sampaikan pilihan boleh beda," kata Ganjar

Ganjar tak masalah apabila nantinya JK berbeda pilihan politik dengan pihaknya. Namun dia mengajak semua pihak agar menjaga persatuan di tahun politik.

"Ini rasa-rasanya Pak JK pilihannya akan beda dengan saya, tapi kalau nanti dukung saya juga boleh, Pak. Boleh. Kalau kita beda dan selama ini perbedaan itu lima tahunan, kita selalu mempersatukan," katanya.

Simak soal posisi politik JK di halaman berikutnya.

4. Posisi JK

Pernyataan Ganjar pun disambut oleh JK. Dalam kesempatan yang sama, JK juga memastikan dirinya akan netral lantaran menjabat sebagai Ketua PMI.

"Saya ini ketua PMI, PMI itu harus netral jadi tidak bisa menjadi TPN. Hehehe," ucap JK sambil tertawa kecil.

JK menjelaskan, sebagai Ketua Palang Merah Indonesia (PMI), ia harus bersikap netral. Menurutnya, setiap orang memiliki hak untuk bersikap kritis meski hal tersebut ada batasannya.

"Bahwa masing-masing Anda semua punya pilihan kritis, ya silakan, tapi ada hal-hal tertentu yang membatasinya," pungkasnya.

Di lokasi yang sama, Ganjar Pranowo turut menanggapi omongan JK. Ia mengatakan bahwa pada kunjungannya ke kediaman JK hari ini, ia tidak mengajak menjadi bagian dari TPN Ganjar-Mahfud.

"Kita enggak ngajak kok, kita silaturahmi aja, kalau pak Arsjad, pak Harry itu kan memang tim saya, jadi menemani saya. Kalo mas Arsjad kan teman pak JK, pengusaha, pak Harry apalagi. Kenal lama," kata Ganjar kepada wartawan.

5. Skor Penegakan Hukum

Lebih lanjut, JK ternyata juga buka suara terkait nilai penegakan hukum yang sebelumnya sempat disampaikan oleh Ganjar di acara berbeda. JK menyebut penilaian Ganjar relevan dengan kondisi yang terjadi belakangan ini.

"Soal hukum ini ya seperti dikatakan kalau di Makassar, saya baca Pak Ganjar mengatakan 5 gitu kan, saya kira anda juga mungkin sependapat. Terutama karena soal-soal terakhir ini kan. Ini yang menentukan bangsa ke depan. Sangat penting sekali," kata JK.

JK juga menyinggung keinginan Jokowi terkait visi Indonesia emas di 2045. JK mengatakan hal itu bisa dicapai dengan sikap adil dan netral.

"Sekali lagi kita ingin menjaga bangsa dan negara ini aman ke depan mencapai tahun 2045 seperti yang diinginkan Pak Jokowi, tapi syaratnya ialah berlakulah adil, berlaku lah netral, begitu tidak, maka bangsa ini akan mulai masalah," ujar JK.

Sementara itu, Ganjar mengungkap alasan dirinya memberi nilai lima dari 10 terkait penegakan hukum era Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ganjar menyebut nilai itu berasal dari suara masyarakat.

"Kalau soal penilaian, karena banyak suara dari masyarakat yang masuk kepada kami, dan semua bicara soal kepastian hukum, soal penegakan hukum, soal bagaimana hukum, soal bagaimana hukum harus benar-benar lurus," kata Ganjar.

"Tentu dengan kejadian terakhir, angka itu menjadi tidak seperti sebelumnya, saya lihat turun lah skornya," sambung Ganjar.

(maa/gbr)



Hide Ads