Bos PPI Sebut Ada Cacat Bawaan pada Dinasti Politik, Apa Maksudnya?

Bos PPI Sebut Ada Cacat Bawaan pada Dinasti Politik, Apa Maksudnya?

Matius Hutajulu - detikNews
Selasa, 24 Okt 2023 07:29 WIB
Jakarta - Direktur Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menjelaskan soal dinasti politik yang belakangan jadi perbincangan, usai putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, dideklarasikan jadi cawapres Prabowo Subianto. Dia menyebut ada cacat bawaan pada dinasti politik. Apa itu?

Adi Prayitno awalnya mengungkap alasan publik terkesan tidak terima dengan realita Gibran maju sebagai cawapres di 2024. Dia menyebut alasannya karena Gibran merupakan anak seorang presiden yang masih berkuasa.

"Saya tak pernah bisa membayangkan Jokowi akan berkongsi dengan Prabowo Subianto untuk mendukung Gibran di 2024. Saya harus katakan 2024 ini pemilu Jokowi juga. Ini bukan soal Prabowo dan Gibran, Gibran ini adalah replika politiknya Jokowi," kata Adi Prayitno saat acara Adu Perspektif detikcom x Total Politik di YouTube detikcom, Senin (23/10/2023).

"Orang ramai karena anaknya Jokowi. Kalau yang dimaksud dengan Gibran itu tetangganya Bang Saleh Daulay (Ketua DPP PAN), orang nggak ribut. Atau Adi Prayitno, orang nggak ribut," imbuh Adi.

Kemudian, Adi Prayitno melanjutkan penjelasannya soal Gibran yang merupakan putra Jokowi. Dia bahkan sampai mengungkit bahwa diskusi dan pengajaran di universitas soal etika politik dan dinasti politik harusnya dihentikan.

"Kayaknya kita harus berhenti diskusi dan kuliah mengajar soal etika politik dan politik dinasti ya, karena politik kita nggak pakai teori ternyata dan melampaui itu semua. Jadi buku-buku kita, dan teman-teman yang pernah kuliah tentang etika politik dan dinasti politik. Saya rasanya memang sudah harus mulai ditinggalkan, karena nggak ada gunannya pak," ucapnya.

"Karena secara faktual dalam banyak hal, apa yang kita baca tidak sesuai dengan realitas politik kita yang hari ini kita baca," tambah Adi.

Adi lantas menjelaskan soal cacat bawaan dari dinasti politik. Dia menyebut dinasti politik memang fenomena yang terjadi di negara-negara lain juga.

"Dalam politik dinasti itu ada yang disebut dengan cacat bawaan ya, bahwa dinasti itu suatu fenomena dalam politik dalam demokrasi nggak ada yang dibantah, di Eropa, di Amerika, dan bahkan di Asia cukup banyak, bahkan di Asia Tenggara, politik dinasti itu tumbuh subur bersamaan proses demokratisasi berkembang cukup luar biasa," jelasnya.

Adi tidak membantah soal semua orang mempunya hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilu. Namun, dia menyebut ada cacat bawaan dari praktek politik dinasti.

"Satu hal katanya dalam politik dinasti yang disebut dengan punya cacat bawaan, politik dinasti sering membuat keluarga-keluarga dinasti, terutama ketika ada inner circlenya keluarganya yang berkuasa ada kemungkinan-kemungkinan bahwa seseorang yang semula, bagian dari keluarga dinasti, itu bukan siapa-siapa dia potensi untuk langsung jumping ke pusat kekuasaan, tanpa proses politk dari awal," tegasnya.

Dia lalu mengungkit publik yang tidak marah dengan Puan Maharani, putri Megawati Soekarnoputri. Menurutnya, publik masih bisa menerima Puan lantaran Puan meniti karir politiknya dari bawah dan sejak lama.

"Kenapa orang tidak ribut tentang misalnya Puan Maharani sebagai dinasti politiknya Ibu Megawati? Karena Puan terindikasi berpolitik sejak awal dengan Bu Mega, memulai dari kecil, memulai dari awal, bagaimana PDIP dibangun, jadi susah bangun berpolitiknya sudah lama," jelas dia.

"Ibas itu jadi politisi cukup lama, Ibas nggak diributkan sebagai dinasti politiknya SBY tidak terlampau ribut karena Ibas berpolitiknya sudah agak lama, tidak langsung misal jantung kekuasaan direbut geubrnur bupati dan apapun lah judulnya, tapi ketika AHY maju sebagai pilgub itu kan diributkan karena AHY tidak punya portofolio politik sebagai pengurus partai, itu diributin. Termasuk kita kita, ini tidak punya background politik tiba-tiba nyalon di Jakarta, sekalipun kalah kan langsung jadi ketum partai," sambung dia.

Karena itu lah, Adi menyebut itu tidak elok secara praktek demokrasi. Dia menilai ada kecepatan-kecepatan yang berbeda ketika dilakukan dengan dinasti politik.

"Menurut kita itu nggak elok secara demokratik, apa lagi yang sekarang yang terbaru, itu harus diakui memang serba mudah dan serba cepat, apakah ini disebut bonus dari bagian politik dinasti? Tetapi ada kecepatan-kecepatan itu yang jadi keramaian-keramaian itu," tuturnya. (maa/aud)




Hide Ads