Sudah tiga gugatan batas usai capres-cawapres di Mahkamah Konstitusi (MK) dicabut oleh para penggugat. Namun dua di antaranya batal dicabut. Ada apa di balik peliknya urusan pencabutan gugatan ini?
Berdasarkan catatan detikcom, Selasa (3/10/2023), yang pertama adalah Hite Badenggan Lumbantoruan yang mencabut gugatannya. Hite sebelumnya menggugat syarat capres-cawapres dari 40 tahun menjadi 25 tahun. MK memerintahkan Hite tidak boleh lagi mengajukan gugatan di kasus itu.
"Menyatakan permohonan dalam perkara nomor 100/PUU-XXI/2023 ditarik kembali. Menyatakan para pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan a quo," kata Anwar Usman usai membuka sidang sebagaimana disiarkan di channel YouTube MK, Senin (2/10).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagaimana diketahui, Hite mengajukan uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal 169 huruf q UU Pemilu menyatakan:
Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun.
Hite meminta syarat usia itu diturunkan menjadi usia minimal capres/cawapres menjadi 25 tahun.
"Menyatakan bahwa frasa 'berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun' dalam Pasal 169 huruf (q) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun'," pinta Hite.
Selanjutnya, dua mahasiswa Fakultas Hukum UNS, Solo, Arkaan Wahyu dan Almas Tsaqibbirru, sempat mencabut gugatan soal syarat usia capres-cawapres. Gugatan itu diajukan dalam dua berkas dan diadili dalam sidang panel yang berbeda, lalu dicabut lewat kuasa hukum. Namun ternyata gugatan itu akhirnya batal dicabut.
Almas sempat dimintai keterangan mengapa mencabut gugatan tersebut. "Ide awal pencabutan itu dari Almas atau dari advokat?" tanya hakim MK Daniel.
Almas menyatakan awalnya tidak tahu pencabutan itu. Ide itu dinyatakan berasal dari kuasa hukumnya.
"Itu soal administrasi," kata kuasa hukum Almas, Arif Sahudi.
*Judul dan isi berita ini dimutakhirkan pukul 15.45 WIB. Ada kesalahpahaman redaksi soal pencabutan gugatan usia capres cawapres di Mahkamah Konstitusi. Yang benar, dua mahasiswa UNS Solo batal mencabut gugatan batas usia capres cawapres. Redaksi memohon maaf atas kesalahan sebelumnya.
Kedua mahasiswa itu pada kesempatan sebelumnya menyatakan ingin adanya perbaikan terkait aturan usia minimal seseorang bisa mendaftar sebagai calon presiden.
"Jadi yang kita ingin dilakukan judicial review adalah Pasal 169 huruf Q terkait umur minimal pencalonan presiden. Di mana ingin umur minimal seseorang bisa menjadi presiden adalah 21 tahun atau pernah menjabat sebagai kepala daerah," kata Arif saat konferensi pers di salah satu rumah makan di Solo, Kamis (3/8).
Arif menerangkan, batas usia 21 tahun itu didasari pada KUHPerdata umur kedewasaan seseorang adalah 21 tahun. Kemudian Pasal 27 UUD Tahun 1945 tentang kesamaan kedudukan di mata hukum.
"Kenapa untuk caleg saja bisa, untuk presiden tidak bisa. Padahal fungsinya setara. Presiden menjalankan roda pemerintahan, sedangkan Dewan sebagai pengawasnya. Sehingga dari situ kita lihat posisinya sama di mata negara," ucap Arif.
Diungkapkan Arif, kedua kliennya mengajukan uji materi tersebut berkaca dari pernyataan Nusron Wahid. Politikus asal Partai Golkar ini ingin menyandingkan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming sebagai bakal cawapres Prabowo Subianto
Sebagai warga Solo, pihaknya tak ingin Gibran tidak hanya maju cawapres, namun dinilainya lebih pantas sebagai capres. Hal itu berdasarkan prestasi yang diperoleh Gibran selama memimpin Kota Solo.
"Tentu kita sebagai warga Solo tidak terima. Gibran lebih pantas menjadi presiden. Bila jadi wakil, ibaratnya hanya jadi ban serep," pungkas Arif.
(rfs/gbr)