Anggota Komisi III DPR RI Johan Budi menilai Mahkamah Konstitusi (MK) terkesan lambat dalam memutuskan judicial review (JR) yang menimbulkan pro dan kontra di publik. Termasuk, judicial review terkait gugatan batas usia capres dan cawapres.
Hal itu disampaikan Johan Budi dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama MK, KY dan MARRI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (31/8/2023). Johan Budi lantas menanyakan alasan MK tak kunjung memutuskan perkara-perkara tersebut.
"Apakah anggarannya kurang, sehingga ada putusan-putusan judicial review yang berakibat cukup pro dan kontra di publik itu nggak diputus-putus Pak oleh MK?" kata Johan Budi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, kata dia, para hakim MK sebelum dipilih, memiliki independensi dan integritas yang dapat dipercaya. Namun, dia menyayangkan usai dipilih menjadi hakim MK, mereka terkesan lama membuat keputusan.
"Padahal kita tahu hakim-hakim yang ada di MK sebelum menjadi hakim MK independensinya, integritasnya ketegasannya, cukup bisa dipercaya," ungkap dia.
"Tapi kenapa ketika menjadi hakim MK putusan yang kemudian membuat pro dan kontra nggak segera diputuskan oleh MK," sambungnya.
Johan Budi lantas kembali menanyakan kondisi anggaran. Dia pun mengatakan jika anggaran yang menjadi alasan MK lambat memutuskan, maka akan ditambah.
"Pak Sekjen MK apakah anggarannya kurang Pak? Kalau kurang ditambah saja Pak segera, agar putusan-putusan judicial review yang dinanti oleh banyak orang yang kemudian bisa menimbulkan pro dan kontra segera diputuskan oleh hakim MK sehingga publik nggak saling curiga, ini lama-lama MK ini bisa ikut melambangkan perasaan publik," ungkapnya.
Dia menekankan banyak perkara yang harus segera diputus oleh MK. Menurutnya, dengan MK segera memutuskan perkara-perkara itu, maka publik pun tidak akan saling mencurigai.
"Saya kira kita nggak perlu ngomong apa judicial reviewnya semua sudah tahu, seperti umur capres, katanya diputus hari apa mundur lagi, mundur lagi, banyak lah ada beberapa hal, kenapa itu nggak segera diputus?" paparnya.
"Tentu kita akan mendukung sepenuhnya penambahan anggaran di MK agar cepat di MK memutuskan ya, saya kira semua perkara lah, sehingga tujuan dibentuknya MK bisa menjadi harapan publik pada ummumnya," imbuh dia.
Diketahui, sejumlah pihak menggugat Pasal 169 huruf q UU Pemilu. Pasal itu mengatur tentang batas usia capres cawapres.
Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa.
Erman Safar dan Pandu Kesuma Dewangsa meminta agar frasa 'berusia paling rendah 40 tahun' dalam pasal tersebut diganti menjadi 'berusia paling rendah 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara'.
Kemudian, perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Ketua Umum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana dan Sekretaris Jenderal DPP Partai Garuda Yohanna Murtika.
Pada petitumnya, Ahmad Ridha Sabana dan Yohanna Murtika meminta agar frasa 'berusia paling rendah 40 tahun' dalam pasal tersebut diganti menjadi 'berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah'.
Selanjutnya, perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023, yang diajukan PSI juga menggugat pasal yang sama. Dalam petitumnya, PSI meminta agar batas usia capres-cawapres diubah menjadi 35 tahun.
(amw/gbr)