Anggota DPR Fraksi Gerindra Himmatul Aliyah menegaskan kehadiran perempuan dalam dunia politik harus ditunjang dengan aturan yang jelas. Dia mengatakan, Indonesia masih dalam kategori tingkat partisipasi yang rendah dalam hal keterwakilan perempuan di dunia politik.
Himmatul menyampaikan hal ini ketika hadir menjadi pembicara diskusi dengan tema 'Keterwakilan Perempuan dalam Politik di Kawasan' yang digelar di gedung DPR, Kamis (3/8). Himma mengungkit latar belakang para politikus perempuan saat ini.
"Di Indonesia sendiri (keterwakilan perempuan) masih skornya di dunia masih agak rendah dalam kesetaraan gender. Sedangkan di ASEAN untuk skor itu kita sebut dengan GII memang masih kurang. Oleh karena itu perlu lagi peningkatan pengaturan perempuan untuk masuk ke dalam dunia politik, karena memang perempuan yang masuk dunia politik, itu biasanya dari kalangan aktivis, kalangan orang yang istri-istri pejabat ataupun mereka yang mempunyai modal yang cukup kuat," kata Himma, sapaan Himmatul Aliyah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Himmatul melanjutkan, ada banyak perempuan-perempuan yang memiliki kualitas untuk masuk ke dunia politik. Namun, dia menyebut hal ini tidak dibarengi dengan sistem atau aturan yang menyebabkan biaya politik terlalu tinggi.
"Jadi perempuan-perempuan yang mungkin banyak berkualitas di dunia sana yang mau masuk dunia politik jadi ngeri duluan karena memang dengan sistem yang sekarang memerlukan biaya yang cukup tinggi untuk masuk ke dunia politik," ujar Himma.
"Oleh karena itu bagaimana sistem yang dilakukan, munfkin juga sistem-sistem ini yang nanti dengan Perludem atau komisi perempuan atau legislasi sendiri, itu membuat aturan yang memudahkan perempuan yang khususnya berkualitas untuk bisa masuk ke dalam dunia politik," imbuhnya.
Himma menilai sangat disayangkan apabila SDM perempuan yang mempunyai gagasan baik tetapi tidak dilibatkan dalam membangun bangsa. Mestinya negara bisa memberikan akses yang secara khusus kepada perempuan-perempuan yang ingin berjuang di jalur politik.
"Inilah makanya kita perlu menjaring terutama juga dari partai. Partai politik juga harus memberikan kesempatan kepada perempuan untuk bisa menempati posisi-posisi kursi dalam pemilihan yang mungkin, kalau sistem terbuka mungkin ya kita bisa bersaing, tapi misalnya kalau sistem tertutup kan juga mungkin harus menempatkan perempuan dalam posisi yang atas, tentunya perempuan-perempuan yang sudah terseleksi," ujar Himma.
Menurut Himma, upaya pemerintah Indonesia untuk mengadopsi keterwakilan perempuan di parlemen dan di partai sebesar 30 persen sudah baik. Namun pada faktanya masih jauh dari harapan.
"Ternyata meskipun kita sudah 30 persen keterpilihan kita belum mencapai maksimum itu masih sekitar 21 persen implementasinya. Karena Indonesia termasuk negara yang berada di 110 posisinya di antara 193 negara yang masih 21 persen keterwakilan perempuan dalam politik," kata Himma.
Simak juga 'Bincang-bincang Ganjar Pranowo soal Edukasi dan Kesetaraan Perempuan':