Komnas Perempuan Ajukan Amicus Curiae Dukung JR PKPU Keterwakilan Perempuan

Komnas Perempuan Ajukan Amicus Curiae Dukung JR PKPU Keterwakilan Perempuan

Yulida Medistiara - detikNews
Senin, 03 Jul 2023 18:52 WIB
Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi (kanan) dan  Maria Ulfah Anshor  (kiri).
Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi (kanan) dan Maria Ulfah Anshor (kiri). | (Foto: dok. tangkapan layar YouTube Komnas Perempuan)
Jakarta -

Komnas Perempuan akan mengajukan amicus curiae untuk mendukung judicial review PKPU Nomor 10 tahun 2023, khususnya Pasal 8 ayat 2 terkait perhitungan pembulatan jumlah keterwakilan perempuan. Komnas Perempuan menilai PKPU tersebut dianggap mendiskriminasi keterwakilan perempuan di parlemen.

"Terkait amicus curiae yang diajukan Komnas Perempuan ke Mahkamah Agung. Bagi Komnas Perempuan sebetulnya amicus curiae ini adalah salah satu mekanisme untuk penyikapan khususnya terkait kasus-kasus yang bersifat publik," kata Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, yang disiarkan dalam YouTube Komnas Perempuan, Senin (3/7/2023).

"Uji materil ini didasarkan pada kepentingan Komnas Perempuan, kepentingan umum khususnya warga negara perempuan, dan untuk memperbaiki mekanisme hukum acara uji materil agar melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap kasus atau perkara yang sedang diperiksa oleh Mahkamah Agung," katanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diketahui, amicus curiae merupakan sahabat pengadilan. Amicus curiae ini biasanya diajukan untuk kasus-kasus yang terkait isu-isu kepentingan umum seperti masalah sosial atau kebebasan sipil yang sedang diperdebatkan atau yang berdampak pada kebebasan hak asasi perempuan. Diketahui, amicus curiae ini tidak berhubungan penggugat atau tergugat, namun memiliki kepentingan dalam suatu kasus.

Selain itu, ia menambahkan pemberian amicus curiae juga didasarkan pada hasil kajian dan pemantauan Komnas Perempuan yang menunjukkan bahwa 30% keterwakilan perempuan belum terpenuhi. Masih terdapat penolakan dan hambatan-hambatan sosial, budaya dan politik baik di tingkatan partai politik, negara maupun masyarakat terhadap kepemimpinan perempuan, seperti intimidasi, pencurian suara, penyerangan seksual, pemecatan terhadap caleg perempuan terpilih, dan penolakan karena jenis kelamin perempuan. Hal ini menunjukkan perempuan Indonesia masih memiliki hambatan keterpilihan yang berbeda dibandingkan laki-laki.

ADVERTISEMENT

Komnas Perempuan menilai PKPU nomor 10 tahun 2023, Pasal 8 yang digugat adalah diskriminasi. Sebab dalam Pasal 8 tersebut mengatur dalam hal penghitungan 30% jumlah bakal calon perempuan di setiap Dapil menghasilkan angka pecahan. Maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai kurang dari 50, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah. 50 atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas.

"Kami menilai bahwa peraturan KPU No 10 tahun 2023 ini mememenuhi unsur diskriminatif karena kemudian mengakibatkan atau berdampak perempuan itu lebih sulit atau terhalangi haknya untuk pemenuhan hak dipilih sehingga kemudian ini mengakibatkan perempuan terhalangi, terhambat atau tidak dapat menikmati hak-hak dasar lain nya khususnya hak untuk dipilih," katanya.

Sementara itu Komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor memaparkan simulasi keterwakilan perempuan yang diatur dalam PKPU tersebut, yaitu dalam hal partai politik mengajukan bakal calon sebanyak 4, 7 atau 8, atau 11 daerah pemilihan maka pembulatan ke bawah ini mengakibatkan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% tidak terpenuhi begitu pula dengan keterwakilan perempuan di DPR RI yang hanya mencapai 25%.

"Jadi PKPU ini bukan menguatkan afirmasi 30% tapi justru mereduksinya, yang seharusnya perempuan mendapatkan perolehan suara 30% justru makin mengecil. Karenanya hal ini harus menjadi perhatian terutama bagi partai politik dan caleg perempuan," katanya.

"Jadi kalau pembulatannya ke bawah itu suara yang tadinya mendapatkan misalnya 1,40% misalnya, itu dapatnya kemudian cuma hanya 1 kursi, gitu, padahal kalau pembulatannya ke atas itu bisa lebih lebih setidaknya 2, nah ini yang kemudian berkurang. Ini yang saya kira penting untuk memastikan bahwa suara perempuan itu tidak hilang begitu saja dengan adanya kebijakan PKPU ini," ujar Maria.

Sebelumnya, Koalisi masyarakat peduli keterwakilan perempuan resmi mengajukan judicial review (JR) Peraturan KPU (PKPU) nomor 10 tahun 2023 ke Mahkamah Agung (MA). Pasal keterwakilan perempuan PKPU tersebut digugat ke MA.

"Koalisi peduli keterwakilan perempuan resmi mengajukan judicial review peraturan KPU nomor 10 tahun 2023 yang utamanya terkait dengan kekeliruan KPU dalam menyusun norma peraturan KPU. Terkait dengan minimal 30 persen perempuan harus disertakan di setiap daerah pemilihan dari pencalonan anggota legislatif," kata Peneliti Perludem Fadhil Ramadhanil kepada wartawan, di MA, Jakarta Pusat, Senin (5/6/2023).

Diketahui, PKPU nomor 10 tahun 2023 pasal 8 yang digugat yaitu dalam hal penghitungan 30% jumlah bakal calon perempuan di setiap Dapil menghasilkan angka pecahan. Maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai kurang dari 50, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah. 50 atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas.

Fadhil mengatakan KPU tidak menepati janji untuk merevisi isi PKPU tersebut. Pihaknya pun mengajukan uji materi PKPU tersebut ke MA. Pemohon yang diajukan ke MA tersebut terdiri dari 5 pemohon.

Lihat juga Video 'Partai Rakyat Adil Makmur Menang Lawan KPU di Verifikasi Administrasi':

[Gambas:Video 20detik]



(yld/dhn)



Hide Ads