KPU Hapus Kewajiban Lapor Sumbangan Kampanye, Mahasiswa Menolak!

Suara Mahasiswa

KPU Hapus Kewajiban Lapor Sumbangan Kampanye, Mahasiswa Menolak!

Danu Damarjati - detikNews
Kamis, 08 Jun 2023 15:42 WIB
Koordinator Pengurus Kajian dan Analisis Kebijakan Publik AMHTN-SI, A Fahrur Rozi. (Dok AMHTN-SI)
Koordinator Pengurus Kajian dan Analisis Kebijakan Publik AMHTN-SI, A Fahrur Rozi. (Dok AMHTN-SI)
Jakarta -

KPU menghapus kewajiban peserta pemilu untuk menyampaikan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK). Asosiasi Mahasiswa Hukum Tata Negara se-Indonesia (AMHTN-SI) menilai keputusan KPU itu sebagai bentuk kemunduran dari aturan pemilu sebelumnya.

"AMHTN-SI tolak penghapusan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye," kata Koordinator Kajian dan Analisis Kebijakan Publik AMHTN-SI, A Fahrur Rozi, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (8/6/2023).

Menurut AMHTN-SI, keputusan KPU itu menurunkan kualitas transparansi dan akuntabilitas dari pemilu. Nantinya, mereka khawatir, asal-usul dana politik bisa gelap gulita dan sulit dilacak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dengan dihapusnya laporan penerimaan sumbangan tersebut, kita tidak tahu asasl usul dana yang digunakan parpol dan kandidat dalam melakukan safari politik hingga gelar rapat umum di tempat terbuka," kata Fahrur Rozi.

Manurut Rozi, alasan KPU penghapusan laporan penerimaan sumbangan karena tidak tercantum dalam undang-undang sangat tidak masuk akal. Pasalnya, dalam Pasal 325 ayat (2) butir c Undang-Undang Pemilu menyebutkan, bahwa sumbangan dana politik yang diterima haruslah sah menurut hukum.

ADVERTISEMENT

Indikasi keabsahan dana sumbangan politik tidak bisa diukur ketika asal-usul perolehan sumbangan tersebut tidak diketahui. Dari sinilah, LPSDK yang memungkinkan fulus politik parpol dan operasi para kandidat bisa dilacak asal-usulnya.

"Ya kita tidak bisa mengukur selepas ini apakah dana sumbangan itu sah atau tidak secara hukum kalau ternyata indikasi pelaporasnnya saja sudah dihapus," ungkap Rozi.

Pada akhirnya, KPU dituntut untuk melakukan evaluasi terhadap keputusan penghapusan LPSDK dalam Pemilu mendatang. Pengaturan dana kampanye sangat penting dalam meminimalisir kecurangan Pemilu. Bahkan, dalam UU Pemilu juga dibatasi nominal sumbangan baik dari individu (Rp 2,5 miliar) maupun korporat (Rp 25 miliar).

Pengaturan tersebut adalah iktikad baik dalam memutus rantai korupsi dan eksploitasi kekayaan. Ibaratnya, dana tersebut menjadi utang transaksional di awal yang dibebankan kepada kandidat yang terpilih nantinya. Hal inilah yang memungkinkan terjadinya bagi-bagi proyek dan obral perizinan untuk eksploitasi hak rakyat dan kekayaan alam. Setidaknya dengan LPSDK dana illegal seperti ini bisa diminamalisir sebaik mungkin.

"KPU harus ingat, kualitas pelaksanaan Pemilu akan mempengaruhi legitimasi keabsahan hasil Pemilu nantinya," jelasnya.

Alasan KPU

Komisioner KPU, Idham Khalik, mengatakan penghapusan kewajiban LPSDK untuk Pemilu 2024 didasarkan pada alasan tidak adanya aturan dalam UU Pemilu. Alasan lainnya, parpol-parpol tidak punya cukup waktu untuk melapor.

Menurutnya penyumbang dana kampanye juga mesti dari kelompok yang berbadan hukum. Ia menilai pertimbangan keputusan itu sudah ditinjau bersama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

"LPSDK dihapus karena tidak diatur dalam UU Pemilu," kata Idham dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR, Senayan, Jakarta, 29 Mei lalu.

Di sisi lain, KPU juga kini menyiapkan Sistem Informasi Dana Kampanye (Sidakam), yakni alat KPU menjamin transparansi Kekening khusus Dana Kampanye (RKDK) peserta pemilu. RKDK akan menjadi tempat seluruh penerimaan dana kampanye berbentuk uang sebelum digunakan kampanye.

(dnu/dnu)



Hide Ads