Menggema Tolak Sistem Pemilu Coblos Parpol Usai Rumor Denny Indrayana

Menggema Tolak Sistem Pemilu Coblos Parpol Usai Rumor Denny Indrayana

Tim detikcom - detikNews
Selasa, 30 Mei 2023 07:41 WIB
KPU mulai mendistribusikan logistik Pemilu untuk ke luar negeri agar para WNI yang berada di luar dapat menggunakan hak pilihnya saat Pemilu pada April mendatang.
Ilustrasi surat suara pemilu. (Pradita Utama/detikcom)
Jakarta -

Publik digegerkan dengan klaim mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana yang mengaku dapat informasi mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) perihal pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai politik. Sejumlah pihak, terutama partai politik, menolak jika pemilu kembali coblos partai politik.

Denny Indrayana yang kini berprofesi sebagai advokat mengklaim mendapatkan informasi mengenai putusan Mahkamah Konstitusi akan mengembalikan sistem coblos partai. Putusan itu diklaim Denny diwarnai perbedaan pendapat atau dissenting opinion di MK.

"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja. Info tersebut menyatakan, komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting," ucap Denny Indrayana kepada wartawan, Minggu (28/5).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Denny mengklaim mendapatkan informasi putusan MK bukan dari Hakim MK. Namun, dari orang disebut Denny punya kredibilitas.

"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi. Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif," kata Denny.

ADVERTISEMENT

Mahkamah Konstitusi kemudian buka suara soal pernyataan Denny Indrayana mengklaim mendapatkan informasi mengenai putusan MK perihal sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem coblos partai. Juru bicara MK, Fajar Laksono, menegaskan klaim Denny itu tidak benar.

"Ya saya akan tanyakan ke hang bersangkutan. Tapi itu tadi, alurnya begitu, penyerahan kesimpulan, baru akan dibahas," kata Fajar pada wartawan di gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (29/5).

"Nah, bagaimana mungkin bocor atau apa, kalau itu saja belum dibahas. Silakan tanyakan pihak yang bersangkutan," lanjutnya.

Fajar mengatakan pihaknya akan membahas persoalan tersebut dalam lingkup internal MK. Pihaknya juga belum memastikan akan memanggil Denny Indrayana atau tidak dalam masalah ini, yang jelas, MK masih membahas kasus ini.

"Ya tentu kami sudah membaca, sudah mencermati pertimbangan hari ini. Bukan tidak mungkin akan ditempuh langkah-langkah. Tapi akan dibahas lebih dulu secara internal, kira-kira langkah-langkah apa yang harus dilakukan Mahkamah Konstitusi," ucapnya.

Capres petahana Joko Widodo (Jokowi) tiba di TPS 008 Gambir, Jakarta Pusat. Jokowi lantas masuk dan TPS dan melakukan pencoblosan.Presiden Joko Widodo (Jokowi) tiba di TPS 008 Gambir, Jakarta Pusat, saat Pemilu 2019. Jokowi lantas masuk dan melakukan pencoblosan. (Rengga Sancaya/detikcom)

PAN Anggap di Luar Nalar

Ketum PAN Zulkifli Hasan yakin informasi yang didapat Denny Indrayana kalau MK mengabulkan sistem pemilu coblos partai tidak benar. Zulhas menekankan MK lembaga terdepan penjaga demokrasi bukan malah perusak demokrasi.

"Ada rumor yang menyatakan bahwa MK akan mengabulkan gugatan dan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup. Saya berharap hal itu tidak benar. Sebab saya masih yakin MK adalah garda terdepan penjaga demokrasi di Indonesia. Bukan perusak demokrasi," kata Zulhas dalam cuitannya yang diunggah, Minggu (28/5).

Zulhas mengatakan pemilu proporsional terbuka atau coblos caleg sudah dilakukan sejak Pemilu 2009. Semua pihak sudah sepakat terkait hal itu. Meskipun belum sempurna, menurutnya, sistem tersebut sangat baik untuk sistem demokrasi.

"Kita sudah melaksanakan pemilu memakai sistem proporsional terbuka sejak Pemilu 2009, 2014, dan 2019. Penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP) sudah terlatih. Rakyat pun sudah terbiasa dengan memilih orang secara langsung, juga di pilkada maupun pilkades. Pemantau pemilu, LSM, dan pegiat demokrasi sudah bersepakat bulat bahwa sistem proporsional terbuka adalah sistem terbaik dalam pembangunan demokrasi saat ini," ujarnya.

"Meskipun belum sempurna, perlu perbaikan. Tapi sangat lebih baik dibandingkan dengan sistem pemilu tertutup yang mengebiri suara rakyat, menjadikan pemilu terdistorsi dari prinsip demokrasi konstitusional," lanjutnya.

Menteri Perdagangan ini mengatakan 8 parpol di DPR RI sudah bersuara dan meminta agar sistem proporsional terbuka dipertahankan, begitu juga dengan semua pihak. Dia meminta MK mendengar aspirasi tersebut.

"Saat ini 8 partai politik di Senayan sudah bersuara dan menghendaki sistem Pemilu 2024 tetap seperti sekarang saja, menggunakan sistem pemilu terbuka. Begitu juga masyarakat dan kekuatan civil society, aspirasinya sama. Maka dari itu MK harus mendengar dan serius untuk mengkaji dengan adil. Dulu MK pernah membatalkan sistem pemilu tertutup terbatas. Diganti dengan sistem pemilu terbuka. Sekarang di luar nalar jika MK menyetujui gugatan kembali ke pemilu tertutup, hanya mencoblos gambar partai," ujarnya.

Zulhas menaruh doa agar putusan MK sesuai dengan harapan banyak orang, demi kepentingan bangsa. "Semoga Allah Tuhan Yang Maha Kuasa memberi penerangan dan petunjuk ke jalan yang benar. Semua untuk kebaikan masyarakat, bangsa dan negara," lanjutnya.

NasDem Tolak Pemilu Coblos Partai

Waketum NasDem Ahmad Ali mengatakan partainya menolak sistem coblos gambar partai. Ali bicara soal demokrasi saat Orde Baru yang membuat rakyat tak punya peran apapun dalam menentukan siapa wakil mereka di lembaga legislatif.

"Kita pernah merasakan bagaimana ketika demokrasi di Indonesia itu di zaman orde baru itu menjadi gelap ya karena partai begitu berkuasanya dan rakyat menjadi tidak punya peran apa-apa dalam menentukan wakil mereka di DPR. Karena partai menjelma menjadi orang yang lebih tau, lebih memahami keinginan rakyat, bukan rakyat sendiri yang memahami dan punya hak," kata Ahmad Ali kepada wartawan, Senin (29/5).

Dia mengatakan Orde Baru berakhir dengan reformasi yang membuat demokrasi menjadi lebih sehat. Namun, kini, katanya, demokrasi hasil reformasi itu diteror oleh kepentingan suatu kelompok.

Simak Video 'Denny Indrayana Ungkap Alasan Sebar Rumor Putusan MK Pemilu Tertutup':

[Gambas:Video 20detik]




Hide Ads