Alasan kedua naiknya elektabilitas Prabowo ialah karena mayoritas pemilih Ganjar Pranowo mengalihkan suaranya ke Prabowo. Adjie mengatakan responden lebih memilih beralih ke Prabowo karena karakternya yang dinilai lebih nasionalis dibandingkan Anies Baswedan.
"Sebelumnya memang ada tren kenaikan Pak Ganjar, tapi di bulan Mei tiba-tiba turun dan limpahan suara Pak Ganjar berdasarkan cross check kita banyak berpindah ke Prabowo," ungkap Adjie.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mengapa Prabowo bukan Anies? Karena memang positioning dan karakter dilihat lebih nasionalis daripada Pak Anies. Sehingga ketika pemilih lari dari dukungan Pak Ganjar cenderung lari ke Pak Prabowo yang positioning nasionalisnya dibanding Pak Anies," lanjutnya.
Alasan ketiga, masih kata Adjie, karena Prabowo dinilai sebagai tokoh sentral yang terima banyak spektrum politik. Alasan selanjutnya ialah citra Prabowo semakin menguat usai bergabung ke dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Kemudian, pengalaman di pemerintahan. Selama Pemilu 2014 dan 2019 yang diikuti Pak Prabowo, dalam kedua pilpres ini selalu ada isu bahwa Pak Prabowo adalah tokoh yang kuat secara gagasan, visioner, tapi lemah dalam aspek teknis, tidak punya pengalaman dalam mengelola pemerintahan," tutur Adjie.
"Ini merupakan kelemahan Prabowo di 2 kali pilpres sebelumnya, tapi kemudian ketika Prabowo masuk bagian dari pemerintahan Jokowi, ini memperkuat image Pak Prabowo, dia tidak lagi dianggap sebagai orang yang lemah dari sisi yang lemah mengelola pemerintahan, tapi memperkuat image Prabowo sebagai sosok yang makin lengkap," tambah dia.
Terakhir, Adjie menyebut Prabowo saat ini dikenal sebagai tokoh yang masuk dalam pemerintahan, dan ingin maju kembali. "Jadi Pemilu 2014-2019 Prabowo dikenal sebagai tokoh outsider atau di luar pemerintahan, tapi saat ini Prabowo dikenal sebagai tokoh insider atau dalam pemerintahan yang ingin maju kembali," pungkas dia.
(aud/gbr)