Pertemuan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Ketum partai-partai Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) membuka wacana koalisi besar. Terwujud atau tidaknya koalisi itu disebut tergantung negosiasi PDIP dan Gerindra.
"Terwujud atau tidaknya koalisi besar partai pemerintah akan ditentukan oleh hasil negosiasi antara PDIP dan Gerindra, khususnya terkait komposisi Capres-Cawapres yang akan diusung," kata Direktur Eksekutif Indostrategic Ahmad Khoirul Umam kepada wartawan, Minggu (4/2/2023).
Jika sudah ada titik temu, Umam menduga partai lain akan menyusul bergabung. Khususnya PAN dan PPP yang akan ikut dalam koalisi Gerindra-PDIP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika langkah itu berlanjut dan titik temu antara PDIP dan Gerindra bisa terwujud, besar kemungkinan PPP dan PAN akan ikut serta dalam gerbong PDIP & Gerindra," katanya.
Sementara itu, Golkar dan PKB disebut ada kemungkinan tak ikut koalisi besar. Mereka akan membentuk koalisi baru atau bergabung dengan Koalisi Perubahan.
"Namun, hal itu bisa diantisipasi jika ada pihak tertentu yang menggunakan 'instrumen kekuasaan' untuk mendisiplinkan Golkar dan PKB, sehingga bisa dipaksa tunduk pada agenda setting terbentuknya koalisi besar partai pemerintah tersebut, sebagaimana yang dialami Cak Imin atau PKB menjelang Pilpres 2019 lalu," katanya.
Jika antara PDIP dan Gerindra tak mencapai kesepakatan, maka kemungkinan Koalisi Besar pun tak terwujud.
"Jika negosiasi PDIP dan Gerindra deadlock, besar kemungkinan koalisi besar yang sejak awal diharapkan oleh Presiden Jokowi itu tidak akan terwujud," katanya.
Partai-partai pendukung Joko Widodo akan menyebar ke beberapa beberapa koalisi. "Mereka akan menyebar dan terdistribusi secara merata ke masing-masing poros koalisi yang akan memberikan keuntungan terbesar bagi mereka," katanya.
Umam menyebut mungkin saja akan terbentuk koalisi besar tanpa PDIP. Namun, hal itu sulit terbentuk.
"Tentu memungkinkan. Secara elektoral juga sangat memadai. Namun jika itu terjadi, berarti memjadi genderang perang yang ditabuh Jokowi melawan PDIP. Sejauh ini, Jokowi tidak memiliki keberanian untuk melakukan perlawanan terbuka menghadapi PDIP atau Megawati Soekarnoputri," katanya.
Soal pertemuan Jokowi dengan partai KIB dan KKIR, Umam menyebut itu hanya pertemuan biasa. "Pertemuan tadi hanya pentas panggung. Proses negosiasi tentu di belakang layar," katanya.
Kemudian, soal Ketum PDIP, Megawati Soekarnoputri, yang tak hadiri dalam pertemuan, Umam menduga PDIP tak ingin dicitrakan dikendalikan oleh Jokowi.
"Ketidakhadiran PDIP bisa dimaknai sebagai ketidakmauan partai banteng ini untuk tunduk di bawah bayang-bayang orkestrasi politik yang dimainkan Jokowi," Katanya.
Diketahui, dalam pertemuan di Kantor DPP PAN, di Jakarta Selatan (Jaksel), Minggu (2/4), partai yang hadir adalah PAN, PPP, Golkar, yang tergabung Koalisi Indonesia Besatu (KIB), dan Gerindra, PKB yang tergabung dalam Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR).
Presiden Jokowi menjawab pertanyaan apakah KIB yang diawaki Golkar, PAN dan PPP serta KKIR yang dipimpin Partai Gerindra dan PKB cocok jika bersatu. Jokowi menegaskan keputusan akhir ada di tangan ketua umum partai politik.
"Cocok. Saya hanya bilang cocok. Terserah kepada ketua-ketua partai atau gabungan ketua partai," kata Jokowi menjawab pertanyaan kecocokan antara KIB dan KKIR untuk membentuk koalisi besar, di DPP PAN.
Lihat juga Video: Megawati-Paloh Tak Hadir di Acara Silaturahmi, Zulhas: Lagi ke Luar Negeri