Lebih lanjut, Ahmad Ali menekankan bahwa kajian yang dilakukan Demokrat belum tentu sama dengan NasDem. Karena itu lah, dia mengajak semua pihak, termasuk Demokrat untuk berbicara kriteria terlebih dulu.
"Kalau saya ajak koalisi duduk, kita buka peta, survei yang kredibel, kita duduk, katakan, terus kita lihat kelemahan, kekuatan, peluang dan lain-lain. Dari situ baru kita cari siapa yang bisa tutupi kelemahannya Anies. Katakanlah Anies hari ini lemah di Jawa Timur, Jawa Tengah, nah kemudian kita lihat siapa dari figur figur itu? Apakah kemudian AHY bisa menutupi?" jelas Ahmad Ali
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekarang AHY katanya surveinya tinggi, ayo kita buka, dia tinggi di mana? Apakah tinggi di wilayah yang sama dengan daerah yang Anies tinggi? Atau Jawa Timur? Kalau Jawa Timur juga nggak meraup suara, kan berarti sama saja antara Anies dan pemilih AHY sama, berarti beririsan dong, itu lah sebabnya kita nggak mau bicara soal orang, kita mau bicara kriteria setelah melakukan bedah potensi, karena cawapres itu orang yang harus bisa membantu pemenangan," lanjutnya.
Kritik PKS
Tak hanya NasDem, PKS juga mengkritik Partai Demokrat yang percaya dengan duet Anies dan AHY. Jika mau berbicara siapa yang paling tepat, PKS menilai baiknya membandingkan dari rekam jejak di beberapa pemilu sebelumnya.
"Sebagai pertimbangan ya kita lihat rekam jejak dalam pemilihan-pemilihan sebelumnya. Khofifah, Aher, Ridwan Kamil, dan Sandiaga Uno pernah menang di kontestasi pilkada level provinsi," kata Juru Bicara PKS Ahmad Mabruri saat dihubungi, Kamis (9/3).
Mabruri menegaskan rekam jejak menang tersebut tidak dimiliki oleh AHY. Dia juga menyebut AHY pernah kalah di Pilgub DKI 2017 saat melawan Anies-Sandiaga Uno dan Ahok-Djarot.
"AHY sepengetahuan saya pernah kalah di DKI dan belum ada pengalaman menang. Jadi pengalaman menang juga penting. Ini kaitan dengan kesiapan mental memimpin," ujar dia.
(rfs/gbr)