Undang-Undang sistem proporsional terbuka atau coblos nama caleg kini tengah digodok Mahkamah Konstitusi (MK). Sistem ini menuai banyak penolakan dari berbagai pihak.
Adapun yang dimaksud yakni UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Terdapat enam pemohon yang tertulis dalam gugatan UU Pemilu di MK tersebut.
Dalam gugatannya, pemohon meminta MK mengabulkan permohonan agar sistem pemilu diubah menjadi proporsional tertutup atau coblos gambar partai bukan nama caleg.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sistem ini dinilai bisa merugikan masyarakat lantaran tidak bisa mengetahui pasti sosok caleg di Pemilu 2024 nanti. Ada juga pihak yang meminta MK untuk tetap menerapkan sistem proporsional terbuka.
Seperti Balik ke Orba
Ketua Program Studi Ilmu Politik FISIP Universitas Sumatera Utara (USU) Indra Fauzan mengatakan semua sistem Pemilu memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Namun, katanya, sistem proporsional terbuka atau coblos nama caleg memungkinkan masyarakat mengetahui dengan detail siapa calon wakilnya di lembaga legislatif.
"Demokrasi kita kalau di terbuka, masyarakat kan bisa melihat nih siapa yang akan menjadi wakil mereka, suara mereka akan diberikan kepada siapa. Kalau di proporsional tertutup itu semuanya kan kekuasaan partai politik. Kekuasaan partai politik itu kan kadang-kadang membuat masyarakat merasa khawatir, calonnya benar nggak nih," ujar Indra kepada wartawan, Sabtu (11/2/2023).
Dia mengatakan masyarakat memiliki peluang untuk mengoreksi para calon anggota legislatif. Indra menilai kesempatan menilai calon anggota legislatif akan tertutup jika Pemilu dilakukan dengan mencoblos gambar partai politik.
"Masyarakat punya peluang untuk mengkoreksi orang-orang yang dianggap layak atau tidak layak, bisa mempelajari rekam jejak dan sebagainya. Kalau di proporsional tertutup, itu kan tidak mungkin karena kekuasaan penuh itu di tangan partai politik karena mereka yang menunjuk," ucapnya.
Indra juga menilai alibi sistem pemilu coblos gambar partai membuat siapa saja bisa menjadi anggota legislatif tidak tepat. Menurutnya, sistem coblos partai malah memunculkan potensi transaksi yang sulit diawasi di internal partai.
"Tidak ada jaminan juga karena transaksional akan berputar di partai politik. Sementara di terbuka mungkin kalau tidak ada aturan ya transaksionalnya antara caleg dengan masyarakat tapi lebih mudah mengawasi daripada proporsional tertutup," ujarnya.
Dia juga mengaku khawatir MK malah membuat Indonesia kembali ke zaman Orde Baru (Orba) jika memutuskan sistem pemilu proporsional tertutup. Indra mengatakan Indonesia punya sejarah tidak baik dengan Orba.
"Nah, kita ada kekhawatiran kalau proporsional tertutup disahkan MK, kita kembali ke masa-masa Orba karena masa itu kendali partai sangat besar sekali, itu sangat dikhawatirkan dan kita punya sejarah yang tidak baik," ujarnya.
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya..
Simak juga 'PDIP Respons 8 Partai DPR Tolak Coblos Partai: Mereka Hanya Hore-hore':