Komisioner KPU RI Idham Holik menjelaskan frasa 'dirumahsakitkan' yang dia sampaikan dalam Konsolidasi Nasional (Konsolnas) dengan jajaran KPU tingkat provinsi hingga kabupaten/kota. Idham menyebut frasa itu bersifat konotatif.
"Berkaitan dengan frasa 'dirumahsakitkan', itu merupakan satu frasa yang sifatnya majas, bukan frasa yang sifatnya denotatif, tapi konotatif. Yang perlu kami tegaskan demikian karena tentunya frasa tersebut itu erat kaitannya dengan kalimat-kalimat saya pada saat memberikan pengarahan," kata Idham Holik dalam sidang kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) di DKPP, Jakarta Pusat, Rabu (8/2/2023).
Dia mengatakan pernyataan dalam forum Konsolidasi Nasional itu disampaikan dalam suasana bercanda. Menurutnya, pernyataan itu disambut tawa peserta Konsolnas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah, sehingga pada waktu itu saya menyampaikan ada frasa yang sebelumnya, yaitu berkaitan dengan dan frasa ini, saya sampaikan dalam suasana yang sangat canda. Dalam artian dalam bentuk kelakar dan hal tersebut juga direspons dengan tawa dan tepuk tangan dari para hadirin di depan 6.300 peserta pada waktu itu," ujarnya.
Idham kemudian menjelaskan arti 'Siapa yang tidak tegak lurus, saya bawa masuk ke rumah sakit'. Dia mengatakan pernyataan itu bermaksud agar seluruh jajaran KPU memperhatikan pentingnya literasi dan implementasi etika.
"Pada waktu itu saya sampaikan ada frasa 'Enak nggak enak dikeluarkan di dalam, kita semua yang merasakan'' lalu saya teruskan dengan 'Siapa yang tidak tegak lurus, saya bawa masuk ke rumah sakit'. Jadi konteksnya adalah ada persoalan bagaimana dalam konteks komunikasi organisasi dan komunikasi publik kita memahami tentang pentingnya literasi dan implementasi etika. Karena ada kasus di mana saya sering kali melihat bagaimana seorang komisioner itu seharusnya membicarakan hal-hal yang tidak perlu dibicarakan di publik, tapi dibicarakan di publik dan dari sisi perilaku etis pun menjadi tidak etis, yang seharusnya dalam konteks kolektif kolegial seorang komisioner apabila ada hal-hal yang perlu didalami, ada hal-hal yang perlu didiskusikan itu seharusnya dibicarakan di internal komisioner tapi hal tersebut sering kali menjadikan media sosial sebagai sarana curhat," ucapnya.
Idham mengatakan pidatonya dalam forum Konsolnas itu merupakan bentuk pemberian arahan. Dia mengatakan anggota KPU harus memiliki etika komunikasi organisasi dan komunikasi publik.
"Jadi konteks pidato singkat saya dalam acara konsolidasi nasional itu merupakan konteksnya pemberian pengarahan tentang pentingnya literasi dan implementasi etika komunikasi baik etika komunikasi publik maupun komunikasi organisasi," ujarnya.
Selain itu, Idham mengatakan KPU RI merupakan pimpinan bagi KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota yang memiliki tanggung jawab dalam hal pengarahan tahan pemilu. Hal itu, katanya, diatur dalam Pasal 9 ayat 1 UU No 7 tahun 2017.
"Berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat 1 UU No 7 tahun 2017, mengatur bahwa KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota pada satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau memiliki hak istimewa diatur dalam Undang-undang. Bahwa dalam konteks hierarki maka kedudukan KPU dimaknai sebagai pimpinan bagi KPU Provinsi dan KPU Kabupaten Kota dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan umum," ujarnya.
Dia menuturkan KPU RI memiliki kewajiban memastikan KPU daerah melaksanakan tahapan pemilu dengan baik. Dia menyebut pernyataannya dalam Konsolnas merupakan upaya pemantapan pemahaman bagi KPU daerah dalam berdisiplin menjalankan aturan.
"Bagi saya secara pribadi bukanlah hal yang melanggar aturan, karena pada prinsipnya seorang pemimpin memastikan bahwa struktur hierarki di bawahnya dapat melaksanakan aturan dengan sebaik-baiknya. Itulah kenapa kami menyampaikan frasa tersebut dan frasa tersebut juga kami sampaikan dalam suasana yang santai dalam suasana yang canda dan tidak ada unsur intimidatif sama sekali, karena ketika saya menyampaikan hal tersebut saya diberikan applause dan tawa dalam satu forum," ujarnya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.