Sidang pleno Mahkamah Konstitusi (MK) soal pengujian materiil UU Nomor 7/2017 tentang pemilu sistem proporsional terbuka ditunda sampai minggu depan. Sebab, DPR memohon agar sidang yang semula dilaksanakan secara daring atau online diubah menjadi secara tatap muka di ruang sidang MK.
"Pada siang hari ini sidang lanjutan untuk perkara Nomor 114/2022 dengan agenda mendengar keterangan DPR dan Presiden serta keterangan pihak terkait KPU. Akan tetapi kemarin MK menerima surat dari DPR yang ditanda tangani oleh sekjen atas nama pimpinan, yang pada intinya memohon agar sidang yang semula dilaksanakan secara daring atau online diubah menjadi secara luring di ruang sidang MK," kata Ketua Majelis Hakim Anwar Usman di akun YouTube Makamah Konstitusi, Selasa (17/1/2023).
Dalam sidangnya, Anwar mengatakan bahwa sidang akan dilanjutkan minggu depan pada 24 Januari 2023. Pihaknya juga akan memberi tahu kepada pihak-pihak lain, termasuk pihak lain KPU, maupun 11 pemohon yang telah disetujui dalam rapat permusyawaratan hakim.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk itu sidang pada hari ini ditunda pada hari Selasa 24 januari 2023 jam 11.00 WIB. Sekali lagi untuk sidang secara luring MK akan melakukan beberapa persiapan seperti yang berlaku selama ini. Cara mengatur tempat duduk, pengamanan dan yang paling utama adalah memberi tahu kepada pihak-pihak lain, termasuk pihak lain KPU, maupun 11 pemohon yang telah disetujui dalam rapat permusyawaratan hakim tadi pagi," tuturnya.
Usman menambahkan bahwa sidang yang akan dilaksanakan minggu depan akan menjadi sidang pertama tatap muka setelah pandemi Covid-19.
"Untuk di ketahui pula, pada sidang tanggal 24 Januari 2023, sekaligus menjadi pertama atau pembuka untuk sidang luring atau tatap muka, untuk perkara perkara lain atau pada sidang lainnya yang akan datang," pungkasnya.
Delapan fraksi di DPR sebelumnya membuat pernyataan sikap agar Mahkamah Konstitusi tidak mengabulkan gugatan judicial review dan tetap mempertahankan sistem pemilu proporsional terbuka atau coblos caleg. MK enggan memberikan tanggapan sebab proses persidangan masih berlangsung.
"Karena isu ini sedang dalam proses persidangan di MK, maka kami tidak boleh dan tidak akan memberikan tanggapan," ujar Jubir MK Fajar Laksono saat dihubungi, Rabu (4/1).
Fajar mengatakan MK saat ini fokus dalam persidangan. Terlebih kata Fajar, persidangan akan kembali digelar dengan agenda keterangan DPR hingga Presiden.
"MK fokus saja menyidangkan perkara tersebut," kata Fajar.
"Sidang Pleno perkara dimaksud digelar lagi besok Selasa, 17 Januari 2023 pukul 11, sidang pleno dengan agenda mendengarkan keterangan DPR, Presiden, dan pihak terkait," sambungnya.
Diketahui sebelumnya, ada 8 fraksi yang menyepakati pernyataan sikap itu. Di antaranya, Golkar, PPP, PAN, PKB, NasDem, PKS, Demokrat, dan Gerindra. Masing-masing pimpinan fraksi pun menandatangani pernyataan sikap tersebut.
Berikut isi kesepakatan dalam pernyataan sikap tersebut:
1. Bahwa kami akan terus mengawal pertumbuhan demokrasi Indonesia tetap ke arah yang lebih maju;
2. Kami meminta Mahkamah Konstitusi untuk tetap konsisten dengan Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008, dengan mempertahankan pasal 168 ayat (2) UU No.7 tahun 2017 sebagai wujud ikut menjaga kemajuan demokrasi Indonesia;
3. Mengingatkan KPU untuk bekerja sesuai amanat Undang-Undang, tetap independen, tidak mewakili kepentingan siapapun, kecuali kepentingan rakyat, bangsa dan negara.
Demikian pernyataan bersama ini kami sampaikan. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Terkait pernyataan sikap itu dibenarkan oleh Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia. Dia menyebut sudah berkomunikasi dengan partai lain dan 8 fraksi sepakat ingin Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional terbuka atau coblos caleg.
"Benar bahwa kami sudah membangun komunikasi dengan 8 fraksi dan hasil dari komunikasi kami itu, kami sepakat pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka sesuai UU no 7 tahun 2017," kata Doli dikonfirmasi, Selasa (3/1).
(rfs/rfs)