Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari secara resmi telah meminta maaf atas pernyataannya tentang sistem pencoblosan Pemilu 2024. Adapun pernyataan yang dimaksud yaitu tentang adanya judicial review tentang UU Pemilu di MK, khususnya terkait dengan penerapan sistem proporsional terbuka.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Zainal Arifin Mochtar, SH, LLM menyayangkan 'kegenitan' Ketua KPU tersebut. Ia memahami jika masalah yang cukup sensitif tersebut kemudian menimbulkan perdebatan di ruang publik.
Dalam pernyataannya, Ketua Departemen Hukum Tata Negara di FH UGM ini mengisyaratkan tentang kecenderungan masyarakat yang tetap menghendaki sistem proporsional terbuka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kondisilah yang menjawabnya," ujar Zainal Arifin Mochtar dalam keterangan tertulis, Senin (16/1/2023).
Mengurai sistem proporsional terbuka dan tertutup, ia menegaskan jika keduanya sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kendati demikian, dirinya juga menjelaskan tentang hak demokratis masyarakat untuk mencoblos calon anggota legislatif yang dikehendakinya, dengan berbagai pertimbangan antara lain kemampuan dan integritasnya.
"Jadi tidak sekadar membeli kucing dalam karung, seperti di sistem proporsional tertutup di mana partai yang lebih berhak menentukan calon anggota legislatifnya," ungkapnya.
Terkait selama ini masyarakat lebih memilih nomor urut di samping partai, Zainal Arifin Mochtar juga mencontohkan hasil riset yang dilakukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), dan menyimpulkan bahwa 60% calon anggota legislatif terpilih berdasarkan nomor urut.
Ia juga menegaskan apapun sistem yang dipakai, yang terpenting adalah bagaimana penegakan hukumnya. Penerapan sistem proporsional terbuka tetap membutuhkan peran publik, karena publik ingin mengetahui calon anggota dewan yang harus dipilihnya.
Penegakan hukum wajib dijalankan, untuk membuat berbagai pembatasan, termasuk jor-joran dalam penggunaan uang atau dana kampanye.
Sebagai informasi, MK mengkaji kemungkinan diberlakukannya kembali sistem proporsional tertutup, seperti yang pernah dipergunakan pada Pemilu 1955, Pemilu Orde Baru, dan Pemilu 1999.
Indonesia pernah menjalankan pemilu sistem proporsional tertutup pada Pemilu 1955, Pemilu Orde Baru, Pemilu 1999 dan 2004. Sistem proporsional terbuka sudah dijalankan pada Pemilu 2009, 2014 dan 2019.
(fhs/ega)