Siapa Untung Jika Pemilu Kembali ke Proporsional Tertutup? Ini Kata Pakar

Siapa Untung Jika Pemilu Kembali ke Proporsional Tertutup? Ini Kata Pakar

Brigitta Belia Permata Sari - detikNews
Rabu, 04 Jan 2023 23:05 WIB
Diskusi PARA Syndicate
Diskusi PARA Syndicate (Foto: Brigitta/detikcom)
Jakarta -

Wacana terkait sistem Pemilu 2024 ramai dibahas belakangan ini. Pakar komunikasi politik dari Exposit Strategic, Arif Susanto, menilai tidak ada yang secara khusus diuntungkan dari sistem proporsional terbuka atau sistem proporsional tertutup.

Hal itu disampaikan oleh Arif dalam diskusi dengan tema Catatan Kritis Demokrasi Awal Tahun: "Proyeksi Politik 2023, Membaca Arah Pemilu 2024: Terbuka atau Tertutup?".

"Tidak ada yang secara spesifik diuntungkan atau dirugikan, karena sistem itu kan sebenarnya tidak didesain untuk kepentingan pihak tertentu. Tetapi kan penerapannya itu bisa jelas bahwa berbeda terhadap partai-partai lain," ungkap Arif dalam diskusi di Kantor PARA Syndicate, Kebayoran Baru, Jaksel, Rabu (4/1/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia menilai jika kembali kepada sistem proporsional tertutup, kemungkinan elite partai akan mendapat kendali besar. Efeknya menurut dia keburukan sistem tertutup itu akan muncul lagi.

"Kalau misalnya kita akan kembali ke sistem tertutup, kemungkinan besar, kan ini berandai-andai ya, kemungkinan besar, kendali elite partai akan lebih besar. Dan konsekuensinya, apa yang kita lihat sebagai keburukan sistem tertutup akan kembali muncul," ujar Arif.

ADVERTISEMENT

Kendati demikian, Arif mengatakan bukan berarti sistem proporsional terbuka lebih baik. Sebab, kata dia, sistem mana pun pasti mempunyai kelemahannya masing-masing.

"Tapi saya tidak mengatakan kalau sistem terbuka pasti lebih baik ya. Sebab sistem mana pun yang dipilih, pertama pasti punya kelemahan, Kedua, kebaikan-kebaikan dalam sistem itu juga pasti mengandalkan support dari sistem yang lain," ujarnya.

"Sistem kepartaian kita, sistem sosial kita yang masih punya kesenjangan. Kalau itu nggak terbagi, sistem manapun yang kita pilih, kualitas Pemilu nggak akan meningkat," lanjut Arif.

Dia menjelaskan, terlepas dari sistem apa yang nantinya akan dipilih, kelembagaan politik di setiap partai harus dijalankan. Selain itu pendidikan politik untuk para kader juga harus diperhatikan.

"Jadi voting sistem tidak bisa diletakkan sebagai obat mujarab bagi penyakit demokrasi negara kita yang kompleks ini. Maka bagi saya, terlepas dari sistem mana yang akan dipilih itu yang pasti bahwa, pertama, kelembagaan politik di partai-partai itu harus dilakukan, supaya demokratisasi di internal partai itu bisa berefek bagus bagi calon yang kualitasnya meningkat. Jadi mau pake sistem terbuka atau tertutup kalau kualitas calonnya bagus, ya pemilih yang diuntungkan," imbuhnya.

"Kedua, tugas politik kita yang masih ketinggalan itu melakukan pendidikan politik. Partai-partai dapat subsidi dari uang negara dan diamanatkan oleh UU untuk melakukan pendidikan politik. Tetapi faktanya, partai-partai menikmati ketika pemilih tidak kunjung menjadi cerdas. Nah saya khawatir ini yang bisa dimanfaatkan oleh kepentingan tertentu untuk membalik situasi, sebab dengan sistem terbuka itu harus diakui kompetisinya menjadi lebih ketat," pungkasnya.

Lihat juga Video: Mau Pemilu ala Orba atau Perbaikan Demokrasi

[Gambas:Video 20detik]



(knv/knv)



Hide Ads