Anggota DPR RI Fraksi PAN Ibnu Mahmud Bilalludin menyoroti pro kontra sistem pemilu coblos partai atau coblos caleg yang belakangan ramai diperbincangkan. Ibnu menyebut tak sejalan jika sistem proporsional tertutup atau mencoblos partai dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Wasekjen PAN ini mengatakan apa yang dilakukan penggugat sistem proporsional terbuka sama saja seperti memutuskan sejarah. Pasalnya, sistem tersebut sudah diterapkan dalam beberapa kali pelaksanaan pemilu.
Menurut Ibnu, sistem proporsional tertutup bertentangan dengan UUD NKRI 1945 oleh MK melalui Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Maka tidak berlebihan banyak pihak mengatakan kita akan mengalami kemunduran, jika MK mengabulkan gugatan penggugat terhadap sistem proporsional tertutup tersebut," kata Ibnu dalam keterangan tertulisnya, Rabu (4/1/2023).
"Ongkos yang diakibatkan tentunya tidak murah, sebagaimana yang telah terjadi beberapa waktu silam. Penghargaan terhadap kedaulatan rakyat tidak meaning full. Sistem oligarki partai menguat. Kanal partisipasi publik dalam pemilu sempit, dan lainnya," sambung Ibnu.
Ia menyinggung soal kedaulatan tertinggi di tangan rakyat. Menurut Ibnu atas dasar itulah prinsip konstitusi dijalankan untuk pembangunan sistem politik di Indonesia.
"Sebagai suatu hal yang prinsipil, maka hal-hal yang bersifat sekunder seperti perubahan-perubahan atau perdebatan politik di parlemen, tidak boleh menganulir hal yang bersifat prinsipil," tegasnya.
Ibnu menyoroti alasan para penggugat sistem proporsional terbuka atau coblos caleg, salah satunya kekhawatiran terkait money politic. Ia lantas mempertanyakan, apakah money politic akan hilang jika menerapkan sistem proporsional tertutup.
"Namun dengan diberlakukannya sistem proporsional tertutup misalnya, adakah yang memberikan garansi bahwa politik uang tidak akan terjadi lagi? Bisa dikatakan sangat sulit menjawabnya," ujar Ibnu.
"Politik uang, sekali lagi, adalah hal sekunder. Ia tidak boleh dijadikan alasan untuk menganulir hal primer, yakni kedaulatan rakyat," sambungnya.
Sistem proporsional terbuka, jelas Ibnu, meniscayakan peran partai politik dalam merekrut dan mengkader calon anggota legislatifnya. Sehingga saat menyodorkan nama-nama calon anggota legislatif untuk dipilih rakyat, nama yang disodorkan diharapkan calon-calon terbaik hasil kaderisasi partai politik.
"Sekali lagi, di sini yang perlu dilakukan reformasi adalah sistem kaderisasi partai, bukan sistem yang mengedepankan keputusan rakyat yang berdaulat. Rakyat adalah subjek utama dalam prinsip kedaulatan rakyat. Jangan sampai hanya ditempatkan sebagai objek oleh peserta Pemilu dalam mencapai kemenangan semata," ujar Ibnu.
Simak Video 'PDIP Ungkap Alasan Dorong Pemilu Coblos Partai Meski Ditolak Fraksi DPR':