Kritik dari Parlemen
Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mempertanyakan kapasitas Ketua KPU Hasyim Asy'ari soal pernyataan kemungkinan Pemilu 2024 kembali memakai sistem proporsional tertutup atau coblos hanya partai. Menurutnya hal itu hanya bisa terjadi jika ada revisi undang-undang yang prosesnya mesti matang.
"Itu saudara Hasyim dalam kapasitas apa mengeluarkan pernyataan seperti itu. KPU adalah institusi pelaksana undang-undang. Sementara bila ada perubahan sistem pemilu itu artinya ada perubahan Undang-Undang. Perubahan UU hanya terjadi bila ada revisi UU, terbitnya Perppu yang melibatkan DPR dan pemerintah atau berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi," kata Doli dalam keterangannya, Kamis (29/12).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Doli menyinggung pihak yang sedang mengajukan judicial review terkait pelaksanaan sistem Pemilu. Ia lantas mempertanyakan apakah Ketua KPU menjadi salah satu yang mendorong proses itu.
"Memang saya mendapatkan informasi bahwa ada pihak yang sedang mengajukan judicial review (JR). Apakah Hasyim menjadi bagian yang mendorong pihak yang mengajukan JR tersebut? Atau apakah MK sudah mengambil keputusan yang cuma Hasyim yang tahu?" ujarnya.
Baca juga: Kita Mundur ke Sistem Proporsional Tertutup? |
Lebih lanjut, Doli berharap MK bisa netral dalam menyikapinya isu ini. Menurutnya, pembahasan UU Pemilu, partai politik, dan UU politik mesti dilakukan dengan banyak pertimbangan.
"Jadi kalaupun mau diubah, harus melalui revisi UU yang harus dilakukan kembali lagi kajian yang serius. Karena itu akan menyangkut masa depan sistem politik dan demokrasi Indonesia," tutur Doli.
"Itulah kenapa dua tahun lalu Komisi II mendorong adanya revisi UU. Bila terjadi perubahan pasal secara parsial dan sporadis satu atau dua pasal berdasarkan putusan MK. Apalagi kita sudah memasuki tahapan Pemilu seperti saat ini, maka itu dapat menimbulkan kerumitan baru dan bisa memunculkan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan Pemilu 2024," sambungnya.
Pernah Didorong PDIP
Wasekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Syaiful Huda juga mengulas kemungkinan Pemilu 2024kembali proporsional tertutup. Huda mengungkap bahwa hal tersebut sempat didorong PDIP.
"Terkait dengan isu ini kan sempat memang didorong oleh teman-teman PDIP setahu saya, mungkin teman-teman bisa cross check ke teman-teman PDIP waktu itu semangatnya ingin pragmatisme politik tidak terlalu berlebihan," kata Huda di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/12).
Huda menilai sistem profesional terbuka lebih mengedepankan sosok figur daripada partai. Menurutnya mungkin saja hal itu pragmatis lantaran publik lebih memilih figur bukan partainya.
"Ketika figur yang harus berkompetisi di dalam internal partai sendiri, mungkin dirasa di situlah lalu pragmatisme itu berpotensi ada, karena masyarakat, publik, memilih figur bukan partai. Partai akhirnya menjadi pilihan kedua setelah dominasi kuat dari kerja kampanye caleg-caleg," jelasnya.
Selanjutnya, Huda menyatakan tak mungkin sistem profesional tertutup dilakukan jika merujuk ke Perppu. PKB melihat sistem profesinal terbuka sudah bagus.
"Itu nggak mungkin ya, karena undang-undangnya sudah proporsional terbuka dan di Perpu tidak ada sama sekali, terkait isu terkait dengan sistem kepemilihan kita itu tetap profesional terbuka," tutur Huda.
"Sampai hari ini, proporsional terbuka saya kira pilihan yang relatif sudah bagus lah, bahwa nanti akan ada skema baru dan seterusnya kita hitung lagi pada periode berikutnya Pemilu 2029, tidak menutup kemungkinan," jelas Huda.
(rfs/isa)