Kemungkinan Pemilu 2024 berjalan secara sistem proporsional tertutup sangat terbuka lebar. Artinya, pemegang hak pilih Pemilu 2024 bisa mencoblos partai politik (parpol), bukan calon anggota legislatif (caleg) seperti pemilu sebelumnya.
Wacana coblos parpol berangkat dari sejumlah kader parpol menggugat UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka meminta Pemilu 2024 menggunakan proporsional tertutup karena proporsional terbuka dinilai banyak cela dan celahnya.
"Pemohon selaku pengurus parpol, berlakunya norma pasal a quo berupa sistem proporsional berbasis suara terbanyak ini telah dibajak oleh caleg pragmatis yang hanya modal 'populer dan menjual diri' tanpa ikatan dengan ideologi dan struktur parpol," kata pemohon dalam salinan permohonan yang dilansir website MK, Kamis (17/11) lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemohon itu adalah:
1. Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP Cabang Probolinggo)
2. Yuwono Pintadi (anggota Partai NasDem)
3. Fahrurrozi (bacaleg 2024)
4. Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jaksel)
5. Riyanto (warga Pekalongan)
6. Nono Marijono (warga Depok)
"Tidak memiliki ikatan dengan ideologi dan struktur parpol, tidak memiliki pengalaman dalam mengelola organisasi parpol atau organisasi berbasis sosial politik," tambah alasan pemohon menguraikan kekurangan proporsional terbuka.
Akibat sistem proporsional terbuka, saat menjadi anggota DPR/DPRD seolah-olah mewakili organisasi parpol. Namun, aslinya mewakili dirinya sendiri.
"Oleh karena itu, seharusnya ada otoritas kepartaian yang menentukan siapa saja yang layak menjadi wakil partai di parlemen setelah mengikuti pendidikan politik, kaderisasi dan pembinaan ideologi partai," ucapnya.
Alasan lainnya, proporsional terbuka dinilai melahirkan liberalisme politik atau persaingan bebas. Yakni menempatkan kemenangan individual yang total dalam pemilu.
"Padahal seharusnya kompetisi terjadi antar parpol di arena pemilu sebab peserta pemilu adalah parpol, bukan individu sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan Pasal 22E ayat 3 UUD 1945," bebernya.
Kemungkinan Coblos Parpol
Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengungkapkan ada kemungkinan Pemilu 2024kembali ke sistem proporsional tertutup. Hasyim mengulas sistem itu sedang dibahas melalui sidang di Mahkamah Konstitusi.
"Ada kemungkinan, saya belum berani berspekulasi, ada kemungkinan kembali ke sistem proporsional daftar calon tertutup," ujar Hasyim dalam sambutan acara Catatan Akhir Tahun 2022 KPU RI, di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (29/12) kemarin.
Hasyim mengatakan sistem proporsional terbuka dimulai sejak Pemilu 2009 berdasarkan putusan MK. Dia mengatakan dengan begitu, maka kemungkinan hanya keputusan MK yang dapat menutupnya kembali.
"Maka sejak itu Pemilu 2014, 2019, pembentuk norma UU tidak akan mengubah itu, karena kalau diubah tertutup kembali akan jadi sulit lagi ke MK," ujarnya.
"Dengan begitu, kira-kira polanya kalau yang membuka itu MK, ada kemungkinan yang menutup MK," sambungnya.
Oleh karena itu, Hasyim mengimbau bakal calon anggota legislatif untuk tidak melakukan kampanye dini. Karena menurutnya, masih ada kemungkinan untuk kembali ke sistem proporsional tertutup.
"Maka dengan begitu menjadi tidak relevan, misalkan saya mau nyalon pasang gambar-gambar di pinggir jalan, jadi nggak relevan. Karena apa? Namanya nggak muncul lagi di surat suara. Nggak coblos lagi nama-nama calon. Yang dicoblos hanya tanda gambar parpol sebagai peserta pemilu," tuturnya.
Lihat juga video 'Hadapi Pemilu 2024, Kapolri Singgung 894 Petugas KPPS Meninggal':
Selengkapnya di halaman berikutnya