Bawaslu Akui Belum Ada Pakem Aturan Money Politics Bentuk Uang

Bawaslu Akui Belum Ada Pakem Aturan Money Politics Bentuk Uang

Matius Alfons Hutajulu - detikNews
Selasa, 15 Nov 2022 14:58 WIB
Jakarta -

Anggota Komisi II DPR Fraksi PAN Guspardi Gaus menyoroti uang transportasi untuk timses yang dianggap bentuk money politics. Bawaslu mengungkap saat ini memang belum ada aturan pakem terkait money politics dalam bentuk uang.

Hal itu disampaikan Ketua Bawaslu Rahmat Bagja usai rapat dengar pendapat bersama Komisi II DPR. Dia awalnya menyebut Bawaslu tidak berwenang membuat aturan atau standar soal uang transportasi dan akomodasi selama masa kampanye.

"Itu tergantung KPU, PKPU menyusun standar transportasi dan akomodasi saat pelaksanaan kampanye, iya dong, Bawaslu tidak bisa berwenang untuk itu, itu diserahkan kepada KPU, berapa sih standarnya?" kata Bagja kepada wartawan, Selasa (15/11/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bagja menyampaikan pada pemilu dulu money politics diatur dalam bentuk non tunai senilai Rp 75 ribu. Dia menyebut aturan itu juga sebetulnya tidak aplikatif di lapangan.

"Dulu kalau nggak salah Rp 75 ribu ya, senilai dengan Rp 75 ribu atau Rp 50 ribu antara itu, tapi Rp 75 ribu kalau tidak salah, kemudian apakah dalam bentuk uang? KPU bilang tidak dalam bentuk uang, seperti apa tidak bentuk uang, itu tidak kemudian aplikatif di lapangan," ucapnya.

ADVERTISEMENT

"Misalnya, anda dikasih dalam bentuk literan bensin, mungkin nggak? Kan nggak mungkin, voucher, ketika di Jakarta dekat SPBU, di Sumatera jauh-jauh, berapa kilometer baru ketemu SPBU. Nah itu tidak aplicable di lapangan," lanjut dia.

Karena itu lah, Bagja menilai memang perlu duduk bersama antara KPU, Bawaslu dan DKPP untuk menentukan standar soal money politics. Setelah ada standar yang diatur, dia menyebut penegakkan hukum baru bisa dilakukan.

"Misalnya teman teman caleg undang pertemuan, mereka (yang diundang) nggak kerja sehari, hayo, padahal mereka pendapatan harian, gimana pengaturannya? Ini harus diatur diomongin bersama, pendekatan ke masyarakat seperti apa, pendekatan ke caleg seperti apa, kita harus pertemukan sehingga kemudian yang di luar Rp 50 ribu money politics berarti, sudah tidak ada pengampunan money politics masuk ke sentra gakkum, masuk tindak pidana pemilu," ujarnya.

Bagja menyebut saat ini persoalan money politics dalam bentuk uang juga masih menjadi perdebatan lantaran belum ada aturan pakem soal itu, sedangkan money politics dalam bentuk non uang juga sulit diterapkan. Dia menyebut persoalan ini akan dirundingkan lebih jauh.

"Belum ada pakemnya, pakemnya adalah bentuk non uang. Kan bingung, nanti makanan senilai berapa nih? Rp 50 ribu, Rp 30 ribu, atau berapa? Itu voucher makanan di resto mana, kan nggak mungkin juga, dan itu yang paling susah transport, dan juga uang tadi apakah penghasilan per hari ini bisa diganti atau tidak," tutur dia.

"Yang perlu kita awasi misalnya ada rapat umum di daerah itu ada pembagian transport, hanya di wilayah itu harusnya, tidak boleh kemudian ke RT sebelah yang tidak ada acara, masuk money politics ini, itu tugas pengawas awasi lingkungan sekitarnya," sambung dia.

Simak halaman selanjutnya




Hide Ads