Dialektika Hegel
Dialektika adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan metode argumen filsafat yang mencakup sejumlah proses yang saling bertentangan dan beroposisi. Konsep 'dialektika' sebenarnya sudah dikembangkan oleh para filsuf sebelum Hegel, bahkan sampai Plato.
Dikutip dari Stanford Encyclopedia of Philosophy, Hegel memahami aspek-aspek yang beroposisi dalam dialektika sebagai 'kesadaran' dan 'objek dari kesadaran'. Hegel percaya bahwa nalar senantiasa menghasilkan kontradiksi. Premis-premis selanjutnya yang dihasilkan nalar juga bakal menghasilkan kontradiksi lebih lanjut. Segala realitas di alam semesta dipahami Hegel mengikuti hukum dialektika.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada tiga momen dialektika: Momen pertama adalah momen 'ketetapan' yakni saat segala hal menjadi punya bentuk dan definisi yang stabil.
Momen kedua adalah momen dialektikal, yakni momen instabilitas. Prosesnya disebut sublasi, dalam bahasa Inggris disebut 'sublation' atau dalam bahasa Jerman disebut 'aufgehoben/aufhebung'. Makna 'sublasi' ada dua yakni 'membatalkan (menegasikan) sekaligus memelihara dalam momen yang bersamaan'.
Sublasi ini unik karena aspek yang saling beroposisi tidak sepenuhnya membuang satu sama lain, melainkan juga memelihara satu sama lain.
Momen ketiga adalah momen spekulatif. Momen ini menyatukan aspek-aspek yang saling beroposisi. Dialektika ini mendorong realitas ke arah yang absolut: terakhir, final, dan lengkap.
Hukum dialektika Hegel berjalan tanpa memerlukan ide baru yang dimunculkan. Hukum dialektika berjalan secara alamiah, dialektika adalah kepastian alam. Rasio alam akan 'memaksa' dialektika itu berjalan terus.
![]() |
Tesis-antitesis-sintesis, benarkah dari Hegel?
Dialektika Hegel sering dijelaskan oleh banyak orang, termasuk Zulfan Lindan, dengan metode: tesis-antitesis-sintesis. Begini skemanya:
1. Muncul tesis
2. Suatu tesis akan disambut dengan hal yang berlawanan yang dinamakan antitesis.
3. Akhirnya, tesis dan antitesis itu menghasilkan sintesis. Sintesis ini menjadi tesis baru dan kemudian disambut sintesis selanjutnya. Seterusnya akan seperti itu.
Menurut Gustav E Mueller dalam 'The Hegel Legend of 'Thesis-Antithesis-Synthesis', istilah tesis-antitesis-sintesis bukanlah istilah Hegel melainkan istilah yang dikemukakan filsuf Jerman yang sezaman dengan Hegel, yakni Johann Gottlieb Fichte (1762-1814).
"Dalam seluruh 20 volume karya lengkap Hegel dia tidak menggunakan triade (tesis, antitesis, sintesis) ini sekalipun; juga istilah itu tidak muncul dalam delapan volume teks-teks Hegel yang diterbitkan pertama kali di abad 20," demikian tulis Gustav E Mueller.
Meski begitu, pemahaman dialektika Hegel sebagai 'tesis-antitesis-sintesis' ini terus diriwayatkan. Sampai-sampai, Karl Marx juga memahami dialektika Hegel sebagai 'tesis-antitesis-sintesis'. Marx kemudian mengkritik Hegel dari pemahaman tersebut.
Marx mengkritik dialektika Hegel (yang sebenarnya juga dia pakai terus) perlu dijungkirbalikkan. Soalnya, Dialektika Hegel seperti berjalan dengan kepala. Maksudnya, Hegel mendasarkan dialektikanya pada dunia ide, padahal seharusnya dialektika didasarkan pada benda (materialisme), ekonomi, hingga mode produksi dalam masyarakat.
(dnu/gbr)