INTERMESO

Merasakan Dunia Melambat Bareng Capybara

Di balik hiruk-pikuk Jakarta, ada ruang kecil tempat waktu terasa melambat, bersama capybara yang santai dan bikin gemas.

Interaksi antara Bobi dan Boba, dua capybara, dengan pemandu yang bertugas di Capyca Pet Cafe Fatmawati 

Foto : Melisa Mailoa/detikcom

Minggu, 7 Desember 2025

Jika ada hewan yang paling bertolak belakang dengan gaya hidup warga Jakarta, capybara mungkin berada di urutan teratas. Hewan pengerat terbesar di dunia ini dikenal karena sifatnya yang tenang, ramah, dan nyaris selalu terlihat santai. Ia tidak mudah terkejut, tidak agresif, dan hidup dengan ritme yang pelan. Citra ketenangan itu sampai membuat hewan semi akuatik asal Amerika Selatan ini viral di media sosial. Di Indonesia, ia dijuluki “masbro”, simbol hidup santuy tanpa banyak drama.

Mungkin karena terlalu lelah dengan gaya hidup yang serba cepat, kami jadi penasaran, bagaimana ya rasanya belajar santai langsung dari capybara? Dari situlah kami akhirnya datang ke cafe capybara bernama Capyca Pet Cafe di Fatmawati, Jakarta Selatan.

Sebelum bertemu dengan capybara, setiap pengunjung diwajibkan melakukan reservasi. Tiket masuk untuk sesi bermain dan berinteraksi dipatok Rp120 ribu per orang, dengan durasi satu jam. Jika ingin memberi makan, pengunjung bisa membeli satu boks pakan rumput seharga Rp20 ribu. Semua diatur agar interaksi berjalan aman, nyaman, dan tidak membuat hewan stres.

Suasana kafe langsung menyelimuti kami begitu melangkah masuk ke bangunan dua lantai itu. Di lantai pertama, Capyca Pet Cafe terasa seperti kafe pada umumnya, ada meja-meja kayu, etalase minuman, serta menu makanan yang terpajang di dinding. Deretan aksesori bertema capybara berjejer manis di area kafe, mulai dari boneka, tas, hingga berbagai pernak-pernik kecil yang menggoda untuk dibeli.

Begitu kami mengarah ke lantai dua, Bobi dan Boba, dua capybara penghuni Capyca Pet Cafe tampak sudah menunggu dengan tenang dari balik kandang. Capybara yang selama ini cuma jadi konten di FYP TikTok, sekarang betulan muncul di depan mata. Penampakan mereka sukses bikin kami meleleh. Rasanya ingin langsung mendekat, mengunyel-uyenyel gemas, dan lupa kalau ini bukan boneka. Tapi sebelum rasa gemas benar-benar mengambil alih, ada Tasya dan Rizky yang sudah sigap hadir sebagai ‘rem’ yang menyelamatkan kami dari euforia berlebihan.

Tampak depan Capyca Pet Cafe Fatmawati
Foto : Khatibul AzizyAlfairuz

Keduanya adalah pemandu yang mendampingi sesi kami selama satu jam ke depan. Dengan tenang, mereka menjelaskan bahwa berinteraksi dengan capybara tidak bisa sembarangan. Ada aturan yang harus dipatuhi agar capybara tetap merasa aman. “Untuk capybara kakaknya boleh pegang dari area kepala sampai setengah badan, area bokong tidak boleh dipegang karena area sensitif, nanti capybaranya kabur. Selama berinteraksi kakaknya harus tetap duduk, tidak boleh lari-lari, teriak-teriak, dan lompat-lompat, nanti capybara bisa stres,” jelas Tasya.

Tanpa banyak bertanya, kami pun mengangguk patuh. Setelah aturan dipahami, barulah Bobi dan Boba dilepas dari kandangnya. Mereka langsung berjalan pelan mendekati kami satu per satu. Warna bulunya kecokelatan, telinganya kecil, dan wajahnya datar. Saat akhirnya tangan kami menyentuh punggung mereka, sensasinya cukup mengejutkan. Bulunya tidak lembut seperti yang dibayangkan, justru terasa kasar, mirip sapu ijuk. Tasya tertawa kecil melihat ekspresi kami, lalu menjelaskan bahwa tekstur kasar itu adalah bentuk adaptasi capybara terhadap habitat aslinya yang dekat dengan air. Serat bulu yang kaku membantu menjaga tubuh mereka tetap kering meski sering berendam.

Bukan hanya bulunya yang unik, kaki capybara juga tak kalah menarik. Jari-jarinya menyatu sebagian, sekilas mirip kaki bebek. Struktur ini membuat mereka perenang yang andal sekaligus tangguh saat berjalan di lumpur atau tanah basah. Tapi di lantai kafe yang licin, kemampuan itu justru membuat mereka tampak sedikit kikuk. Sesekali Boba dan Bobi terpeleset kecil, lalu kembali berjalan pelan seolah tak terjadi apa-apa.

Dari situ pula kami mulai mengenali perbedaan karakter Bobi dan Boba. Boba, si betina, bertubuh lebih besar dan terlihat lebih kalem. Geraknya pelan, ekspresinya datar, benar-benar mencerminkan sifat capybara yang santuy. Sementara Bobi, capybara jantan, justru lebih usil dan aktif. Perbedaan itu paling terasa saat kami mulai memberi mereka makan. Boba menerima dengan sabar, mengunyah pelan tanpa terburu-buru. Sebaliknya, Bobi tampak tak sabar, ia mondar-mandir di sekitar kami, membidik kotak makanan di tangan, bahkan tak jarang mencoba merebut jatah milik Boba. Di balik pose santainya, capybara ternyata sangat serius soal makan. Satu boks rumput yang kami sodorkan bisa tandas tak sampai satu menit. Capybara adalah hewan herbivora, selain makan rumput, mereka juga doyan berbagai jenis tanaman air, buah-buahan, sampai kulit kayu.

Logo Capyca Cat Cafe Fatmawati

Foto : Melisa Mailoa/detikcom

Cafe capybara dengan sentuhan nuansa Jepang

Foto : Melisa Mailoa/detikcom


Hewan pengerat yang lucu dan menggemaskan

Foto : Melisa Mailoa/detikcom


Tasya, petugas di Capyca Pet Cafe, sedang memberi makan rumput kepada Bobi dan Boba

Foto : Melisa Mailoa/detikcom


Capybara dikenal karena sikapnya yang tenang dan toleran meski sedang berinteraksi dengan manusia

Foto :  Melisa Mailoa/detikcom


Selain memberi makan, kami juga diajak mencoba bentuk interaksi kecil yang tak kalah seru, yaitu dengan meniup pelan di telinga capybara. Kalau caranya pas, telinga mereka akan langsung berkibas. Selain itu, jika bulu di area belakang disentuh, sekujur tubuh mereka jadi mengembang dan bulunya akan berdiri seperti habis kena setrum. Refleks kecil ini yang sukses bikin kami merasa makin jatuh cinta.

Satu hal yang paling mencolok selama bermain bersama mereka adalah sifatnya yang benar-benar santuy. Mereka sama sekali tidak agresif, tidak mudah terkejut, dan terlihat nyaman berada di tengah manusia. Pengalaman ini diperkuat dengan pernyataan Dr. Elizabeth Congdon, pakar capybara bersertifikat dan asisten profesor di Universitas Bethune-Cookman, Florida. “Misalnya burung yang hinggap di tubuhnya, sampai kura-kura yang menjadikannya sebagai tempat berjemur. Ini menjadi bukti jika capybara adalah hewan yang tenang dan tidak agresif,” ungkap Dr Congdon, dikutip dari IFL Science. “Saya punya foto capybara yang ditunggangi burung, kura-kura berjemur di punggungnya saat tidur, dan ada banyak contoh di kebun binatang dan di penangkaran.”

Capybara merupakan mamalia yang termasuk dalam kelompok hewan pengerat, dan merupakan yang terbesar di kelasnya. Satwa ini merupakah hewan semi-akuatik yang berasal dari Amerika Selatan. Mereka dapat tumbuh dengan berat mencapai 66 kilogram dan panjang mencapai lebih dari satu meter. Wujudnya mengingatkan pada marmut dengan ukuran berkali-kali lipat lebih besar dengan dua gigi seri yang terus memanjang khas hewan pengerat.

Di sela-sela keasyikan bersama capybara, kami baru sadar bahwa bukan hanya Bobi dan Boba yang jadi pusat perhatian di tempat ini. Mereka adalah prairie dog, ukuran tubuh mereka jauh lebih mungil dibanding capybara. Tubuh mereka kecil, bulat, dengan tangan-tangan pendek yang lincah dan ekspresi wajah yang selalu tampak penasaran. Cara berdirinya yang sering bertumpu pada kaki belakang membuat mereka tampak seperti patung hidup yang selalu siaga.

Tiga prairie dogs sedang asik menyantap rumput
Foto : Melisa Mailoa/detikcom

Prairie dog sendiri sebenarnya masih satu keluarga dengan tupai dan berasal dari wilayah padang rumput Amerika Utara. Di alam liar, mereka hidup berkoloni besar di dalam liang-liang bawah tanah dan dikenal sangat sosial. Berbeda dengan capybara yang cenderung kalem dan baru bergerak cepat saat mencium bau makanan, prairie dog justru sangat manja. Begitu kami masuk ke area kandangnya, ketiganya langsung berlari menghampiri. Jika sudah menempel, mereka akan memanjat pelan di tubuh dan minta dielus. Saking nikmatnya dielus, ada yang terlelap di pangkuan. Kami jadi tidak tega membangunkannya padahal waktu bermain satu jam sudah habis. Rasanya seperti baru sebentar duduk, tahu-tahu sesi selesai. Di tempat ini, waktu benar-benar terasa melaju lebih cepat. Kami menutup sesi itu dengan berfoto bersama dengan hewan-hewan menggemaskan.

Turun ke cafe di lantai satu dengan perut yang mulai terasa kosong, kami memesan chicken katsu curry rice seharga Rp48 ribu dan sweet soy chicken rice dengan harga yang sama. Keduanya datang dengan porsi pas dan rasa yang nyaman di lidah, cocok sebagai penutup setelah sesi bermain yang cukup menguras energi. Untuk minuman, pilihannya beragam, mulai dari kopi hingga matcha, dengan harga di kisaran Rp28 ribu hingga Rp38 ribu. Sedangkan menu makanan berkisar antara Rp30 ribu sampai Rp48 ribu.

Konsep kafe capybara ini sejatinya bukan hal baru di dunia. Di Jepang, kafe dengan hewan-hewan eksotis seperti capybara, berang-berang, hingga burung hantu sudah lebih dulu populer, terutama di kota-kota besar seperti Tokyo dan Osaka. Di sanalah banyak orang kota mencari pelarian singkat dari hiruk-pikuk, cukup dengan duduk, minum teh, dan berinteraksi dengan hewan.

Capyca Pet Cafe membawa konsep itu ke Jakarta. Dari cabang pertama di PIK hingga kini hadir di Fatmawati, tempat ini disebut menjadi pelopor kafe capybara di Jakarta. Namun bagi yang ingin melihat capybara dengan alternatif yang lebih terjangkau, sebenarnya masih ada beberapa opsi lain di Jakarta dan sekitarnya. Misalnya di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan, pengunjung bisa melihat capybara. Di Lembang Park & Zoo, capybara juga menjadi salah satu satwa favorit pengunjung. Capybara juga hadir di Habitat Park SCBD, menambah daftar destinasi gemas di tengah hiruk-pikuk Jakarta.


Reporter: Khatibul Azizy Alfairuz
Penulis: Khatibul Azizy Alfairuz, Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Fuad Hasim

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE