INTERMESO

Dalam Takjil Kita Bersaudara

"Aku berburu takjil bareng sama teman-teman aku yang muslim. Mereka senang kalau belanja takjil sama aku, soalnya aku bisa nyobain."

Ilustrasi Foto: Para pedagang melayani pembeli makanan untuk berbuka puasa (takjil) di Pasar Takjil Bendungan Hilir (Benhil), Jakarta, Selasa, 12 Maret 2024 (Ari Saputra/detikcom) 

Sabtu, 23 Maret 2024

Aroma sedap gula merah yang sudah 'terkaramelisasi' menyeruak dari dalam ruko di Jalan Harapan Indah Raya, Kota Bekasi. Sejak pagi, Rita Permatasari, sang juru masak, sudah sibuk mengolah beraneka ragam takjil. Walaupun tidak ikut merayakan bulan suci Ramadan, wanita berdarah Tionghoa ini ikut menyemarakkan suasana dengan berjualan hidangan ringan untuk berbuka puasa.

Di kalangan per-takjilan, khususnya di Perumahan Harapan Indah, Wanita berusia 52 tahun ini bukan anak kemarin sore. Ia sudah berjualan takjil selama 26 tahun. Meski hanya berjualan secara khusus di bulan puasa, rasanya hampir semua orang di sana mengenal Kolak Rita. “Kemarin tahun 2023 mau pensiun, tapi orang-orang pada nyariin. Akhirnya saya mutusin  jualan lagi, deh,” ungkapnya kepada detikX beberapa hari lalu. Rita sudah berjualan takjil sejak harganya masih Rp 500 hingga kini Rp 12 ribu per bungkus.

Selama 26 tahun, Rita sudah berkali-kali pindah lokasi. Bermula dari lapak mungil nan sederhana hingga kini bertempat di halaman depan ruko sewaan. “Saking sudah dikenal orang, mau pindah ke mana saja tetap ramai. Di sini tempatnya lebih besar, parkirnya nyaman. Kalau dulu saya suka bikin macet sampai diomelin orang,” ucap ibu dari tiga orang anak ini.

Berbekal hobi di bidang masak memasak, Rita membuat lebih dari 20 jenis hidangan ringan berikut gorengan dan asinan. Rita tidak sendiri, ia dibantu 10 orang karyawan yang ia rekrut secara khusus di bulan Ramadan. Tugas mereka adalah membantu Rita dalam memasak dan melayani pembeli.

Pemandangan di tempat berjualan takjil "Kolak Rita"
Foto: Dok Pribadi Rita Permatasari

Biasanya Rita berbelanja bahan masakan di malam hari lalu mengolahnya di pagi hari. Untuk menu kolak pisang yang menjadi favorit pelanggannya, Rita sengaja menggunakan varietas pisang nangka. Menurutnya, pisang jenis ini memiliki sedikit rasa asam yang sangat cocok jika dipadukan dengan gula merah dan santan. “Saya kalau beli bahan ukurannya sudah sampai kuintal-kuintalan,” tutur Rita.

Meski sudah sengaja memasak dalam jumlah besar, barang dagangannya selalu ludes dilibas pembeli. Biasanya Rita membuka lapaknya pada pukul 13.00. Waktu berbuka masih lima jam lagi, namun satu per satu pembeli sudah mulai menggerubungi lapak Rita. Pelanggan yang datang awal-awal biasanya merupakan para ibu-ibu yang baru saja pulang seusai menjemput anak sekolah. Dan, tidak hanya kalangan muslim yang berpuasa yang menjadi konsumen Rita, melainkan juga nonmuslim.

“Di sini pembeli yang nonnuslim banyak, yang muslim juga banyak. Tapi memang lebih banyak nonuslim. Sampai ada pelanggan saya becanda, dia bilang ‘Cina semua yang belanja. Yang puasa siapa, dia malah ikut-ikutan’,” ungkap Rita sembari tertawa.

Demi mendapatkan kolak pisang bikinan Rita, para pelanggan setiap Kolak Rita, baik itu muslim maupun nonmuslim, rela berdesak-desakan dan main sikut-sikutan. Di hari pertama puasa, hanya dalam waktu tiga jam, seluruh makanan habis tak bersisa. Mereka yang tidak kebagian cuma bisa menggigit jari.

“Seru, tapi lelahnya ampun-ampunan. Kemarin suara saya sampai hilang. Sehari saya cuma tidur 5 jam. Tapi capeknya terbayarkan melihat pembeli pada antusias semua,” kata Rita yang sehari-hari menjadi ibu rumah tangga ini.

Supaya tidak kelabakan, Rita menurunkan anak-anaknya sebagai bala bantuan. Mereka membuat strategi baru supaya semua pembeli dapat terlayani dengan baik dan tidak saling adu urat leher. “Hari pertama puasa saya kacau karena yang datang langsung brek banyak. Saya bikin aturan harus order dulu dan bayar baru ambil pesanan. Di ruko kita pasang tali jemuran dan kertas orderannya dijepit di sana,” kata Rita.

Takjil diburu oleh warga di setiap bulan Ramadan tiba
Foto: Ari Saputra/detikcom 

Lezatnya biji salak dan kawan-kawannya tidak hanya menggoda iman kaum muslim yang tengah berpuasa. Felicia Lucita, karyawan swasta di Jakarta Selatan ini juga tidak ingin ketinggal ikut serta dalam 'war' takjil alias berburu takjil. Hanya di bulan ini, jajanan sore Felicia menjadi lebih beragam. Sejak pukul 15.00, Felicia sudah menandai lapak takjil mana yang akan ia sambangi.

“Aku berburu takjil bareng sama teman-teman aku yang muslim. Mereka senang kalau belanja takjil sama aku, soalnya aku bisa nyobain. Jadi bisa milih mana saja yang enak,” tutur perempuan berusia 24 tahun ini.

Aksi berburu takjil 'lintas agama' juga turut menjadi perbincangan hangat di media beberapa hari ini. Lelucon dan candaan mengenai masyarakat muslim dan nonnuslim yang saling ‘berebut’ takjil mewarnai fenomena ini. Salah satunya seperti ungkapan netizen ini, ‘Kepada penjual takjil yang terhormat tolong terapkan aturan memperlihatkan KTP sebelum membeli, saya capek war takjil kayak war tiket konser’. ‘Awas saja nanti saat Paskah gantian kami menghabiskan telur supaya telur paskah diganti Kinder Joy’.

Felicia merasa terhibur dengan banyolan para pengguna TikTok dan Twitter itu. “Nah, kalau kayak gini kita semua rasanya jadi adem. Pas buka puasa topik itu kita jadiin bahan becandaan,” ungkap Felicia yang setiap tahun tidak pernah absen berburu takjil.


Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho

[Widget:Baca Juga]
SHARE