Foto: Perempuan yang menjalani kawin kontrak di Puncak (Rifkianto Nugroho/detikcom)
Minggu, 20 Juni 2021Puncak adalah sebuah kawasan bak surga bagi para pelancong asal Timur Tengah. Pegunungan dengan udara yang dingin dan kaya akan hujan menjadi daya pikat bagi mereka. Destinasi yang menjadi lokasi wisata favorit wisatawan asing itu membentang dari Bogor hingga Cianjur, Jawa Barat. Daerah-daerah itu meliputi Cisarua, Cipanas, Pacet, dan Sukaresmi.
Seiring dengan kedatangan wisman Timur Tengah tersebut, gaya hidup di sekitar Puncak pun ikut berubah. Muncullah villa-villa, penginapan, dan restoran bergaya Arab. Saking banyaknya kuliner dan penjual jasa untuk memanjakan turis-turis dari Timur Tengah, sebuah kampung di perbatasan Kelurahan Tugu Utara dan Selatan, Cisarua, bahkan terkenal dengan sebutan Kampung Arab.
Budaya yang juga muncul seiring dengan maraknya turis dari Timur Tengah itu adalah kawin kontrak antara para pelancong dengan warga lokal. Entah sejak kapan praktik kawin kontrak mulai eksis di Puncak. Namun, Maman, bukan nama sebenarnya, seorang calo kawin kontrak, menyebut budaya itu mulai tumbuh pada tahun 2000-an.
“Sudah lama itu terjadi. Sejak tahun 2000-an lah dengarnya. Sudah marak di sini. Akhirnya menjadi gaya hidup. Menjadi cerita kebanggaan kalau bisa dapetin Arab,” ungkap warga Cianjur ini saat diwawancara tim detikcom di Bukit Cipendawa, Cianjur, Selasa, 15 Juni 2021, lalu.
Maman menekuni pekerjaan sebagai calo kawin kontrak selama dua tahun dari 2018-2020, ketika ia masih bekerja sebagai sopir di sebuah perusahaan travel. Pandemi COVID-19 memaksanya berhenti melakoni profesi itu. Sejak pandemi datang, wisman dari Timur Tengah makin jarang terlihat. Kawin kontrak pun jadi sepi dengan sendirinya.
Kampung Arab di Puncak
Foto : Rifkianto Nugroho/detikcom
Pekerjaan sebagai calo kawin kontrak pertama kali datang kepada Maman setelah ia dihubungi oleh temannya yang pernah bekerja sebagai pekerja migran di Arab Saudi. Ia dikabari oleh temanya itu soal adanya tamu dari Dubai (Uni Emirat Arab) yang bakal berlibur ke Puncak. Ia diminta mencarikan perempuan lokal yang mau dinikahi oleh turis Dubai itu.
“Sebelum dia ke Indonesia sudah menelepon ke teman dulu. Tanggal sekian mendarat. Dijemput di Bandara Soekarno-Hatta langsung dicarikan villa. Teman yang buat perjanjian, saya cuma deliver doang. Sesuai permintaan dia di Kota Bunga,” kata Maman yang sekarang bekerja sebagai sopir angkot di Cianjur.
Satu orderan pernah nerima hampir Rp 2,5 juta. Antar, tugas selesai, sudah beres, jemput."
Menurut Maman, turis dari Timur Tengah yang ngebet kawin kontrak punya ciri-ciri tertentu. Mereka biasanya datang sendiri atau bersama dua sampai tiga teman. Umurnya pun relatif masih muda, antara 35-45 tahun. Tujuan mereka memang mencari kepuasan di Puncak. “Liburan ada yang bawa keluarga, ada yang nggak. Kalau yang kawin kontrak itu sendiri atau bawa temennya dua-tiga orang,” jelas Maman.
Durasi kawin kontrak yang diinginkan wisatawan Timur Tengah umumnya menyesuaikan dengan masa berlaku visa atau tiket pesawat mereka. Selain memesan langsung kepada calo, biasanya mereka menghubungi kolega yang sudah lebih dulu tiba di Indonesia. Baru setelah itu mereka mengontak para calo untuk dicarikan calon istri.
Penikmat kawin kontrak rata-rata tak terlalu mempersoalkan tipe perempuan yang hendak mereka kawini. Tetapi umumnya mereka menyukai perempuan berparas cantik, pendiam, dan selalu menuruti kemauan mereka. “Belum pernah ada permintaan khusus dari si Arab. Misalnya minta gadis perawan. Yang ada saja,” ucap Maman.
Sebagai calo, tugas Maman sebatas mencarikan perempuan lokal yang mau dinikahkan. Ia mengaku tak turut campur dalam proses akad nikah, meski umumnya calo juga berperan sebagai saksi bayaran dalam akad nikah kontrak. Dari jasanya itu, Maman mengaku bisa mengantongi uang yang lumayan. “Satu orderan pernah menerima hampir Rp 2,5 juta. Antar, tugas selesai, sudah beres, jemput,” tutur Maman.
Ilustrasi kawin kontrak
Foto : Rifkianto Nugroho/detikcom
Maman menuturkan, kebanyakan lelaki Timur Tengah tak mau memiliki anak dari hasil kawin kontrak dengan perempuan Cianjur. Dalam perjanjian pun tak disebutkan secara tertulis bahwa mereka akan menafkahi anak dari hasil hubungan gelap itu. Biasanya, calon istri sudah memasang alat kontrasepsi sebelum kawin kontrak. Bila ‘kebobolan’, para lelaki dari Timur Tengah rata-rata menolak dimintai pertanggungjawaban.
Namun, di sisi lain, lelaki Arab dikenal royal ketika kawin kontrak. Mereka selalu memenuhi apapun permintaan istri instannya. Jalan-jalan ke mall, belanja ini-itu ke toko, bahkan sampai ada yang membelikan mesin cuci. Apabila kontrak kawinnya telah habis, tinggal si perempuan yang membawa barang-barang itu ke rumahnya masing-masing.
Sayangnya, beberapa kasus kawin kontrak berakhir kurang nyaman bagi pihak perempuan. Banyak yang menerima uang talak (cerai) tak sesuai perjanjian. Bahkan ada yang ditinggal begitu saja dan mereka diberitahu tahu kawin kontrak telah selesai dari mudir atau orang suruhan orang Arab. “Bahasa kita, jangan hubungi saya lagi, dikarenakan saya punya istri di sana,” begitu kata Maman.
Maman tak mau lagi menjadi calo atau melakukan antar jemput para pelaku kawin kontrak. Alasannya, ia sudah banyak melihat para perempuan yang dinikahkan secara kontrak bernasib kurang beruntung. Selain itu, dirinya memikirkan anak perempuannya yang masih kecil yang ia hidupi dari profesi calo pernikahan terlarang.
“Sudah nggak nyaman, pengin hidup bener. Saya juga merasakan punya anak cewek. Nggak pengin terjun sampai gini. Selain anak, sekarang ada hukum. Kalau ketahuan orang tua ceweknya kita yang kena, kita yang dilaporin,” akunya.
* * *
Praktik kawin kontrak menjadi ironi tersendiri di Cianjur, yang juga dijuluki sebagai ‘Kota Santri’. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cianjur telah melakukan kajian dan mudzakarah (musyawarah) pada 2015. Banyak temuan dan laporan dari masyarakat tentang kawin kontrak ini. Praktik ini paling banyak terjadi Cipanas, Sukaresmi dan Pacet.
“Berdasarkan penelitian di lapangan, yang namanya kawin kontrak itu, pertama, yang sangat janggal di sini tanpa adanya wali pun jalan. Wali boleh siapa saja. Sangat prinsip bagi Islam bahwa yang namanya wali itu multak adanya. Kalau tidak ada ayahnya diganti oleh kakeknya, bisa pamannya, atau wali hakim,” kata Wakil Ketua MUI Kabupaten Cianjur, H. Ahmad Yani kepada tim detikcom di kantornya, Rabu, 16 Juni 2021.
Ilustrasi kawin kontrak
Foto: Rifkianto Nugroho/detikcom
Ahmad menjelaskan, sejatinya sebuah perkawinan bertujuan untuk membangun keluarga yang sakinah, mawwadah dan warahmah. Artinya membangun kehidupan bersama antara lelaki dan perempuan dewasa yang sama agamanya tanpa dibatasi untuk terjadinya pemutusan hubungan atau seumur hidup. Jodoh semua di tangan Allah, tapi tidak boleh merencanakan untuk berpisah (cerai).
“Jadi misalnya kawin ini namanya juga kontrak ya, dilakukan sejak awal pernikahan dibatasi misalnya satu tahun, dua tahun atau tiga tahun. Pernikahan semacam ini di dalam paham agama batal perkawinannya,” tegas Ahmad.
Ahmad menambahkan, kawin kontrak atau kawin mut’ah hanya berlaku bagi kalangan yang memeluk mazhab Syiah. Namun, penganut mazhab Ahlu Sunnah Wal Jamaah (Suni) seperti di Indonesia mengharamkan kawin kontrak. Apalagi soal pernikahan yang resmi sesuai ajaran agama sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 1/1974 tentang Perkawinan.
Bab IV Pasal 14 dalam UU itu menyebutkan syarat atau rukun nikah harus ada pengantin laki-laki, pengantin perempuan, ada wali, ada saksi, ada ijab kabul antara wali dan pengantin wanita. Sedangkan di kawin kontrak, baik itu orang tua maupun saudara mempelai tidak ada yang tahu. “Oleh karena itu MUI Kabupaten Cianjur mengharamkan pernikahan mut’ah tersebut atau istilahnya kawin tamasya,” tegas Ahmad lagi.
Guna menyetop kawin kontrak, Bupati Cianjur Herman Suherman telah meneken Peraturan Bupati Tentang Pencegahan Kawin Kontrak pekan lalu. Penandatangan dan pengesahan Perbup sengaja dilakukan di kawasan Villa Kota Bunga, Desa Sukanagalih, Kecamatan Pacet, yang menjadi lokasi wisata favorit wisman dari Timur Tengah. “Sengaja di sini, biar aturan ini terdengar dan gaungnya sampai pada wisatawan asing agar tidak melakukan praktik kawin kontrak di Cianjur,” katanya.
Herman mengatakan, segera menyusun pembuatan Peraturan Daerah (Perda) yang khusus mengatur bentuk sanksi hukuman kepada para pelaku kawin kontrak. “Tentunya dibuatnya Perbup ini sifatnya melarang dan sanksi sosial. Kalau sanksi pidana adanya di Perda. Jadi pemanasan dulu, mungkin di Indonesia baru pertama,” pungkas Herman.
Reporter: Syailendra Hafiz Wiratama, Ismet Selamet (Cianjur)
Redaktur: M Rizal Maslan
Editor: Irwan Nugroho