INTERMESO

70 TAHUN MEGAWATI

Antara Megawati, Sukmawati, dan Rachmawati

“Ya, selamat ulang tahun kepada yang ulang tahun tanggal 23 Januari.”

Ilustrasi: Fuad Hasim

Rabu, 25 Januari 2017

So cool. Begitulah penilaian Sukmawati Soekarnoputri atas pribadi kakaknya, Megawati Soekarnoputri. Bagi Sukmawati, Megawati adalah tipe perempuan yang tenang dan tidak banyak bicara.

Namun, ketika berpidato di depan orang banyak, ia heran, Megawati berubah. Megawati pandai berbicara. Mungkin saja, kata Sukmawati, itu berkat peran suaminya, Taufiq Kiemas.

“Saya kira yang menyemangati Mas Taufiq, sehingga Mbak Mega berani tampil dan bicara dengan rakyat,” ujar Sukmawati seperti dikutip detikX dari buku Megawati: Anak Putra Sang Fajar.

Dilihat dari kepiawaiannya berbicara di depan publik itu, menurut Sukmawati, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu sudah memenuhi standar seorang politikus. Presiden ke-5 Republik Indonesia itu pun sudah bisa dijadikan contoh.

Namun ia juga mengkritik Megawati. Ia kecewa karena, saat menjadi presiden pada 2002-2004, Megawati kurang peduli terhadap perempuan. Tak banyak acara Presiden yang melibatkan kaum perempuan pada saat itu.

Sukmawati juga menilai Megawati kurang tegas dalam bersikap dan kurang demokratis. Misalnya ketika Soeharto dilengserkan pada 1998, Megawati terkesan kurang suka terhadap sikap anak-anak muda yang mendorong perubahan rezim itu.

(Dari kiri) Sri Sultan Hamengku Buwono X, KH Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan Amien Rais dalam Deklarasi Ciganjur, November 1998. 
Foto: repro buku Gerak dan Langkah

Dalam menindak penguasa Orde Baru, kata Sukmawati, Megawati tak beda jauh. Padahal banyak orang yang menilai Soeharto telah melakukan aneka kesalahan dan pelanggaran berat HAM. “Nothing,” kata Sukmawati.

Sikap tidak demokratis Megawati juga ditunjukkan ketika PDI Perjuangan menggelar kongres di Bali 2015. Masih saja tercetus calon tunggal untuk ketua umum dalam kongres itu, yang tak lain adalah Megawati sendiri. Padahal partai lain sudah menggelar konvensi.

Sama seperti Megawati, Sukmawati bergelut di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia semasa mudanya. Namun, ketika Megawati memilih bergabung dengan PDI pada 1987, Sukmawati tidak.

Sebab, waktu itu ada konsensus di dalam keluarga Sukarno yang digagas Guntur Soekarnoputra, putra tertua Sukarno. Mereka tidak akan berpolitik sebagai bentuk kekecewaan difusikannya partai bentukan Sukarno, Partai Nasional Indonesia (PNI), menjadi PDI.

Tapi Sukmawati kemudian berpolitik juga dengan menghidupkan kembali PNI pada 2002 melalui PNI Marhaenisme. Pada waktu yang sama, Rachmawati Soekarnoputri pun membentuk partai berbeda, Partai Pelopor.

Akan halnya Sukmawati, Rachmawati rajin mengkritik habis Megawati. Bahkan pernyataan-pernyataan Rachmawati terkait kakaknya menyiratkan adanya pertentangan yang sangat tajam.

Megawati di antara Presiden Joko Widodo dan Titiek Puspa dalam perayaan ulang tahunnya ke-70 di Taman Ismail Marzuki, Senin, 23 Januari 2017.
Foto: Rosa Panggabean/Antara Foto


Rachmawati mengakui keretakan hubungannya dengan Megawati bermula dari pelanggaran konsensus dalam keluarga Sukarno oleh Megawati pada 1980-an itu. Ia memprotes Guntur, namun jawaban yang ia dapatkan tak memuaskan.

Rachmawati pun sempat bertanya langsung, tapi Megawati hanya diam seribu bahasa. Ia curiga diajaknya trah Sukarno ke arena politik merupakan skenario orang dekat Soeharto, Jenderal L.B. Moerdani, untuk melemahkan kekuatan Islam.

“Harus digarisbawahi bahwa ajaran Bung Karno itu tidak untuk satu golongan, namun untuk banyak golongan,” kata Rachmawati kepada detikX di kediamannya, Jalan Jati Padang Nomor 54, Jakarta Selatan.

Rachmawati semakin kencang menyerang Megawati ketika Presiden Abdurrahman Wahid dilengserkan. Saat itu Rachmawati berpihak kepada Gus Dur. Serangan itu terus berlanjut saat Megawati menggantikan Gus Dur sebagai presiden.

Megawati lagi-lagi dianggapnya tidak menjalankan pemikiran Sukarno dengan mengamendemen Undang-Undang Dasar 1945 menjadi liberal-kapitalis. Dalam UUD 1945 yang diamendemen Megawati, telah terpisahkan antara UUD 1945 dan Pancasila.

Rachmawati juga masih memendam amarah kepada Megawati saat menjadi presiden karena mengeluarkan kebijakan release and discharge (surat keterangan lunas) bagi obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Kebijakan itu paling banyak menyedot keuangan negara.

Karena itu pula, Rachmawati berupaya melakukan perlawanan terhadap Megawati dengan mendirikan Partai Pelopor. Partai ini mendapatkan tiga kursi di Dewan Perwakilan Rakyat pada Pemilihan Umum 2004.

Guntur Soekarnoputra
Foto: Ari Saputra/detikcom

Rachmawati Soekarnoputri
Foto: Lamhot Aritonang/detikcom

Sukmawati Soekarnoputri
Foto: Rachman/detikcom

Namun Rachmawati mundur pada 2007 dan kemudian bergabung dengan Partai Nasional Demokrat. Terakhir ia pindah ke Partai Gerakan Indonesia Raya pimpinan Prabowo Subianto. Rachmawati didapuk sebagai Wakil Ketua Umum DPP Gerindra.

Perbedaan sikap dan pilihan politik tak menghalangi Sukmawati untuk bertemu dengan Megawati. Setidaknya, tiga kali dalam setahun, ia, Guntur, dan Megawati bertemu. Biasanya pada momen Idul Fitri, ulang tahun Guntur, dan ulang tahun Megawati, yang biasa dia sapa “Mbak Ega”.

Begitupun saat Megawati berulang tahun ke-70 pada Senin, 23 Januari 2017. Sukmawati menyempatkan diri menghadiri kenduri ulang tahun Megawati, yang digelar di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta.

Sedangkan Rachmawati jarang bertemu dengan Megawati. Apalagi setelah Joko Widodo diusung PDI Perjuangan menjadi calon presiden melawan Prabowo. “Terakhir waktu melayat Taufiq Kemas (2013) itu, saya bertemu Mega,” tutur Rachmawati.

Video: Budi Setiawan/20detik

Saat stafnya mengusulkan agar memberi ucapan selamat ulang tahun kepada Megawati, Rachmawati terlihat enggan. “Ya, tanggal 23 Januari, bagi siapa yang berulang tahun, selamat ulang tahun. Kan ada berapa? Tiga orang,” katanya sambil tertawa kecil.

Ketika diminta mengulang ucapan itu khusus untuk Megawati, ia berujar, “Buat Mega, buat Mbak Tutut (Siti Hardijanti Rukmana, anak Soeharto), selamat ulang tahun. Saya kan sama Mbak Tutut satu sekolah. Dia satu tahun di atas saya,” katanya.

Meski demikian, Rachmawati mengaku terbuka bila Megawati menginginkan bertemu dengannya untuk melakukan dialog. Melalui beberapa orang, pertemuan itu sebetulnya sering direncanakan, tapi belum terwujud.

“Silakan… silakan saja. Bahkan saya lewat beberapa orang saya sampaikan, ‘Silakan kalau Mega mau berdialog. Mari.’ Mungkin karena keengganan. Saya sih terbuka-terbuka saja,” ujarnya.


Reporter: Ibad Durohman, Irwan Nugroho
Redaktur: Deden Gunawan
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Fuad Hasim

Rubrik Intermeso mengupas sosok atau peristiwa bersejarah yang terkait dengan kekinian.

SHARE