CRIMESTORY

Kopi Maut di Meja Nomor 54

“Nggak enak banget, this is awful,” kata Mirna seraya menyodorkan kopi Vietnam kepada Jessica.

Ilustrasi: Edi Wahyono

Sabtu, 07 Oktober 2023 

Jessica Kumala Wongso berteman akrab dengan Wayan Mirna Salihin sejak mereka mulai kuliah desain dan komunikasi visual di Billy Blue College of Design, Sydney, Australia, pada 2005 hingga 2008. Setelah lulus, Jessica menetap di negeri Kangguru itu, karena mendapat pekerjaan sebagai desainer grafis di beberapa perusahaan, seperti di NSW Ambulance.

Sedangkan Mirna memilih pulang ke tanah air untuk mengaplikasikan hasil studinya itu di Jakarta. Dia sempat menjadi art director di Misca Design pada 2009 dan mendirikan perusahaan Monette Gifts and Favor di kawasan Jakarta Barat. Sejak itu, keduanya selalu berkomunikasi via telepon untuk merawat persahabatan.

Tetapi, hubungan pertemanan keduanya mulai renggang sejak pertengahan 2015. Semua berawal ketika Jessica curhat soal hubungan dengan pacarnya bernama Patrick bermasalah. Sebagai teman, Mirna menyarankan kepada Jessica untuk putus saja. Pasalnya, lelaki itu dianggap sebagai pengguna narkoba dan sering berperilaku kasar.

Menerima nasehat tersebut, Jessica bukan mencernanya dengan baik, tapi malah marah. Sejak saat itu, komunikasi di antara keduanya terputus. Jessica terobsesi untuk terus mempertahankan pacarnya, bagaimana pun caranya. Perempuan kelahiran Jakarta, 9 Oktober 1988, ini malah memiliki banyak catatan laporan di Kepolisian New South Wales (NSW) Australia.

Sepanjang tahun 2015, Jessica pernah dilaporkan mabuk sambil mengendarai mobil. Lalu ia juga dilaporkan beberapa kali percobaan bunuh diri. Juga dilaporkan oleh pacarnya karena mengancam teman wanitanya. Dari percobaan bunuh diri itu, Jessica sempat dilarikan ke rumah sakit karena mengalami gangguan kesehatan jiwa.

Jessica Wongso setelah menjalani pemeriksaan polisi pada 19 Januari 2016
Foto: Grandyos Zafna/detikcom 

Karena ulahnya itu, Jessica benar-benar diputus oleh pacarnya. Jessica tak terima kenyataan itu dan menumpahkan kemarahannya kepada Mirna, sahabatnya yang sempat menyarankan putus. Muncul niat di dalam hatinya untuk balas dendam dan melenyapkan nyawa Mirna. Untuk mewujudkan itu, dia pulang ke Indonesia pada 5 Desember 2015.

Saat itu, Jessica mencoba menjalin kontak kembali dengan Mirna. Upaya itu baru berhasil dilakukan setelah keduanya bertemu di salah satu kafe di kawasan Jakarta Utara, yang dihadiri Arief Setiawan, suami Mirna, pada 7 Desember 2015. Selayaknya pertemuan teman yang sudah lama tak berjumpa, mereka terlihat akrab.

Jessica mengusulkan kepada Mirna untuk membuat grup WhatsApp yang berisi teman-temannya semasa kuliah di Australia dengan nama ‘Billy Blue Day’ pada 15 Desember 2015. Selain mereka berdua, ada temannya yang masuk di dalam grup WA, seperti Hanie Juwita, dan Vera. Lalu Jessica mengusulkan mengadakan pertemuan lagi dan disepakati di Restoran Olivier, Grand Indonesia Shopping Town, Jakarta Pusat, pada 6 Januari 2016 pukul 18.30 WIB.

Jessica bilang akan mentraktir ketiga temannya itu untuk merayakan pernikahan Mirna yang dirinya tak sempat datang. Dia juga menyatakan akan terlebih dahulu berangkat ke restoran itu untuk memesan tempat. Tak lupa Jessica menanyakan minuman kegemaran ketiga temannya. Jessica datang ke restoran lebih awal pada pukul 15.30 WIB dan langsung memesan tempat di ruang bebas merokok.

Setelah memesan tempat melalui resepsionis restoran, Jessica langsung menuju toko Bath and Body Work yang terletak di lantai 1 mall yang sama. Dia lalu membeli sabun mandi dalam tiga paper bag. Pukul 16.14 WIB, Jessica kembali ke restoran dan diantar pelayan menuju meja nomor 54 yang sudah dipesan sebelumnya.

Jessica memesan terlebih dahulu minuman es kopi atau Vietnam Ice Coffee (VIC) kesukaan Mirna. Lalu dua minuman lain dipesannya, yaitu cocktail Old Fashion dan Sazerac, masing-masing untuk Hani dan Vera. Sedangkan Jessica hanya memesan air mineral botol kemasan, lalu membayar semuanya. Tak lama, semua minuman jadi dan dihidangkan di atas meja.

Rekaman CCTV saat Jessica Wongso memesan minuman untuk dirinya dan teman-temannya dan langsung close bill
Foto: Dok Detikcom

Saat itu, Jessica sempat menggeser posisi duduknya ke tengah. Lalu tiga paper bag diletakkan di atas meja dan menutup minuman di atas meja. Dari gerak-geriknya, seolah Jessica tak ingin apa yang dilakukannya dilihat orang lain di dalam restoran tersebut. Setelah itu, dia mengeser lagi posisi duduknya ke tempat semula.

Beberapa menit kemudian, Mirna dan Hanie tiba ke tempat itu  pukul 17.18 WIB. Mirna langsung duduk di bangku sofa persis di depannya gelas minuman VIC di atas meja. “Ini minuman siapa?” tanya Mirna seraya merapikan posisi duduknya di sofa tersebut.

“Ini buat lu Mir, kan lu bilang mau,” jawab Jessica. “Oh, ya ampun, untuk apa pesan dulu Maksud gue nanti aja pesannya, pas gue datang. Thank you udah dipesenin,”ucap Mirna tanpa curiga sedikit pun kepada temannya itu.

Mirna pun lantas menyeruput minumannya itu dengan sedotan yang sudah berada di dalam gelas. Sementara wajah Hanie sedikit berbeda melihat isi gelas yang dipegang Mirna. Dia sedikit curiga dengan warna minuman es kopi yang terlihat berwarna kuning. Sedetik kemudian, Mirna terlihat mengibas-ngibaskan tangannya di depan mulutnya ketika merasakan sensasi panas menyengat setelah minum cairan kopi tersebut.

“Nggak enak banget, this is awful,” kata Mirna seraya menyodorkan kopi Vietnam itu kepada Jessica. Tapi Jessica menolak untuk mencobanya. Hanie lalu berinisiatif mencium dan mencicipinya. Dia merasakan pahit dan sedikit panas serta pedas di lidahnya. Lalu gelas minuman VIC diletakkan kembali di atas meja. Belum lama obrolan dimulai, sekitar 2 menit kemudian, Mirna terlihat pingsan.

Kepalanya tersandar ke belakang sofa, mulutnya mengeluarkan buih busa, dan badannya kejang-kejang. Melihat hal itu, Hani membangunkan dan memanggil-manggil nama Mirna. Jessica saat itu hanya diam dan melihat tanpa bereaksi seperti yang dilakukan Hani. Hingga akhirnya beberapa karyawan restoran datang untuk menghampiri mereka dan menolong Mirna.

Polisi saat menggelar penyelidikan di Restoran Oliver Grand Indonesia, Jakarta Pusat, pada 19 Januari 2016
Foto: Pool

Karyawan restoran sempat mengernyitkan dahinya ketika melihat gelas berisi es kopi yang telah diminum Mirna. Mereka merasa aneh dengan warna kuning seperti kunyit, beda dengan warna minuman VIC yang seharusnya berwarna cokelat susu. Salah satu karyawan lalu mengamankan minuman itu untuk diperiksa sesuai SOP di restoran itu.

Karyawan restoran, Hanie, Reva, dan Jessica lalu membawa Mirna dengan kursi roda menuju Klinik Damayanti cabang Grand Indonesia di lantai LG. Tiba di klinik pukul 17.30 WIB, dokter jaga yang bertugas memeriksa Mirna sudah seperti orang pingsan, badannya agak kaku, tapi masih bernafas. 15 menit kemudian, suami Mirna tiba di lokasi dan membawa istrinya ke RS Abdi Waluyo, Jalan HOS Cokroaminoto, Jakarta Pusat.

Tiba di rumah sakit tersebut pukul 18.00 WIB, dokter jaga langsung memeriksa kondisi Mirna. Nadinya sudah tak teraba. Nafas dan detak jantungnya sudah tidak ada. Dokter pun memberikan nafas buatan serta resusitasi (pompa jantung dan paru) selama 15 menit, tapi tak kunjung memperlihatkan hasilnya. Hingga akhirnya dokter menyatakan perempuan kelahiran 30 Maret 1988 itu meninggal dunia pada pukul 18.30 WIB.

Merasa ada kejanggalan dengan kematian Mirna, ayahnya, Edi Dharmawan Salihin, yang merupakan bos sebuah perusahaan kargo bernama PT Fajar Indah Cakra Cemerlang, melapor ke Polsek Metro Tanah Abang. Awalnya, pihak keluarga menolak dilakukan autopsi, tapi akhirnya mengizinkan polisi mengambil sampel dari tubuh Mirna. Jenazah Mirna lalu dimakamkan oleh keluarganya di TPU Gunung Gadung, Cipaku, Bogor Selatan, Kota Bogor, pada 10 Januari 2016.

Dari hasil visum et repertum (VeR) No. Pol: R/007/1/2016/Rumkit Bhayangkara tanggal 10 Januari 2016, ditemukan bibir Mirna berubah warna menjadi biru dan lambungnya mengalami kelainan akibat bahan korosif. Sedangkan dari hasil pemeriksaan Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri bernomor LAB:086.A/KTA/2016 tanggal 21 Januari 2016 disimpulkan, sisa minuman es kopi Vietnam dalam gelas positif mengandung zat beracun, yaitu ion sianida (CN) sebanyak 7.400 mg/l atau setara NaCN (Natrium Sianida) 14 g/l dengan PH 13,0.

Pada lambung mengandung zat beracun ion sianida sebanyak 0,20 mg/l dengan PH 5,5. Ahli toksikologi Dr. Nursamran Subandi menyimpulkan, sianida bersifat korosif terhadap bahan-bahan yang terpapar, di mana jumlah sianida yang terkandung dalam VIC yang diminum Mirna adalah ± 298 mg. Jumlah jauh lebih besar dari lethal dosis (LDlo) sianida (NaCN) untuk manusia dengan bobot 60 kg yang hanya 171,42 mg.

Jessica Wongso saat menjalani sidang pada 26 September 2026
Foto: Ari Saputra/detikcom 

Atas dasar itu, dr. Arief Wahyono dan dr. Slamet Poernomo, Sp.F, selaku ahli kedokteran forensik, menyimpulkan, penyebab kematian Mirna adalah karena sianida yang jauh lebih besar dari lethal dosis (LDlo), sehingga menyebabkan erosi pada lambungnya. Karena ada dugaan tindak pidana, polisi meningkatkan status perkara ke penyidikan. Polisi memeriksa rekaman CCTV, saksi seperti Jessica, Hanie, Vera, keluarga Mirna dan para pegawai restoran Olivier.

Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan, polisi pun merasa yakin dan menetapkan Jessica sebagai tersangka pada 29 Januari 2016. Dia ditangkap polisi ketika berada di sebuah hotel di kawasan Jakarta Utara pada 30 Januari 2016. Padahal Jessica selama beberapa hari sempat menjadi narasumber di televisi swasta yang membahas kematian temannya itu.

Jessica juga menjalani serangkaian tes kejiwaan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) untuk mengetahui motif di balik pembunuhan tersebut. Jessica lalu menjalani persidangan perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 15 Juni 2016. Dia dituntut jaksa atas pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman masimal pidana mati sesuai Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Setelah menjalani persidangan sebanyak 32 kali, akhirnya majelis hakim PN Jakarta Pusat memutuskan Jessica Wongso bersalah atas pembunuhan berencana terhadap Mirna dengan motif sakit hati. Hakim menjatuhi vonis hukuman 20 tahun penjara seperti dituangkan dalam putusan Nomor 777/Pid.B/2016/PN.JKT.PST, Kamis, 27 Oktober 2016.

Tak puas dengan vonis tersebut, Jessica mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Namun, kembali, majelis hakim PN Jakarta memutuskan menolak banding dan menguatkan putusan PN Jakarta Pusat yang menghukumnya 20 tahun penjara seperti tercantum dalam putusan bernomor 393/PID/2016/PT.DKI pada 7 Maret 2017.

Masih tak puas, Jessica mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun, permohonan kasasinya ditolak MA pada 21 Juni 2017 seperti dituangkan dalam putusannya bernomor 498/Pid/2017. Melalui kuasa hukumnya, Jessica juga mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) ke MA, tapi upaya terakhir ini pun kadas. MA menolak permohonan PK bernomor register 69 PK/PID/2018 itu pada 3 Desember 2018.

Hingga kini, Jessica masih mendekam di dalam sel Rumah Tahanan (Rutan) Pondok Bambu. Bila sesuai vonisnya, Jessica akan bebas pada 2036 mendatang.


Reporter: Rahmat Khairurizqi
Redaktur: M Rizal
Editor: Irwan Nugroho

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE