CRIME STORY
Sebuah apartemen di Kelapa Gading menjadi markas kelompok begal asal Lampung. Sang komandan tewas didor polisi.
Ilustrasi: Edi Wahyono
Senin, 26 September 2016Menjelang tengah malam pada awal September ini, Rahmat dan Ningsih terjaga oleh bunyi tiga letusan pistol. Teriakan perintah menyerah terlontar susul-menyusul diikuti suara gaduh orang-orang berlarian. Dari balik tirai, ketua rukun tetangga di Jalan Kebagusan I, Ciganjur, Jakarta Selatan, itu melihat lampu rotator milik polisi menyala berkilat-kilat. Sejumlah mobil sengaja diparkir menyilang, menutup ruas jalan. Sementara itu, di sebuah warung kopi, sejumlah polisi berpakaian preman sedang bercengkerama.
“Pas ke luar rumah, saya lihat mayat tergeletak di tengah jalan sedang ditutupi. Saya enggak lihat bekas darah, padahal luka tembaknya di bagian dada,” kata Rahmat saat ditemui detikX sepekan setelah kejadian.
Belakangan, diketahui identitas mayat itu adalah Diki Fernando, yang dianggap sebagai pemimpin kelompok begal motor asal Lampung. Dia tewas di tempat setelah bagian dadanya diterjang timah panas milik polisi karena melawan. Sedangkan dua tersangka begal lainnya, Agung Purwanto dan Heri Irawan, mengalami luka tembak di bagian kaki kiri.
Dari obrolan dengan beberapa petugas yang bergerombol di warung kopi, kata Rahmat, tembak-menembak terjadi karena para tersangka melawan polisi. Mereka sempat berteriak lantang, “Saya atau polisi yang mati.”
Baca Juga : Rambut Dipangkas, Motor Dirampas
Saya berteriak-teriak minta tolong dan penjahatnya jelas ada di depan mata, tapi warga sekitar pada cuek. Ini menyedihkan banget.”
Sri Hartanto Khaeron, korban perampasan sepeda motorKarena para tersangka membawa senjata dan melakukan perlawanan, polisi tak mau ambil risiko. Tembakan balasan diarahkan kepada mereka. “Salah satu pelaku tertembak, lalu meninggal, dan dua orang pelaku lainnya mengalami luka tembak di kaki sebelah kiri," kata Ajun Komisaris Besar Hendy F. Kurniawan dari Kepolisian Daerah Metro Jaya, 2 September lalu.
Menurut Rahmat, orang-orang itu menempati sebuah rumah kosong yang sebetulnya sudah lama dijual oleh pemiliknya. Sehari-hari mereka tak pernah bergaul dengan warga kanan-kiri. Kalaupun keluar dari rumah, mereka mengenakan helm, sehingga wajahnya tidak terlihat.
Hendy mengungkapkan, penangkapan kelompok begal bersenjata api itu berawal dari laporan Sri Hartanto Khaeron, yang ditodong pistol saat berada di pangkas rambut Laksana, kawasan Bangka, Jakarta Selatan. Total ada tujuh tersangka pelaku yang biasa beroperasi melakukan pembegalan dengan sepeda motor.
Sebelum melumpuhkan tiga tersangka di Kebagusan, polisi menyergap empat tersangka di Apartemen Gading Nias, Jakarta Utara. Mereka adalah Sopian Prayoga, Muhammad David Kasidi, Tantowi Dadang, dan Thernando Davila. Dari keterangan mereka, diketahui masih ada tiga orang lagi komplotan itu yang bersembunyi di Kebagusan. “Satu tersangka lainnya masih kami lacak keberadaannya,” ujar Hendy. Mereka akan dijerat dengan Pasal 365 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan. “Ancaman hukuman maksimal 9 tahun penjara.”
* * *
Kalau sampai terjadi tindak kriminal dan para pengojek tidak tahu atau cuek, ya diancem-ancem sedikitlah supaya mereka peduli.”
Sri Hartanto Khaeron, korban perampasan sepeda motorTanpa mengurangi rasa terima kasih dan apresiasi terhadap langkah cepat polisi menciduk para tersangka, Sri Hartanto Khaeron (Anto) kepada detikX mengungkapkan sejumlah catatan. Ke depan, ia berharap polisi meningkatkan upaya pembinaan terhadap warga maupun komunitas-komunitas yang ada untuk lebih peduli terhadap lingkungan dan kondisi sekitar. Hal ini penting karena, dari pengalamannya, ia merasa banyak warga sekarang ini dihinggapi “penyakit” individualistis.
“Saya berteriak-teriak minta tolong dan penjahatnya jelas ada di depan mata, tapi warga sekitar pada cuek. Ini menyedihkan banget,” ujar Anto.
Komunitas pengojek yang biasa mangkal di tempat-tempat tertentu, dia melanjutkan, bisa menjadi salah satu pihak yang dibina polisi mewujudkan community policing. Saat mereka kongko dan kemudian ada sesuatu yang mencurigakan atau meminta tolong, mereka bisa spontan memberikan pertolongan.
“Saya kira polisi bisa membina mereka. Kalau sampai terjadi tindak kriminal dan para pengojek tidak tahu atau cuek, ya diancem-ancem sedikitlah supaya mereka peduli,” ujar Anto.
Selain itu, kebijakan wajib lapor terhadap mereka yang pernah bertindak kriminal, kata dia, sebaiknya tidak cuma formalitas. Sebab, menilik kasus pembegalan oleh kelompok Lampung itu, ternyata dari rekam jejaknya mereka adalah residivis. “Mereka itu orang kambuhan kata polisi.”
Reporter/Penulis: Rizky Ramandhika (magang)
Editor: Sudrajat
Desainer:Fuad Hasim
Rubrik Crime Story mengulas kasus-kasus kriminal yang menghebohkan, dikemas dalam bahasa bercerita atau bertutur, dilengkapi dengan gambar ilustrasi yang menarik.