Politikus PPP Syaifullah Tamliha merespons munculnya surat desakan dari Dewan Majelis PPP meminta Plt Ketum Mardiono dkk segera menggelar Muktamar evaluasi hasil Pemilu 2024. Tamliha menolak sikap yang dilayangkan dewan majelis itu.
"Surat semacam itu jangan 'dibudayakan' dalam tubuh PPP. Mekanisme pergantian Ketum PPP sudah terperinci dalam AD/ART PPP, sehingga PPP tidak terjebak dalam politik oligarki yang hanya kalangan elite partai tertentu yang membuat keputusan tanpa melibatkan akar rumput," kata Tamliha kepada wartawan, Selasa (18/6/2024).
Loyalis eks Ketum PPP Suharso Monoarfa ini mengungkit proses pergantian ketum di PPP era Suryadharma Ali dan Romahurmuziy atau Rommy yang menurutnya membawa kemunduran pada Partai Kakbah itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Cukup sudah pergantian Suryadharma Ali dan Suharso Monoarfa sebab Ketua Umum hasil Muktamar dipecat di tengah jalan yang berakibat kursi DPR RI terjun bebas dari 39 kursi 2014 menjadi 19 kursi saat dipimpin Romahurmuziy 2019," ujar Tamliha.
"Dan saat ini setelah Suharso dipecat oleh 'mukernas abal-Abal' malah tidak lolos PT. Pelakunya hanyalah segelintir elite yang oportunis dan pragmatis yang masuk PPP dengan 'menjebol Kakbah dari belakang'," lanjutnya.
Tamliha pun menyerahkan respons desakan itu kepada pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP. Kendati demikian, dia menyebut Rapimnas PPP telah menolak apa yang disarankan oleh dewan majelis.
"Namanya juga pertimbangan, terserah pengurus harian untuk melaksanakan atau tidak. Yang jelas Rapimnas yang dihadiri oleh DPW se-Indonesia terkesan menolak saran dan pendapat oknum-oknum majelis," kata dia.
Simak juga Video: Sandiaga Bicara 'Keberlanjutan' Jika Anies Maju Pilgub Jakarta Lagi