Anggota Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Maqdir Ismail, mengutip hadis saat bertanya ke ahli dari kubu Prabowo-Gibran, Abdul Chair Ramadhan, dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK). Maqdir bertanya apakah agama mengajarkan pejabat menempatkan anak sebagai penggantinya.
Sidang sengketa Pilpres 2024 ini digelar di ruang sidang MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (4/4/2024). Sidang dengan agenda mendengar ahli dan saksi dari kubu Prabowo-Gibran selaku pihak terkait dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo.
Awalnya, Ahli Hukum Tata Negara Abdul Chair Ramadhan memberikan pernyataan tentang kewenangan MK. Menurutnya, keadilan harus ditempatkan sesuai pada tempatnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam pandangan Islam, keadilan itu menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya. Dengan demikian harus tepat, harus patut, harus sesuai penempatan," kata Abdul.
Hal tersebut kemudian yang ditanggapi oleh Maqdir Ismail dalam sesi tanya jawab. Maqdir bertanya terkait apakah Gibran lebih layak dari Yusril Ihza Mahendra sebagai Wakil Presiden. Yusril merupakan bagian dari Tim Hukum Prabowo-Gibran yang bersidang mewakili pihak terkait.
"Apakah Gibran lebih pantas dari Prof Yusril misalnya untuk jadi Wakil Presiden," kata Maqdir.
Menurut Maqdir, hal itu dia pertanyakan karena Abdul menyinggung soal kepatutan dan kepantasan. Maqdir kemudian menyinggung undang-undang yang diubah untuk mengakomodir pencalonan Gibran.
"Kedua, yang saya tanya ke saudraa ahli. Saudara ahli tadi menerangkan bagaimana hukum Islam menempatkan keadilan ya, bahwa keadilan itu harus diletakkan pada tempatnya. Saya setuju dengan itu," kata Maqdir.
"Pertanyaan saya begini, ketika seseorang yang mempunyai kekuasaan, mau menempatkan anaknya dalam posisi tertentu karena dia sudah tidak berhasil untuk meraih atau memperpanjang kekuasaan itu, apakah menurut ahli tindakan seperti ini yang mengubah undang-undang melalui satu putusan yang cacat secara hukum, dan secara logis juga tidak tepat, ini masih bisa kita katakan merupakan satu tindakan untuk mendapatkan keadilan?" sambungnya.
Dia lalu mengutip salah satu hadis. Maqdir mempertanyakan apakah menurut agama, seorang pejabat negara diperkenankan menempatkan anaknya sebagai pengganti kekuasaan.
"Karena saya tahu misalnya kita tahu bahwa nabi pernah menyampaikan satu hadis kalau anaknya itu mencuri, Fatimah itu, akan dia potong tangannya. Sampai seperti itu. Pertanyaan saya adalah terkait dengan ini apakah memang ada petunjuk dari agama kita yang memperkenankan seorang pejabat negara, seorang penguasa untuk menempatkan anaknya sebagai pengganti dari dirinya?" ujarnya.