Sekretaris PPLN Bantah Lobi Parpol Tambah Komposisi Metode KSK di KL

Sekretaris PPLN Bantah Lobi Parpol Tambah Komposisi Metode KSK di KL

Mulia Budi - detikNews
Selasa, 19 Mar 2024 03:47 WIB
Sidang kasus pemalsuan data pemilih Pemilu 2024 PPLN Kuala Lumpur (Mulai/detikcom)
Foto: Sidang kasus pemalsuan data pemilih Pemilu 2024 PPLN Kuala Lumpur (Mulai/detikcom)
Jakarta -

Sekretaris Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur (KL) Hendra Purnama Iskandar membantah melakukan lobi ke perwakilan partai politik untuk menambah komposisi metode kotak suara keliling (KSK) di KL, Malaysia. Hendra mengaku menemui perwakilan Partai NasDem Tengku Adnan dan Partai Perindo Tohong untuk menjembatani komunikasi antara perwakilan parpol dan anggota PPLN yang ketika itu tak terjadi kesepakatan.

"Pada saat itu kami berjalan menghampiri Pak Adnan dan Pak Tohong, untuk membangun komunikasi, menjembatani, tidak adanya komunikasi antara PPLN dan teman-teman dari parpol," kata Hendra Purnama Iskandar yang hadir secara virtual saat diperiksa sebagai saksi kasus tersebut di PN Jakpus, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (18/3/2024).

Hendra mengatakan ia menghampiri Adnan dan Tohong saat rapat pleno terbuka pada 21 Juni 2023. Menurutnya, saat itu perwakilan parpol tak setuju dengan angka sekitar 270 ribu pemilih yang bakal ditetapkan untuk DPT akan menggunakan metode Tempat Pemungutan Suara (TPS).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi sejak awal itu memang pertemuan PPLN tidak bisa memutuskan bahwa DPT itu bisa disahkan karena dari parpol itu, khusunya disampaikan Pak Adnan, tidak bisa menerima dengan jumlah DPT TPS yang terlalu besar. Yang bersangkutan menginginkan adanya perubahan. Jadi, TPS nya jangan terlalu besar. TPS-nya jangan, itu terlalu besar, itu sudah pasti tidak akan ada yang datang ke TPS," ujarnya.

Dia mengaku tak ingin keributan dan perdebatan antara perwakilan parpol dan PPLN terus berlanjut. Dia lalu menjembatani komunikasi antara perwakilan parpol dan PPLN dengan menawarkan perubahan metode pemungutan suara menjadi KSK.

ADVERTISEMENT

"Sepemahaman saya, kalau ke pos, tadi sebagaimana dijelaskan oleh Ketua PPLN, metodenya sudah beda. Ini bisa-bisa justru yang alamatnya kurang jelas, dikirim ke pos, tidak sampai. Akhirnya disampaikan, 'Gimana kalau KSK?' Tanya, 'KSK apa memungkinkan?', ya memungkinkan, 50 ribu katanya," ujar Hendra menirukan percakapan.

Dia mengatakan hasil diskusi dengan perwakilan parpol terkait permintaan perubahan metode itu kemudian disampaikan ke anggota PPLN dan Panwaslu KL. Singkat cerita, dia mengatakan hasil rapat pleno memutuskan perubahan metode dari TPS ke KSK.

"Ini parpol meminta untuk diakomodir ada 50 ribu, saya tidak dalam posisi untuk memutuskan, saya hanya menyampaikan saja. Jadi, ini silakan kalau memang bisa dipertimbangkan silakan, kalau tidak kita sampaikan lagi ke dewan pleno. Sehingga masuk ke pleno jangan hanya diam saja lagi, ribut lagi, untuk apa. Jadi gitu, jadi ada Panwas, ada PPLN. Setelah sekian berunding akhirnya keluar lagi PPLN. Pak Umar selaku Ketua PPLN menyampaikan, ini untuk menghindari deadlock, harus diambil jalan tengah, tetap disampaikan itu kebanyakan 270 ribu, harus pindah. Oke. Lalu disampaikan, bagaimana kalau pindah 50 ribu. Ke pos? Bukan. Ke KSK. Nah di situlah akhirnya tepuk tangan, selesai," tutur Hendra.

Simak Video 'Status 7 Anggota Eks PPLN Kuala Lumpur Kasus soal Pemilu 2024':

[Gambas:Video 20detik]



Perwakilan Parpol Sebut Sekretaris PPLN Lobi Tambah Komposisi Metode KSK

Sebelumnya, jaksa menghadirkan perwakilan partai politik (parpol) dari NasDem, Tengku Adnan, sebagai saksi di kasus dugaan pemalsuan data dan daftar pemilih Pemilu 2024 oleh tujuh terdakwa Panitia Pemilihan Luar Negeri Kuala Lumpur, (PPLN KL), Malaysia. Adnan menyebut lobi penambahan komposisi metode kotak suara keliling (KSK) pada DPT Kuala Lumpur dilakukan sekretaris PPLN bukan parpol.

Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan kasus dugaan pemalsuan data dan daftar pemilih Pemilu 2024 Kuala Lumpur, saat Adnan diperiksa sebagai saksi pada kasus tersebut yang digelar di PN Tipikor Jakarta, Jumat (15/3/2024).

Mulanya, kuasa hukum terdakwa tujuh, Masduki, yakni Akbar Hidayatullah bertanya proses perubahan data pemilih potensial (DP4) menjadi data pemilih sementara (DPS) yang dilakukan PPLN Kuala Lumpur.

"Bagaimana DP4 itu dieliminasi menjadi DPS?" tanya Akbar Hidayatullah dalam persidangan.

"Ketentuannya kan ada, artinya yang tercoklit. Pleno kami ketika itu 5 April. Artinya masa kerja Pantarlih masih sampai tanggal 11 April. Ada waktu lebih kurang 6 hari, seminggu ke depan. Kalau seandainya pleno ini tanggal 11, maka tidak ada lagi yang bisa kita perbuat untuk memperbaiki segala macam itu. Artinya, permintaan kami ketika itu, ya ini mumpung masih ada waktu sampai tanggal 11, silakan dicoklit semaksimal mungkin," jawab Adnan.

Akbar kemudian bertanya terkait lobi penambahan komposisi metode KSK pada DPT KL yang disebut dilakukan perwakilan partai politik dalam sebuah rapat pleno. Adnan mengklaim lobi itu justru dilakukan oleh sekretaris PPLN ke perwakilan parpol.

"Pertanyaan terakhir, Yang Mulia, soal ada tadi dari Panwaslu kalau tidak salah, ada katanya lobi-lobi baik di pleno DPS, DPSHP, dan DPT, antara PPLN dan partai politik. Silakan saudara saksi klarifikasi, apakah lobi-lobi yang dimaksud dalam arti negatif atau lobi-lobi yang memang beralasan, rasional gitu?" tanya Akbar.

"Seingat kami, kami tidak pernah melobi PPLN di dalam pleno atau di luar ruang pleno. Tetapi, ketika DPT yang terakhir pleno itu, kami yang didekati oleh PPLN melalui sekretarisnya. Kami, partai politik yang hadir ketika itu, tidak pernah melobi, tetapi menyampaikan semua pandangan, kritikan, di tengah berjalannya pleno. Pendapat, kritikan, saran, semua di tengah berjalannya pleno. Di tengah-tengah skorsing, istirahat, tidak pernah ada, tetapi ketika itu sekretaris PPLN yang mendekati kami untuk supaya ada pergeseran seperti yang disampaikan tadi di awal," jawab Adnan.

Ketua majelis hakim Buyung Dwikora mendalami jawaban Adnan terkait lobi tersebut. Adnan menerangkan peralihan sejumlah surat suara dari metode TPS ke KSK merupakan tawaran dari sekretaris PPLN bernama Hendra.

"Isinya apa lobi dari PPLN itu?" tanya hakim Buyung Dwikora.

"Sekretaris PPLN ketika itu menyampaikan itu kan sudah hampir 5 jam Yang Mulia, biasa kan pleno 2 jam selesai, ini waktu sudah hampir jam 1 pagi ketika itu ya sudah supaya ini nggak terlalu panjang, gimana kalau seandainya DPT TPS yang 270 ribu something ini digeser 10 ribu ke KSK. Itu tawaran sekretaris PPLN," jawab Adnan.

"Dijawab oleh Ketua Perindo, Tohong, 'Jangan Pak, terlalu sedikit kalau segitu yang dipindahkan, terlalu gede TPS. TPS itu kan selama ini yang datang sekitar 30, 40, atau maksimal 50 ribu, toh sisa surat suaranya sayang, jadi bungkus nasi lemak, daripada terbuang begitu saja, kan begitu kan, jauh lebih baik itu dibawa ke kotak suara keliling, kan banyak titik masyarakat Indonesia yang ada di mana-mana kan jauh lebih mudah datang'. Nah, Pak Hendra masih bertahan, Tohong masih bertahan, saya di tengah-tengah ketika itu. Ya sudah, 50 ribu saja geser. Akhirnya Pak Hendra setuju, dia masuk ke ruangan PPLN. Nggak lama, pimpin lagi pleno, dipimpin oleh PPLN, geser. Dari 276 ribu TPS jadi 222 ribu dan 50 ribunya bergeser ke KSK. Menjadi 76 ribu dari 17 ribu. Begitu Yang Mulia," imbuh Adnan.

Kuasa hukum terdakwa lain kembali menanyakan hal yang sama. Adnan menegaskan lobi terkait peralihan dari metode TPS ke KSK merupakan tawaran dari sekretaris PPLN bukan perwakilan parpol.

(mib/dek)



Hide Ads