PDIP menjadi partai yang unggul dalam hitung cepat tetapi calon presiden yang mereka usung, Ganjar Pranowo justru mendapat suara terendah. Lembaga survei LSI Denny JA menyebut ini akibat fenomena split ticket voting. Apa itu split ticket voting?
Penjelasan terkait split ticket voting pernah ditulis oleh guru besar ilmu politik Universitas Gajah Mada (UGM) Prof. Dr. Ichlasul Amal dkk dalam tulisan berjudul 'Split Ticket Voting dan Faktor-faktor yang Menjelaskannya pada Pileg & Pilpres 2014'. Tulisan ini dipublikasikan lewat situs jurnal online UGM.
Dalam tulisan itu dijelaskan bahwa split-ticket voting adalah fenomena yang lahir akibat adanya bermacam pemilihan, seperti misalnya pemilihan legislatif (DPR) dan pemilihan eksekutif (presiden). Jika pemilih memilih calon yang berbeda untuk beberapa jenis pemilihan itu, disebut sebagai split-ticket voting (Kang, 2006:82).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai contoh, seorang pemilih memilih Partai Golkar, sementara untuk pemilu presiden, memilih calon yang diusung oleh Partai Demokrat. Di sini pemilih membagi suara (split) untuk bermacam partai pada beberapa jenis pemilihan.
Dijelaskan lebih lanjut bahwa fenomena split-ticket voting ini kerap terjadi di pemilu Indonesia pasca Orde Baru. Sedangkan di Amerika Serikat dan Eropa kajian split-ticket voting sudah cukup lama dan karena itu telah terbangun sejumlah teori dominan.
Secara umum, sejumlah teori melihat pemecahan suara (split) adalah bagian dari strategi pemilih dengan tujuan tertentu. Misalnya untuk moderasi atau keseimbangan ideologi, untuk memuaskan kebutuhan pemilih yang beragam, cara pemilihan yang berbeda, menciptakan kontrol di pemerintahan (check and balances) atau karena memenuhi ekspektasi pesan kampanye (pemasaran politik).
Simak Video 'Ganjar: Bukan soal Ikhlas atau Tidak, Penghitungan Belum Selesai':
Analisis Penyebab PDIP Unggul Tapi Suara Ganjar Rendah
Sebagaimana diketahui, dalam hitung cepat sejumlah lembaga survei dan termasuk LSI Denny JA, pasangan capres dan cawapres nomor urut 2, Prabowo-Gibran, unggul. Sedangkan dalam kategori pileg, PDIP unggul dari partai-partai lainnya dengan.
Peneliti senior LSI Denny JA, Adjie Alfaraby, mengatakan faktor pertama terjadinya hal itu ialah fenomena split ticket voting. Fenomena itu terjadi khususnya di PDIP.
"Mengapa terjadi perbedaan pemenang pilpres dengan pemenang pemilu legislatif? Alasan pertama yang kami temukan pada perilaku pemilih sebagai split ticket voting. Split ticket voting ini dalam survei yang kita kerjakan di akhir Januari sampai 6 Februari 2024 ini menunjukkan split ticket voting terjadi di beberapa partai, khususnya terjadi di PDIP," kata Adjie dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring di YouTube LSI Denny JA, Kamis (15/2/2024).
Ardie lalu mencontohkan dua wilayah terjadinya fenomena split ticket voting yang terdapat di Jawa Tengah dan Bali. Di dua daerah tersebut pasangan Prabowo-Gibran unggul dalam pilpres, tapi PDIP unggul dalam pileg.
"Survei terakhir kita menunjukkan dari pemilih PDIP ada 32,80 persen yang memilih Prabowo-Gibran, sementara 60,40 persen tetap pilih Ganjar-Mahfud. Begitu juga dengan PKB, di PKB ada 30,50 persen memilih pasangan Prabowo-Gibran, sementara yang ke Anies 46 persen," katanya.
Menurut Ardie, fenomena split ticket voting ini terjadi karena banyaknya jenis pemilihan di Indonesia. Dia mengatakan semakin banyak jenis pemilihan akan membuat para pemilih memisahkan pilihannya sesuai kategori pemilihan.
"Fenomena split ticket voting terjadi dalam pemilu yang banyak atau banyak jenis pemilihannya. Termasuk di kita karena ada pemilu legislatif, pemilu presiden, sehingga terjadi split ticket voting yang dilakukan secara sengaja oleh pemilih. Karena pemilih menilai mana capres yang mereka pilih, mana partai yang mereka pilih," ujar Ardie.
(rdp/imk)