Ramai 'Dirty Vote', Yusril Ingatkan Warga Agar Tidak Terpecah Belah

Ramai 'Dirty Vote', Yusril Ingatkan Warga Agar Tidak Terpecah Belah

Dwi Andayani - detikNews
Selasa, 13 Feb 2024 22:54 WIB
Yusril Diperiksa Jadi Saksi Meringankan Firli di Polda Metro Jaya
Foto: Yusril (Chelsea Olivia Daffa)
Jakarta -

Guru besar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, menilai bahwa film 'Dirty Vote' tak bisa disebut sebagai dokumenter. Sebab menurutnya konten utama dalam tayangan tersebut berisi cuplikan pemberitaan dan tanggapan pakar hukum.

"Ketiga pakar tersebut mengomentari berbagai hal yang terjadi dari berbagai pemberitaan, kemudian mereka memberikan pendapat. Ya pendapat itu bisa ditafsirkan oleh banyak orang, termasuk adanya kemungkinan kecurangan Pemilu 2024," kata Yusril dalam keterangan tertulisnya, Selasa (13/2/2024).

Yusril juga menyoroti waktu perilisan film yang ditayangkan pada masa tenang menjelang hari pemilihan. Oleh sebab itu, ia menyebut wajar jika beberapa orang menilai film itu sebagai propaganda.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada yang mengatakan ini 'Dirty Vote' versus 'Dirty Propaganda'. Satu judul film mengatakan soal pemilu yang kotor, satunya lagi soal propaganda kotor terhadap pihak tertentu yang berasa di seberang dari si pembuat film," ujar dia.

Yusril, yang juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), menyebut politik sebagai sesuatu yang dinamis. Sehingga, sangat wajar apabila ada orang yang semula mengaku tidak tertarik pada politik, kemudian ikut meramaikan pesta demokrasi.

ADVERTISEMENT

"Saya melihat itu sebenarnya normal saja. Bisa juga kita katakan politik itu dinamis. Mungkin satu ketika anak presiden belum tertarik pada dunia politik, tapi sekarang bisa saja berubah dan tertarik masuk ke dalam dunia politik," kata Yusril.

Ia juga menyebut isi film tersebut banyak dipertanyakan lantaran tidak berimbangnya tokoh yang ditampilkan. Meski bergitu ia menyebut bahwa film tersebut adalah bagian dari kebebeasan berekspresi.

"Sehingga wajar saja orang bertanya-tanya ini film sponsornya siapa, membawa pesan paslon tertentu atau tidak," tegas Yusril.

"Tayangan film ini kita hormati sebagai kebebasan berekspresi. Orang berbeda pendapat itu normal saja. Kalau tiga orang akademisi yang muncul dalam tayangan itu mengkritisi pemilu, toh orang juga bisa mengkritisi terhadap pandangan yang mereka sampaikan," tuturnya.

Yusril lantas mengingatkan agar masyarakat tidak terpecah belah. Sebab menurutnya perbedaan pendapat dan pilihan adalah hal yang lumrah, sehingga harus disikapi dengan bijaksana.

"Semoga masyarakat luas berpikir jernih dan objektif dan menilai bahwa pemilu tidak akan 100% ideal seperti yang kita harapkan. Kemungkinan kekurangan di sana sini itu akan terjadi, tidak dapat kita hindari. Tapi paling penting adalah pemilu yang benar-benar jujur dan adil seperti yang diamanatkan oleh UUD NRI 1945 dan UU Pemilu dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya," jelas Yusril.

(dwia/dwia)



Hide Ads