Politikus PDIP Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau Ahok menyentil kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka. Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud memastikan tak ada arahan terkait pernyataan Ahok tersebut.
Sebagaimana diketahui, video Ahok bertanya soal kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka viral di media sosial (medsos). Politikus PDIP menjelaskan maksud perkataan Ahok tersebut.
Dalam video viral seperti dilihat pada Rabu (7/2), seorang ibu menyampaikan anggota keluarganya memilih pasangan nomor urut 2 Prabowo-Gibran. Ahok kemudian menjelaskan tidak ingin memilih presiden yang tidak sehat, emosional, dan tidak bisa kerja, Ahok khawatir jika tiba-tiba Gibran yang naik jabatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Lagi pula kita khawatir kalau tiba-tiba Gibran yang naik," kata Ahok di atas panggung dengan latar gambar pasangan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud Md.
Menurut ibu tersebut, justru bagus jika Gibran yang naik jabatan. Namun, Ahok mempertanyakan bukti Gibran bisa kerja sekaligus menyinggung soal Jokowi dianggap bisa kerja.
"Tapi presiden kalau cuma 2 tahun, karakter teruji kalau ada kekuasaan. Sekarang saya mau tanya, di mana ada bukti Gibran bisa kerja selama wali kota? Terus ibu kira Pak Jokowi juga bisa kerja?" ujar Ahok.
Ahok dalam video tersebut sesungguhnya enggan bicara hal itu dalam forum terbuka. Namun, menurutnya tak adil jika memilih presiden tak berdasarkan kemampuan kerja.
"Nah makanya kita bisa berdebat itu, saya lebih tahu, makanya saya nggak enak ngomong depan umum. Tapi kalau ibu mau pilih Pak Prabowo pun itu hak ibu. Tapi saya mau sampaikan juga, tidak fair kalau kita pilih presiden bukan berdasarkan kemampuan kerja," ucap Ahok.
Maksud Sentilan Ahok
Sementara itu, politikus PDIP Ima Mahdiah menjelaskan maksud ucapan Ahok 'di mana bukti Gibran bisa kerja'. Menurut Ima, rekam jejak Gibran belum teruji selama menjabat.
"Yang dimaksud oleh Pak Ahok adalah Gibran itu baru menjadi wali kota selama kurang dari 4 tahun saja. Tanpa pengalaman legislatif, dan pengalaman eksekutif yang baru seumur jagung, sekarang berlaga di pilpres, sehingga rekam jejaknya masih sangat minim untuk memimpin 230 juta rakyat Indonesia," ujar Ima kepada wartawan.
![]() |
Ucapan Ahok, menurut Ima, senada dengan pernyataan Jokowi pada tahun lalu. Yakni pernyataan Jokowi soal Gibran baru menjabat di Solo sehingga belum tepat maju sebagai cawapres.
"Hal ini senada dengan komentar Pak Jokowi pada Mei 2023 lalu yang bilang bahwa saat itu Gibran masih 2 tahun jadi wali kota sehingga tidak logis jika dicalonkan sebagai calon wakil presiden. Kira-kira seperti itu maksud perkataan Pak Ahok yang saya tangkap," imbuhnya.
Bagaimana tanggapan TKN? Baca halaman selanjutnya.
Balasan TKN
Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran membalas sentilan Ahok ini. Wakil Sekretaris TKN Prabowo-Gibran Michael Umbas menyebut kinerja Gibran lebih mumpuni dibandingkan Ahok saat menjabat sebagai Komut Pertamina.
"Saya kira Pak Ahok justru harus berkaca bahwa kinerja Mas Gibran malah lebih teruji ketimbang kinerja Pak Ahok sebagai Komut Pertamina," kata Umbas kepada wartawan, Rabu (7/2).
Umbas menyebut Ahok digaji besar sebagai seorang Komut. Namun, disebut Ahok tak mampu memberantas mafia di tubuh Pertamina.
"Mas Gibran punya banyak bukti nyata keberhasilan di Solo, sementara Pak Ahok sebagai Komut Pertamina tidak mampu memberangus mafia solar, elpiji dan banyak kasus lain di internal Pertamina padahal beliau digaji sangat besar," ujar Umbas.
"Jadi sekali lagi tolong berkaca diri baru mengomentari kinerja orang lain. Apalagi mau membandingkan Pak Jokowi, tentu sangat tidak berdasar, tetapi omon-omon ala Ahok aja. Kalau Jokowi tidak bisa kerja, tidak mungkin publik memberi approval rating yang tinggi hingga 80-an persen," ucapnya.
Sementara itu, Sekretaris TKN Prabowo-Gibran, Nusron Wahid, mengkritik ucapan Ahok ini. Nusron menuding Ahok suka bikin gaduh dan punya penyakit megalomania.
"Ya mas, standard Pak Ahok. Kalau nggak ngomong dan nggak komentar, sakit. Saya kan dulu timnya," kata Nusron saat dihubungi, Rabu (7/2).
Nusron menyebut Ahok memang punya kebiasaan untuk membuat gaduh. Bahkan, menurutnya, Ahok seperti punya penyakit megalomania.
"Jadi paham. Dari dulu memang suka buat gaduh. Kadang malah dia ga tahu apa yang dia katakan. Lupa habis itu. Dia itu mungkin kena penyakit megalomania, merasa dia yang paling hebat sedunia," ucapnya.
![]() |
Kritik senada juga disampaikan Waketum Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto. Yandri meminta Ahok untuk introspeksi diri.
"Namanya orang yang nggak dukung Prabowo-Gibran kan biasa berkomentar begitu kan. Biasa itu nggak usah terlalu kita risaukan dan itu bagian dari kepanikan Ahok kali, karena dia tahu mau kalah dan kita menyakini Prabowo-Gibran bisa kerja kok, ya kan," kata Yandri kepada wartawan, Rabu (7/2).
Yandri mengatakan semestinya Ahok introspeksi diri sebelum berkomentar. Ia mempertanyakan prestasi Ahok selama memimpin DKI Jakarta dan menjadi Komisaris Utama PT Pertamina (Persero).
"Dia selama ini bisa kerja nggak gitu loh, ya kan, kan nggak juga kan. Apa prestasi Ahok kan nggak ada juga gitu loh, nggak ada prestasi Ahok, nggak ada. Apa prestasinya? Pertamina juga kan nggak bisa kan dia memperbaiki Pertamina, kan nggak bisa," tutur Yandri.
Ada juga mantan politisi PDIP, Budiman Sudjatmiko, yang turut buka suara terkait pernyataan Ahok ini. Budiman menyinggung Ahok yang lupa diri bisa jadi tokoh karena Jokowi.
"Kalau dianggap Pak Jokowi tidak bisa kerja, Saya kira Pak Ahok lupa bahwa dia menjadi tokoh itu sebagian karena kerja Pak Jokowi," kata Budiman dilansir detikSumut.
Selain itu, dia menyampaikan Jokowi pernah menang bersama Ahok sebagai gubernur. Oleh karena itu, ia menganggap Ahok tak perlu bertanya kepada orang tua, pendeta, kakak, serta lainnya terkait apakah Jokowi bisa kerja atau tidak.
"Tapi dia hanya perlu bertanya ke hati nuraninya sendiri. Itu saja yang mau saya sampaikan kepada sahabat saya Basuki Tjahaja Purnama," sebutnya.
TPN Pastikan Tak Ada Arahan Soal Ucapan Ahok
Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Arsjad Rasjid, mengaku tak ada arahan soal pernyataan tersebut. Dia menilai pernyataan itu dari hati Ahok.
"Tidak ada arahan-arahan. Pak Ahok is pak Ahok, itulah beliau. Dan kami tetap menghormati apa yang diberikan, tapi kami selalu balik lagi, itu bukan dorongan dari kami, tapi mungkin itu dari hati dan energinya Pak Ahok yang besar sekali," kata Arsjad pada wartawan di Kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (7/2).
![]() |
Pihaknya pun tak merasa khawatir terhadap sikap Ahok itu. Ia pun membebaskan pendukung Ganjar-Mahfud untuk berekspresi dan mengeluarkan energinya untuk kepentingan demokrasi.
"Buat kami, semua orang kan ingin menyuarakan. Semua ingin mengeluarkan energi mereka, ya itu namanya demokrasi. Itulah acara orang berbeda-beda," ujarnya.
Kritik untuk Ahok
Kritik atas ucapan Ahok ini juga disampaikan oleh aktivis 1998 Rahmat Hidayat Pulungan. Rahmat mengaku ironi sebab Ahok telah banyak mendapat privilege dari Jokowi.
"Ahok ini orang yang paling banyak mendapat privilege selama Jokowi berkuasa mulai dari Gubernur DKI sampai menjabat presiden. Di ujung kekuasaannya Jokowi, Ahok mulai serang Jokowi secara sporadis. Kayaknya di mata Ahok itu Jokowi nggak ada benarnya," kata Rahmat kepada wartawan, Rabu (7/2).
Rahmat menilai Ahok kurang berkaca. Menurutnya, Ahok seperti orang yang memakan soto dan berteriak tidak enak saat sudah habis.
"Ahok ini satu aja kurangnya, kurang ngaca. Seolah-olah kebenaran hanya milik dia. Ibarat orang makan soto, sudah habis 2 mangkok tinggal tulang, baru teriak-teriak sotonya kurang enak," ujarnya.
Rahmat lantas mengatakan Ahok tidak memiliki keistimewaan. Saat memimpin Jakarta pun, Rahmat menyebut Ahok lebih banyak gimik.
"Ahok itu biasa aja, tidak istimewa. Selama jadi gubernur mulai ngurus negara sampai rumah tangga lebih banyak gimik daripada subtansinya. Lebih banyak dramanya. Waktu dia maju Gubernur DKI kalau tidak ada Jokowi paling 3% yang milih dia," ucapnya.
(rdp/rdp)