Presiden Joko Widodo (Jokowi) bicara soal ratio utang Indonesia yang sempat disinggung di debat pilpres ketiga. Mengacu pada undang-undang, Jokowi menyebut ratio gross domestic product (GDP) atau produk domestik bruto (PDB) yang aman maksimal 60%.
"Ya kalau kita, kita ini di pemerintahan dalam berbangsa dan bernegara itu semuanya mengacu pada undang-undang. Undang-undang kan memperbolehkan sampai maksimal 60%," kata Jokowi di sela kunjungan kerjanya di Serang, Banten, Senin (8/1/2024).
Jokowi menilai angka GDP Indonesia saat ini masih di bawah 40% sehingga masih terbilang aman. Jokowi lantas membandingkan dengan negara lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dan kita juga harus melihat bahwa utang kita dibanding dengan GDP itu masih pada kondisi baik dan aman lah, masih di bawah 40% kan," ujarnya.
"Ingat di negara besar itu sudah 260%, ada yang 220%, di tetangga kita nggak saya sebut negaranya ada yang 120%, ada yang 66%," lanjutnya.
Jokowi menekankan yang terpenting utang harus dipakai untuk kepentingan yang produktif. Sehingga negara membayar utang tersebut.
"Saya kira yang paling penting utang itu harus dipakai untuk kepentingan-kepentingan yang produktif, yang bisa memberikan return kepada negara sehingga negara bisa membayarnya, dengan juga ada kenaikan GDP kita dari tahun ke tahun, periode ke periode saya kira yang penting itu," ujarnya.
Perihal ratio GDP ini sempat disinging capres nomor urut 1 Anies Baswedan dalam debat ketiga. Anies awalnya merespons pernyataan capres nomor urut 2 Prabowo Subianto yang menyebut utang Indonesia termasuk yang terendah di dunia berdasarkan rasio perbandingan PDB.
Anies kemudian bertanya berapa persentase ideal utang Indonesia bisa disebut terendah di dunia.
"Sebaiknya disebutkan berapa persentase yang ideal, Pak, untuk kita di Indonesia. Kalau hanya mengatakan kita termasuk yang terbaik, berapa angkanya," kata Anies di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (7/1).
Anies menilai Indonesia perlu mencapai angka 30 persen dari GDP untuk berada di posisi aman. Anies menyebut perlu memperbesar GDP.
"Menurut hemat kami, kita harus bisa mencapai maksimal angka 30% dari GDP. Sehingga kita aman di bawah 30% dan itu caranya apa? Dengan, satu, menatap utangnya. Yang kedua memperbesar GDP-nya," ujarnya.
Anies menyampaikan, selain itu, perlu ada pengembangan kreatif dalam skema mencari utang luar negeri. Dia menyebut juga perlu ada perluasan wajib pajak untuk memperkuat GDP.
"Yang tidak kalah penting adalah melakukan pengembangan. Skema-skema yang lebih kreatif dalam mencari utang luar negeri, termasuk pelibatan swasta. Lalu memastikan bahwa ada perluasan wajib pajak yang harapannya nanti memperkuat GDP kita di samping mengurangi kebocoran pajak," ujarnya.
(eva/rfs)