Perpolitikan Tanah Air memanas di 2023. Banyak fenomena politik panas yang tercatat terjadi sepanjang tahun 2023.
Direktur Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno bahkan menyebut 2023 sebagai prahara politik. Dia mencatat ada 4 hal besar yang terjadi sepanjang tahun jelang Pemilu 2024.
"Pertama, yang paling fenomena tentu pecah kongsi antara Jokowi dan PDIP. Itu fakta politik paling menghentak sepanjang 2023. Dunia seakan berhenti sejenak seakan tak percaya dengan realitas politik yang terjadi ini. Jokowi nikung tajam tanpa ada yang bisa menerka sebelumnya," kata Adi kepada wartawan, Jumat (29/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyebut fakta itu mengagetkan Tanah Air lantaran 23 tahun sudah Jokowi dan PDIP bersama. Namun, kini itu semua sirna setelah putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, memutuskan posisi berseberangan dengan PDIP.
"Tak bisa dibayangkan kebersamaan Jokowi dengan PDIP selama 23 tahun sirna di pilpres 2024. Jokowi memilih jalan lain merestui Gibran maju sebagai pendamping Prabowo. Sikap politik yang bersebrangan dengan PDIP yang memuluskan Ganjar sebagai capres. Retak Jokowi dan PDIP menjadi penanda paling keras terjadinya huru-hara politik 2023," ucapnya.
Fenomena kedua yang terjadi, kata Adi, yakni bergabungnya Jokowi dan Prabowo. Memang dukungan itu tak pernah disampaikan secara langsung oleh Jokowi, namun menurutnya publik dapat membaca hal tersebut.
"Jokowi memang tak pernah secara terbuka menyatakan dukungan ke Prabowo, tapi posisi Gibran tentu menjadi teks politik tersirat betapa Jokowi pastinya dukung Prabowo di Pilpres bukan Ganjar jagoan PDIP. Meski publik memahami bahwa sejak awal Jokowi terlihat lebih nyaman bersama dengan Prabowo melalui sejumlah event atau billboard yang terpampang di sejumlah tempat strategis. Menandakan Jokowi sejak awal sebenarnya lebih mengendorse Prabowo sebagai jagoan pilpres," ujar dia.
Adi juga berbicara soal putusan MK yang disebutnya sebagai fenomena politik 2023. Kemudian, Adi menyebut fenomena terakhir yakni terkait matinya ideologi politik koalisi pilpres.
Menurutnya, ini terbukti dari bergabungnya Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar yang punya basis pendukung saling bertolakbelakang.
"Publik tahu bahwa Anies dan Muhaimin mewakili dua ekstrem yang sukar diterabas. Anies dinilai sebagai sosok yang merepresentasikan kelompok cingkrang yang diasosiasikan sebagai kelompok Islam kanan. Sementara Muhaimin kelompok Islam nusantara yang moderat dan inklusif yang selama ini bermusuhan," kata Adi.
"Pilpres menyatukan dua kubu ini. Bahkan kalau mau ditarik ke belakang lagi, koalisi Jokowi dan Prabowo menjadi bukti paling sahih. Simbol cebong dan kampret menyatu dalam satu kepentingan bersama," jelas dia.
(maa/gbr)