Komunitas Difabel Temui Mahfud, Minta Akses Kesehatan-Pekerjaan Diperbaiki

Komunitas Difabel Temui Mahfud, Minta Akses Kesehatan-Pekerjaan Diperbaiki

Tiara Aliya Azzahra - detikNews
Jumat, 15 Des 2023 01:50 WIB
Mahfud Md temui komunitas difabel (Tiara/detikcom)
Foto: Mahfud Md temui komunitas difabel (Tiara/detikcom)
Jakarta -

Cawapres nomor urut 3 Mahfud Md menerima kunjungan perwakilan komunitas difabel di Posko Teuku Umar 9, Jakarta Pusat. Mahfud berdialog hingga mendengarkan aspirasi serta keluhan para penyandang disabilitas mulai dari masalah kesehatan hingga aksesbilitas.

Salah satu perwakilan difabel bernama Fira mencurahkan isi hatinya kepada Mahfud. Fira mengaku menjadi perempuan penyandang disabilitas kerap dihadapi diskriminasi bertubi-tubi.

"Aspirasi saya karena teman-teman disabilitas perempuan memiliki triple discrimination. Sebagai seorang perempuan rentan terhadap isu kekerasan berbasis gender. Kemudian masih minimnya akses dan adanya budaya patriaki yang saya harapkan untuk pekerjaan dan kesejahteraan, kesehatan teman-teman disabilitas pada umumnya," kata Fira dalam acara tersebut, Kamis (14/12/2023) malam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Aduan lainnya datang dari Iis, ibu dari anak cerebral palsy kategori parah. Kepada Mahfud, Iis merasa kesulitan ketika menyiapkan peralatan bantu anaknya. Sebab, pengadaan alat bantu bagi cerebral palsy selama ini tak dibantu oleh BPJS.

"Karena alat bantu yang sangat vital kebutuhannya untuk anak-anak ini itu tidak dicover BPJS juga sangat minim bantuan Kemensos ini. Kalaupun ada, tidak sesuai. Contohnya kursi roda bu Yeti kan kursi roda standar untuk traveling, tapi untuk kursi roda anak-anak seperti ini berbeda, karena harus ada seatbelt, penyangga leher, jadi kustom sekali dan itu diperjuangkan oleh kami sendiri orang tua, tidak ada dari BPJS ataupun asurasi swasta sekalipun. Jadi memang cukup berat, cukup mahal. Karena kebutuhannya wajib tak bisa digantikan," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Selain itu, ia juga menyoroti minimnya akses kesehatan serta pendidikan bagi penyandang disabilitas. Serta, kondisi transportasi umum di Indonesia yang belum sepenuhnya ramah bagi disabilitas.

"Bahkan yang memungkinkan bisa berkendara tanpa kendaraan pribadi di Jabodetabek baru MRT, Commuter Line dan lain lain belum bisa," ujarnya.

Perwakilan disabilitas lainnya bernama Putri mengeluhkan jaminan kerja bagi penyandang disabilitas. Putri menyebut teman-teman sesama disabilitas kesulitan menjadi karyawan tetap di suatu perusahaan.

"Aspirasi saya lebih ke kesempatan jadi karyawan tetap bagi penyandang disabilitas sangat sangat minim. Beberapa teman-teman saya dikontrak hanya beberapa bulan, memenuhi kuota selesai," terangnya.

"Lebih ke disabilitas punya kemampuan kok. Jadi lebih ke teman-teman disabilitas dikasih kesempatan berkontribusi di satu perusahaan," tambahnya.

Respons Mahfud Md

Mahfud Md pun mengaku akan menampung aspirasi dari para perwakilan komunitas difabel. Mahfud memandang kebijakan terkait disabilitas tak bisa diseragamkan.

"Pertama, saya menyampaikan rasa empati, turut merasakan kepedihan dari para penyandang disabilitas beserta para pengasuhnya dan pendampingnya yang tentu saja tidak mudah menelan kenyataan yang tak bisa terhindarkan. Oleh sebab itu, ini tentu menjdi perhatian kita semua, terutama akses-akses. Nanti kita tata kembali dan inventarisir masalahnya. Karena disabilitas tidak sembarang disabilitas sehingga dibuat kebijakan seragam. Ya kan?" Kata Mahfud.

Mahfud menekankan setiap orang berhak memperoleh perlindungan dan pelayanan. Menurutnya, negara telah hadir melalui perubahan nomenklatur penyebutan kelompok penyandang cacat menjadi disabilitas.

"Sekarang kita tidak boleh lagi secara hukum menyebut penyandang cacat karena itu dianggap sebagai penghinaan," tegasnya.

Sementara masalah lapangan, Mahfud memandang saat ini pemerintah telah meminta perusahaan memberikan kesempatan yang sama bagi disabilitas. Hanya saja, Mahfud mengakui implementasi di lapangan tidaklah mudah.

"Pemerintah sudah menggariskan setiap lapangan pekerjaan baik di pemerintah maupun swasta harus ada kuota untuk disabilitas sesuai kemampuan masing-masing. Tapi di lapangan tidak mudah. Ada dikontrak abis. Dan menimbulkan ketidakpastian dan masalah baru. Ini kita tata ulang," imbuhnya.

(taa/ygs)



Hide Ads