Reaksi Sana-sini Usai Mega Singgung 'Baru Berkuasa Mau Seperti Orba'

Reaksi Sana-sini Usai Mega Singgung 'Baru Berkuasa Mau Seperti Orba'

Tim detikcom - detikNews
Rabu, 29 Nov 2023 08:34 WIB
Megawati Soekarnoputri dalam pengarahannya di acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Relawan Ganjar-Mahfud se-Pulau Jawa, di JIExpo, Senin (27/11/2023).
Foto: Megawati Soekarnoputri (Dok. PDIP)
Jakarta -

Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri menyinggung pihak yang baru berkuasa mau bertindak seperti Orde Baru (Orba). Pernyataan Megawati ini lantas menimbulkan reakasi dari banyak pihak.

Diketahui Megawati sebelumnya menghadiri Rakornas Relawan Ganjar-Mahfud di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat. Megawati menyemangati relawan untuk memenangkan pasangan Ganjar-Mahfud.

"Mestinya Ibu (menceritakan dirinya sendiri) nggak boleh ngomong gitu, tapi sudah jengkel. Tahu nggak, kenapa? Republik penuh dengan pengorbanan, tahu tidak? Kenapa sekarang kalian yang baru berkuasa itu mau bertindak seperti zaman Orde Baru?" kata Megawati ketika memberi arahan di rakornas relawan Ganjar-Mahfud di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (27/11).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Benar tidak? Merdekaaa, merdeka, merdeka. Menang kita...? Ganjar-Mahfud satu putaran...?" imbuh Mega disambut riuh para relawan.

Pernyataan ini menimbulkan reaksi, berikut beberapa tanggapan dari berbagai pihak.

ADVERTISEMENT

Cak Imin Ungkit Pembiaran Proses Usai Putusan MK

Calon wakil presiden Koalisi Perubahan, Muhaimin Iskandar (Cak Imin), menilai ungkapkan itu muncul karena ada kerisauan kecurangan jelang Pemilu 2024.

"Ya ini semua kan diawali dari Mahkamah kode etik MK itu, dari situ muaranya. Muara itu yang membuat kemudian orang khawatir terjadi kecurangan, khawatir terjadi Pemilu yang tidak fair, kemudian berbagai warning-warning itu muncul," kata Cak Imin kepada wartawan di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (28/11/2023).

Cak Imin menyinggung soal keresahan yang disampaikan masyarakat ke dirinya terkait situasi politik di Indonesia. Menurutnya hal ini tak terlepas dari persepsi pembiaran proses usai Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan usia capres dan cawapres.

"Tapi keresahan yang disampaikan teman-teman di sini adalah keresahan bahwa ini ada pembiaran proses dari semua yang terjadi, butuh perubahan cara kerja sehingga semua misalnya ditangani dengan sungguh-sungguh. Penanganan stunting, penanganan kemiskinan, penanganan kesenjangan sosial itu benar-benar tidak dibiarkan," ucap Cak Imin.

Kala ditanyai apakah ia merasakan hal yang sama seperti Megawati. Cak Imin menyebut disadari atau tidak keputusan yang memantik konflik mestinya dapat dihindari.

Simak halaman selanjutnya

Saksikan Live DetikPagi:

Lihat juga Video: Singgung Orba, Anies Ingin Warga Tenang Karena Keadilan Bukan Rasa Takut

[Gambas:Video 20detik]



PAN Nilai Tak Masuk Akal

Partai Amanat Nasional (PAN) menilai pemerintah sekarang dilahirkan dari reformasi yang mengoreksi rezim sebelumnya.

"Pemerintahan sekarang dan ke depan adalah pemerintahan yang dilahirkan dari gerakan reformasi yang mengoreksi rezim sebelumnya," kata Waketum PAN Viva Yoga Mauladi, kepada wartawan, Selasa (28/11/2023).

Viva menyebut praktik korupsi hingga nepotisme di rezim masa lalu menjadi sejarah kelam bangsa. Dia menekankan Indonesia tidak boleh kembali ke masa itu.

"Sentralisme, otoritarianisme, praktik politik kolusi, korupsi, nepotisme, serta terpasungnya kebebasan hak politik rakyat dari rezim yang lama adalah bagian dari sejarah kelam bangsa. Dan saat ini kita tidak bisa lagi set back, kembali ke belakang," tutur dia.

Lebih lanjut, Viva menyebut demokrasi saat ini sudah berjalan dengan peningkatan yang baik. Sehingga, kata dia, berlebihan dan tidak masuk akan jika pemerintah saat ini otoriter.

TKN Nilai Sebagai Kegelisahan Megawati

Sekretaris Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, Nusron Wahid, mengatakan pernyataan itu mencerminkan kegelisahan Megawati sebagai orang tua dan partai pengusung yang sebetulnya berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi alat dan petugas partai.

"Jadi saya kira kami menghormati Ibu Mega, tapi statement yang disampaikan Ibu Mega itu adalah statement kegelisahan sebagai orang tua, kegelisahan sebagai partai pengusung, yang kebetulan sebetulnya berharap supaya Pak Jokowi itu dijadikan alat partai politik dan petugas partai politik tertentu," kata Nusron di media center TKN, Jalan Sriwijaya Raya, Jakarta Selatan, Selasa (28/11/2023).

Namun, pada kenyataannya, kata Nusron, Jokowi memilih menjadi petugas negara dan rakyat daripada petugas partai. Nusron memandang pernyataan Megawati menjadi tidak relevan.

"Tetapi Pak Jokowi lebih memilih menjadi petugas negara dan petugas rakyat daripada menjadi petugas partai politik. Sehingga dengan adanya statement ini menjadi tidak relevan kalau pada hari ini kekuasaan ini dianggap menakut-nakuti, mengancam, yang mengancam ini siapa? Yang diancam siapa?" kata Nusron.

Nusron menyebut saat ini tidak ada tanda-tanda nyata kekuasaan yang dipimpin Jokowi mengarah ke era Orba. Apalagi, kata Nusron, tidak ada pembungkaman kritik terhadap pemerintah.

"Jadi kami melihat tidak ada tanda-tanda nyata bahwa kekuasaan hari ini yang dipimpin oleh Pak Jokowi ini mengarah pada praktik Orde Baru karena syarat-syarat itu tidak ada," ujarnya.

Simak halaman selanjutnya

Partai Demokrat

Partai Demokrat (PD) memahami kekhawatiran Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri terkait pernyataan pihak yang baru berkuasa mau bertindak seperti Orde Baru (Orba). Demokrat menilai publik bertanya-tanya.

"Kekhawatiran dan kritik yang disampaikan Ibu Megawati sebagai seorang negarawan dan pencinta demokrasi merupakan ekspresi yang bisa dipahami. Tentunya Ibu Megawati memiliki pemikiran yang mendalam dan pertimbangan yang matang atas apa yang disampaikannya," kata Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani kepada wartawan, Selasa (28/11/2023).

Kamhar kemudian menyinggung soal kritikan terhadap kekuasaan. Dia lantas mengutip sejarawan dan politisi Inggris John Emerich Edward Dalberg-Acton tentang relasi antara kekuasaan dan korupsi.

"Publik tentunya menaruh harapan besar bahwa kritik yang dipresentasikan sebagai bentuk kritik atas kekuasaan yang berpotensi besar terjebak pada penyakit kekuasaan, sebagaimana disampaikan Lord Acton bahwa 'Power tends to corrupt and absolute power corrupt absolutely'. Termasuk karakter kekuasaan yang terus berusaha melanggengkan kekuasaan dengan segala cara dengan menunggangi dan merekayasa demokrasi," kata dia.

Lebih lanjut, Kamhar menyinggung soal kritikan tajam yang baru disampaikan PIDP saat ini. Menurutnya, banyak peristiwa politik yang diduga mencederai demokrasi.

"Namun publik juga menyimpan pertanyaan, kenapa kritik tajam ini baru disampaikan sekarang, padahal banyak sekali peristiwa politik yang mencederai demokrasi dan memiliki relasi yang erat dengan kepentingan pelanggengan kekuasaan dan pengabaian atas aspirasi rakyat, namun tak terdengar kritik dan koreksi atas itu," tutur dia.

(dwia/dwia)



Hide Ads