Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi buka suara atas maraknya tuduhan ada kepentingan pribadi Presiden Joko Widodo (Jokowi) di balik Peraturan Pemerintah 53 Tahun 2023 soal menteri dan kepala daerah yang maju capres-cawapres tak harus mundur. Teddy menegaskan PP 53/2023 diterbitkan Jokowi atas perintah Undang-Undang (UU) dan putusan MK.
"Lagi-lagi Jokowi difitnah, dituduh menerbitkan Peraturan Pemerintah 53 Tahun 2023 untuk tujuan pribadi, yang berisi menteri dan kepala daerah yang maju sebagai capres-cawapres tak harus mundur dari jabatan tapi harus izin dan cuti ketika kampanye," kata Teddy dalam keterangannya, Senin (27/11/2023).
Teddy menilai penerbitan PP itu karena adanya perintah UU Pemilu dan hasil putusan MK. Menurutnya, peraturan menteri harus mundur ketika maju capres-cawapres sudah dibatalkan oleh MK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya jelaskan ya sebagai bagian dari pendidikan politik, bahwa siapapun presidennya, wajib menerbitkan Peraturan Pemerintah ini, karena ini adalah perintah UU Pemilu dan hasil putusan MK. Menteri itu di UU Pemilu harusnya mundur ketika maju jadi capres dan cawapres, tapi pasal itu dibatalkan oleh MK berdasarkan gugatan dari kami, Partai Garuda," ucapnya.
"Makanya Prabowo dan Mahfud Md walau sudah resmi menjadi capres dan cawapres masih menjadi menteri aktif. Itu karena gugatan Partai Garuda," lanjut dia.
Sementara, dia menyebut aturan untuk kepala daerah berbeda dengan menteri. Menurutnya, kepala daerah berdasarkan UU Pemilu Pasal 170 ayat 1 dan pasal 171 tidak harus mengundurkan diri dan hanya perlu izin Jokowi.
"Entah karena memang bodoh atau pura-pura tidak tahu, tapi yang pasti yang mereka lakukan adalah fitnah demi membunuh karakter Jokowi. Padahal Jokowi mengeluarkan peraturan karena ada putusan MK dan perintah UU Pemilu," ujar dia.
Jokowi Terbitkan PP 53/2023
Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2023 yang mengatur cuti menteri dan kepala daerah selama kampanye Pemilu 2024. Aturan ini juga mengatur alur pengajuan cuti menteri atau kepala daerah yang maju dalam Pilpres 2024.
PP Nomor 53 Tahun 2023 ini diteken Jokowi pada 21 November 2023 sebagaimana dilihat detikcom, Jumat (24/11/2023). Beleid itu mewajibkan pejabat setingkat menteri dan kepala daerah untuk cuti selama berkampanye dalam Pemilu. Hal ini tertuang dalam Pasal 31.
Putusan MK soal Menteri Nyapres Tak Harus Mundur
Sementara itu, sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan terkait menteri yang maju capres tidak harus mundur dari jabatannya. Putusan ini disampaikan pada sidang MK tertanggal 31 Oktober 2022 silam.
"Menyatakan frase 'pejabat negara' dalam Pasal 170 ayat 1 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai Pejabat negara yang dicalonkan oleh Partai Politik Peserta Pemilu atau Gabungan Partai Politik sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya, kecuali Presiden, Wakil Presiden, Pimpinan dan anggota MPR, Pimpinan dan anggota DPR, Pimpinan dan anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota, termasuk menteri dan pejabat setingkat menteri, sepanjang menteri dan pejabat setingkat menteri, mendapatkan persetujuan dan izin cuti dari Presiden," kata Ketua MK Anwar Usman pada Senin (31/10) kemarin.
Kemudian, MK menjelaskan pertimbangan putusan tersebut. MK beralasan nyapres adalah hak konstitusional setiap warga negara.
"Dalam perspektif seseorang warga negara yang mengemban jabatan tertentu sejatinya pada diri yang bersangkutan melekat hak konstitusional sebagai warga negara untuk dipilih dan memilih sepanjang hak tersebut tidak dicabut oleh undang-undang atau putusan pengadilan," demikian pertimbangan MK yang dikutip detikcom.
"Oleh karena itu, terlepas pejabat negara menduduki jabatan dikarenakan sifat jabatannya atas dasar pemilihan ataupun atas dasar pengangkatan, seharusnya hak konstitusionalnya dalam mendapatkan kesempatan untuk dipilih maupun memilih tidak boleh dikurangi," sambungnya.
Menurut MK, membedakan syarat pengunduran diri pejabat publik/pejabat negara, baik yang diangkat maupun dipilih, tidak relevan lagi untuk diberlakukan pada konteks saat ini.
"Karena untuk mengisi jabatan-jabatan politik dimaksud memerlukan calon-calon yang berkualitas dari berbagai unsur dan potensi sumber daya manusia Indonesia," urainya.
Lihat juga Video: Mahfud soal Nilai 5 Penegakan Hukum Era Jokowi: Itu Setelah Putusan MK