Ketua Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN) Bob Hasan mendapat kabar ada agenda untuk menggagalkan Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres dari Prabowo Subianto. Dia menyebut agenda itu terselubung dan sangat jelas.
"Saya membaca ada beberapa agenda yang terselubung dan sangat jelas dan terang terlihat saling berhubungan dan berkaitan," kata Bob Hasan dalam keterangan tertulisnya, Minggu (5/11/2023).
ARUN merupakan pelapor Hakim Konstitusi Saldi Isra karena menilai dissenting opinionnya cenderung memprovokasi. ARUN juga menyoroti komentar-komentar di luar sidang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terdapat pula komentar di luar persidangan dengan pakaian hitam-hitam seraya menyatakan sedang berkabung dengan alasan pernyataannya," ujar dia.
"Dari sisi luar Mahkamah Konstitusi, para komentator yang menyatakan dirinya sebagai pakar hukum tata negara menyatakan bahwa ketidakadilan putusan MK tersebut terdapat kecenderungan nepotisme serta KKN dan putusan melanggar peraturan dan ketentuan hukum tentang Mahkamah Konstitusi," tambahnya.
Menurut Bob Hasan, gayung bersambut itu sangat terbaca sebagai agenda yang tersusun dan terencana hingga menimbulkan persepsi publik bahwa Mahkamah Konstitusi menjadi mahkamah keluarga. Dia menyakini putusan yang diperdebatkan itu tidak dapat dibatalkan.
"Saya dapat menyatakan bahwa putusan MK PUU no 90 aquo tidak dapat dibatalkan sekalipun dengan cara dan jalan yang menurut mereka bisa dan dapat dilaksanakan secara sah," ujar Bob.
Bob Hasan mengatakan putusan MK tersebut telah sah dan berlaku final juga mengikat. Akibatnya, putusan tersebut telah menjadi Peraturan KPU (PKPU) yang sah setelah disetujui oleh Komisi II DPR RI.
"Hanya cara-cara yang tidak elok atas agenda yang terhubung tersebut perlu menjadi perhatian agar jangan menjadi pemelintiran berita sehingga menjadi seolah-olah benar," tegasnya.
Dia menyebut sebagai pemohon judicial review tentang batas usia capres-cawapres itu sebagaimana diketahui berasal dari Kota Solo. Maka, kata dia, mereka melakukan pengajuan permohonan itu sesuai dengan ketentuan hukum acara di Mahkamah Konstitusi.
"Apa yang dimohonkan itu haruslah berupa gagasan, oleh karena adanya kerugian konstitusional dari pemohon dengan batu uji yakni Pancasila dan UUD 45. Sudah selayaknya sebagai pemohon yang berasal dari Solo mereka mengungkap hak tersebut sebagai contohnya yakni Wali Kota Solo yang berusia di bawah 40 tahun, namun telah berpengalaman," kata Bob.
"Sehingga tidak mungkin pemohon mengambil contoh-contoh yang jauh seperti di Sumatera Barat atau Papua sana sekalipun banyak contoh yang serupa dengan wali kota Solo," sambungnya.
Lebih lanjut, Bob menilai lucu karena seluruh tuduhan diarahkan ke Anwar Usman selaku Ketua Mahkamah Konstitusi. Padahal, kata dia, yang memutus perkara itu 9 hakim konstitusi, 5 hakim akhirnya sependapat untuk putusan usia 40 tahun atau pernah berpengalaman, sementara 4 hakim tidak sependapat.
"Lantas kemana hakim lainnya, mengapa tidak dikomentari dengan hal yang sama seperti mahkamah keluarga?" ucapnya.
Dia mengatakan tuduhan kongkalingkong tidak tepat karena pengajuan judicial review itu merupakan uji norma, bukan kasus perseorangan maupun badan hukum.
"Terkecuali jikalau terjadi nantinya sengketa pemilu antara para capres yang salah satunya Gibran, maka Pak Anwar Usman harus segera mengundurkan diri untuk menghindari dari diskualifikasi karena ada hubungan keluarga. Di sisi lainnya untuk perkara ini hanya menguji norma jadi berbeda," imbuhnya.
Simak Video 'Gerindra Nilai MKMK Tak Bisa Batalkan Putusan MK, Ini Alasannya':
(fas/gbr)