Politikus senior PDI Perjuangan, Panda Nababan, berdebat panas dengan politikus Golkar, Nusron Wahid, soal istilah petugas partai. Panda dan PDIP tak mempermasalahkan adanya istilah itu, sementara Nusron menyebut istilah itu salah.
Panda mulanya mengatakan bahwa menurut Presiden ke-1 RI Sukarno, politik adalah kumpulan kekuatan yang alatnya adalah partai politik. Di dalam partai, lanjutnya, terdapat kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda.
"Siapa yang di partai, ada petani, ada sarjana, tidak ada kelas ini. Ada pegawai bank, ada ini. Demokratis di dalam partai ini. Rapatlah mereka untuk melakukan program. Siapa yang melaksanakan? Petugas partai. Ada yang di DPR, ada di pemerintahan," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun Panda merasa banyak orang yang menghina istilah petugas partai. Dia menyebut seharusnya siapa pun, termasuk Presiden, tidak merasa terhina jika disebut sebagai petugas partai.
"Lantas petugas dihina-hina, merasa terhina sebagai presiden dibilang petugas partai. Itu sombong, tinggi hati, pamali itu. Nggak pantas ngomong begitu," katanya.
Bagi Panda, jabatan petugas partai adalah jabatan terhormat. Dia pun pernah menjadi petugas partai saat ditunjuk jadi Ketua DPD PDIP Sumatera Utara. Demikian juga dengan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, yang menjadi petugas partai sebagai Ketua Umum PDIP.
"Kalau sampai mengatakan kemudian direndahkan nilai petugas partai, padahal petugas partai itu jabatan terhormat. Megawati itu petugas partai, saya di Sumatera Utara itu petugas partai," katanya.
Nusron: Petugas Partai Bukan Pandangan Umum
Sementara itu, politikus Golkar, Nusron Wahid, menyebut istilah petugas partai bukalah istilah yang umum ada di masyarakat. Menurutnya, saat ada kader partai menjabat jabatan publik, maka dia milik semua rakyat.
"Yang Opung sampaikan itu memang tidak menjadi pemahaman umum. Kami memahami bahwa fungsi partai itu mencetak kader bangsa, salah satunya, selain melakukan pendidikan politik," katanya.
"Setelah menjadi pemimpin bangsa, itu adalah milik rakyat semua, bukan petugas partai, menurut saya," sambungnya.
Baginya, jika ada orang menjadi presiden, meski dia didukung dan kader partai politik, orang itu tak lagi menjadi petugas partai.
"Ketika dia menjadi presiden, dia tidak lagi menjadi milik PDIP, bukan petugas PDIP, tapi petugas rakyat dan bangsa Indonesia. Petugas rakyat dan bangsa Indonesia dalam rangka sejahterakan, memakmurkan rakyat Indonesia," katanya.
Panda Sebut Definisi Nusron Sesat
Panda menyampaikan pandangan Nusron adalah salah. Dia meminta Nusron tidak memisahkan istilah petugas partai dengan petugas rakyat.
"Itulah penyesatan yang kau definisikan, jadi sesat. Kau pilah-pilah, petugas partai, diklaim partai, itu jangan dicampuradukkan," katanya.
Panda menekankan petugas partai juga merupakan milik rakyat. Karena itu, menurutnya, tak tepat memisahkan rakyat dengan partai.
"Petugas itu posisi dia sebagai pelaksana daripada keputusan-keputusan partai. Ada lebih ekstrem, mereka milik rakyat, bukan partai. Seakan-akan ada dikotomi antara rakyat dengan partai, seakan-akan berbeda. Nggaklah," ucapnya.
Simak Video 'Politisi PDIP soal Gibran: Ada Manusia Indonesia Segitu Mudah Berbohong':
Selanjutnya: Nusron sebut soal partai rigid.
Nusron Sebut Partai Terbuka dan Tertutup
Nurson lalu menyampaikan soal partai terbuka dan partai tertutup. Menurutnya, istilah petugas partai ada pada partai tertutup yang kaku.
"Partai modern itu partai terbuka dan inklusif, bukan partai sangat terutup dan rigid, seperti yang Opung sampaikan," katanya.
"Kalau cara berpikir seperti itu (Panda), hanya ada dalam wacana partai tertutup," imbuh Nusron.
Nusron pun mengaku kagum pada Jokowi, yang dia anggap tak menjadi petugas partai dan memilih mementingkan kepentingan rakyat Indonesia.
"Saya hormati pilihan-pilihan Pak Jokowi ketika Pak Jokowi lebih mementingkan kepentingan bangsa Indonesia, lebih mementingkan kepentingan rakyat Indonesia, daripada sekadar seorang presiden dijuluki petugas partai," ucap Nusron.
"Kalau petugas partai, dia harus tunduk pada ketua umum partai politik," imbuh dia.
Panda lantas memotong omongan Nusron. Dia juga menyebut Megawati pun milik rakyat.
"Emang Megawati bukan milik rakyat? Milik apa? Nggak sesempit yang kau pikirkan itu. Nggak tahu kalau di Golkar, di PDI nggak ada yang begitu,"kata Panda.
(aik/mae)