Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menerangkan perjalanan partainya bertransformasi dari oposisi di era Orde Baru hingga menjadi partai penguasa saat ini. Dia menerangkan hal tersebut di depan delegasi Council of Asian Liberal and Democrats (CALD Party).
Acara bertajuk workshop 'Dari Oposisi Menjadi Partai Penguasa: Praktik Terbaik Pengurusan Partai' tersebut digelar di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Sabtu (28/10/2023). Mulanya, Hasto menyampaikan bahwa di sekolah partai tersebut, pendidikan dan pelatihan kader partai dirancang secara sistematis dan sederhana.
"Seluruh peserta tidur dalam satu asrama besar, dengan tempat duduk berjenjang, untuk membangun solidaritas, persatuan, dan semangat persaudaraan," kata Hasto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pembentukan kader diberikan secara sistematik. Kemudian para kader diberikan nilai-nilai tentang Pancasila dan ideologi partai.
"Platform partai, kepemimpinan politik strategis, manajemen organisasi, pemasaran politik, komunikasi politik, dan juga strategi pemenangan Pemilu," tuturnya.
Hasto menyebut sebelum pelatihan dimulai, seluruh kader mengikut psikotes online untuk melihat seluruh aspek kepribadian, kepemimpinan, daya juang, dan kemampuan manajerial. Dia turut bercerita perjalanan PDIP dalam melakukan transformasi yang dilakukan sejak 2000.
Pada 2002, pelatihan nasional diselenggarakan untuk pertama kalinya, setelah hampir 32 tahun berada di bawah pemerintahan Orde Baru yang represif. PDIP sebelum itu tidak mampu menyelenggarakan pelatihan tersebut.
"Pada 2005 kami mengisi struktur tersebut dengan kader-kader dari pelatihan sejak 2002," ungkapnya.
Kemudian pada tahun 2010, posisi politik PDIP dirumuskan sebagai partai ideologi berdasarkan Pancasila yang mengambil jalur nasional dan rakyat. Di tahun yang sama, seluruh platform partai berhasil dirumuskan, mulai dari visi dan misi dan agenda strategis partai disusun berdasarkan ajaran Trisakti Bung Karno.
"Prinsip Trisakti ini menggambarkan tekad untuk mewujudkan Indonesia yang berdaulat di bidang politik, berdiri sendiri, berswasembada di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan," jelasnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Lalu pada kongres partai keempat di 2015, dirumuskan platform partai untuk meletakkan landasan Trisakti Soekarno. Jelang kongres tersebut, PDIP mengubah mekanisme penetapan ketua, sekretaris, dan bendahara partai di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dari pemilihan langsung, menjadi pemilihan berdasarkan sistem merit.
"Pada periode 2014-2019, PDI Perjuangan menduduki pemerintahan setelah pada dua periode sebelumnya mengambil sikap menjadi oposisi di pemerintahan," ucapnya.
Melalui Pemilu langsung, PDIP melihat adanya praktik politik uang dalam pemilihan pimpinan Partai. Menurutnya, dampak praktik itu sangat merugikan Partai. Apalagi, perubahan mendasar dilakukan pada sistem merit. Caranya, dengan mengajukan calon dari tingkat paling bawah dalam struktur partai.
"Misalnya saja ada 20 calon yang diajukan di setiap provinsi dan kabupaten/kota. Partai memberikan tes tertulis terkait ideologi, platform partai, dan program strategis partai. Pada saat yang sama juga dilakukan psikotes yang kami lakukan bekerjasama dengan Ikatan Ahli Psikologi Indonesia, termasuk wawancara mendalam melalui studi kasus," kata dia.
"Dari 20 orang tersebut, dipilih lima kandidat terbaik. Kemudian melalui Rapat Paripurna DPP (Dewan Pimpinan Pusat) dipilih tiga calon terbaik dan dikembalikan ke daerah untuk dipilih. Dengan beranggotakan tiga orang terbaik ini, diadakan musyawarah regional untuk provinsi, dan musyawarah cabang untuk kabupaten/kota," sambung Hasto.
Dengan menerapkan instrumen sistem merit dan musyawarah tersebut, dia menyakini bahwa politik uang praktis bisa diberantas. Hal itu bisa dilihat bagaimana partai semakin solid dan pemilihan pimpinan saat itu hanya memerlukan biaya psikotes sebesar Rp 1,4 juta (di 2014) dan 2019 ketika sistem diterapkan kembali hanya Rp 606 ribu karena dilakukan secara online.
Dampak lainnya, partai bergerak solid dan cepat membangun kantor partai secara gotong-royong. Hasilnya, 127 kantor partai baru mampu dibangun dalam dua tahun terakhir.
"Jadi bahwa, saat ini PDI Perjuangan mempunyai dua sekolah partai, beserta 146 kantor. Semuanya milik atas nama partai dan tidak bisa dijual. Demi menjaga aset partai, PDI Perjuangan membangun sistem yang kemudian ditetapkan standarisasi melalui mutu ISO manajemen dan manajemen aset ISO," jelasnya.
(rdh/aud)