KPU Sebut Menteri Maju Pilpres Tak Perlu Mundur, Cukup Surat Izin Presiden

KPU Sebut Menteri Maju Pilpres Tak Perlu Mundur, Cukup Surat Izin Presiden

Mulia Budi - detikNews
Rabu, 18 Okt 2023 15:24 WIB
Ketua KPU, Hasyim
Foto: Ketua KPU, Hasyim (Mulia Budi/detik)
Jakarta -

Menko Polhukam Mahfud Md resmi menjadi cawapres untuk mendampingi Ganjar Pranowo di Pilpres 2024. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari mengatakan menteri tak harus mengundurkan diri saat mencalonkan diri di Pilpres 2024 melainkan cukup dengan mengajukan surat izin ke Presiden.

"Semula di UU Pemilu menteri atau pejabat setingkat menteri kalau mau mencalonkan atau dicalonkan sebagai presiden dan wakil presiden harus mengundurkan diri. Lalu kan ada gugatan Mahkamah Konstitusi (MK) yang kemudian dari situ diubah menjadi cukup mengajukan surat izin. Nah Surat izinnya kepada Presiden, sebagaimana kepala daerah. Maka kemudian kalau di daftarkan itu harus sudah ada surat izin dari Presiden," kata Hasyim kepada wartawan di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (18/10/2023).

Hasyim mengatakan surat izin dari Presiden itu dapat bersifat menyusul. Namun, dia mengatakan saat pendaftaran ke KPU harus sudah dilampirkan surat permohonan izin dari Presiden yang dilakukan menteri yang mencalonkan diri di Pilpres tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sekiranya belum ada surat izinnya, setidaknya sudah ada surat pengajuan permohonan izin kepada presiden," kata Hasyim.

"Ketika proses mendaftar setidaknya untuk mengajukan iktikad baik bahwa yang bersangkutan mengajukan izin. Misalnya kepala daerah mengajukan izin kepada Presiden, menteri mengajukan izin kepada presiden. Yang penting sudah ada surat pengajuan permohonan izin pada presiden menjadi bagian dari dokumen yang disampaikan kepada KPU," tambahnya.

ADVERTISEMENT

Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud Md resmi jadi cawapres untuk mendampingi Ganjar Pranowo di Pilpres 2024. Dalam pidatonya usai resmi jadi cawapres, Mahfud mengutip surat Al-Maidah ayat 48. Mahfud mengutip ayat itu saat membahas soal perbedaan di Indonesia.

Awalnya dia bicara soal demokrasi, yaitu sistem yang dianut Indonesia. Demokrasi yang diartikan seluruh kedaulatan berada di tangan rakyat.

"Dalam pembangunan politik, negara kita menganut demokrasi, di mana kekuasaan berada di tangan rakyat. Dalam implementasinya, demokrasi membutuhkan nomokrasi. Demokrasi adalah kedaulatan rakyat, sedangkan nomokrasi adalah kedaulatan hukum. Demokrasi tanpa nomokrasi akan anarkis, nomokrasi tanpa demokrasi akan sewenang-wenang, sehingga keduanya harus berjalan seiring," kata Mahfud dalam pidatonya di Kantor DPP PDIP, Jl Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (18/10/2023).

Mahfud lalu bicara soal perbedaan setiap insan manusia, terutama yang tergambar dalam kehidupan berbangsa di Indonesia. Di situ lah dia lalu mengutip surat Al-Maidah ayat 48.

"Demokrasi menghargai perbedaan dan perbedaaan itu adalah fitrah. Perbedaan di antara manusia, baik ras dan suku maupun agama, karena diciptakan dan dikehendaki oleh Tuhan sendiri. Walau syaa-allah laja'alakum ummatan wahidah walakin liyabluwakum fima atakum, fastabiqul khoirat," ucapnya.

Mahfud menilai kehidupan yang beragam membutuhkan toleransi dan akseptasi. Dia bicara perlunya semua anak bangsa bergabung dan bekerja sama untuk menemukan 'kalimatun sawa' atau kesamaan dalam keyakinan.

"Indonesia yang beragam membutuhkan toleransi dan akseptasi. Akseptasi, maknanya semua anak bangsa bisa bergabung dan bekerja sama dengan tetap dalam keyakinannya masing-masing. Kita semua ketemu dalam prinsip Kalimatun Sawa' yaitu memperjuangkan sesuatu yang sama keadilan, perlindungan pada yang lemah, wong cilik," ucapnya.

(dek/dek)



Hide Ads