Uji materi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait batas usia capres-cawapres yang diajukan mahasiswa Unsa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Almas dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK). Peluang Gibran Rakabuming Raka maju di Pilpres 2024 terbuka lebar.
Enam hakim konstitusi mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan penggugat. Mahkamah Konstitusi menyatakan batas usia capres-cawapres tetap 40 tahun, kecuali sudah berpengalaman sebagai kepala daerah.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (15/10).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bila permohonan sebelumnya seperti Partai Garuda berbeda dengan permohonan yang diajukan mahasiswa Unsa ini. Perbedaannya ada pada norma pasal yang dimohonkan.
"Terhadap petitum permohonan dalam perkara-perkara dimaksud dapat dikatakan mengandung makna yang bersifat 'ambiguitas' dikarenakan sifat jabatan sebagai penyelenggara negara tata cara perolehannya dapat dilakukan dengan cara diangkat/ditunjuk maupun dipilih dalam pemilihan umum. Hal ini berbeda dengan yang secara tegas dimohonkan dalam petitum permohonan a quo di mana pemohon memohon ketentuan norma Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 dimaknai 'Berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota'," kata hakim MK.
"Dalam rangka mewujudkan partisipasi dari calon-calon yang berkualitas dan berpengalaman, Mahkamah menilai bahwa pejabat negara yang berpengalaman sebagai anggota DPR, anggota DPR, anggota DPRD, gubernur, bupati, dan wali kota sesungguhnya layak untuk berpartisipasi dalam kontestasi pimpinan nasional in casu sebagai calon presiden dan calon wakil presiden dalam pemilu meskipun berusia di bawah 40 tahun," imbuhnya.
Sedangkan dalam amar putusannya, MK menyatakan sebagai berikut:
Mengadili
1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian
2. Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) yang menyatakan "berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun" bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai "berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah". Sehingga Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi "berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah"
3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
Sebagaimana diketahui, permohonan uji materi terhadap Pasal 169 c UU Pemilu ini diajukan oleh sejumlah pihak. Mereka di antaranya Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda, dan juga sejumlah kepala daerah.
Permohonan ini teregistrasi dalam perkara nomor 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, 55/PUU-XXI/2023, 90/PUU-XXI/2023, 91/PUU-XXI/2023, 92/PUU-XXI/2023, dan 105/PUU-XXI/2023. Tiga gugatan di atas sudah diputus dan ditolak.
Sedangkan gugatan dari mahasiswa Unsa ini dinilai berbeda oleh MK meskipun berkaitan juga dengan Pasal 169 huruf q UU Nomor 17 Tahun 2017.
![]() |
Respons Jokowi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) buka suara soal ramainya kabar putusan MK tersebut dikaitkan dengan peluang putra sulungnya, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka jadi cawapres. Apa kata Jokowi?
Hal itu diungkapkan Jokowi dalam keterangan persnya, di akun YouTube Sekretariat Presiden, Senin (16/10). Jokowi menjawab apakah Gibran akan menjadi cawapres.
"Pasangan capres dan cawapres itu ditentukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Jadi, silakan tanyakan saja kepada partai politik," kata Jokowi.
Jokowi menegaskan dirinya tidak mencampuri urusan penentuan capres-cawapres oleh partai politik. Dia menekankan hal itu murni urusan parpol.
"Itu wilayah parpol dan saya tegaskan bahwa saya tidak mencampuri urusan penentuan capres atau cawapres," ucapnya.
Kata Ahli Tata Negara soal Peluang Gibran
Pengajar dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, menilai usai adanya putusan MK tersebut, maka Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka sudah dapat maju di Pilpres 2024 asalkan ada parpol koalisi yang mengusung.
"Ya bisa (maju pilpres), tergantung koalisi," ujar Bivitri kepada wartawan, Senin (16/10).
Bivitri mengatakan putusan MK tersebut dapat langsung berlaku untuk Pilpres 2024. Sebagai kepala daerah, Gibran memenuhi syarat, namun memerlukan dukungan partai politik.
"Ya tadi sudah jelas disebut dalam putusan, ini langsung berlaku untuk 2024," ujarnya.
Senada dengan Bivitri, pakar hukum tata negara Muhammad Rullyandi juga mengatakan Gibran sudah memenuhi syarat untuk maju Pilpres 2024, selama diusung parpol. Gibran bisa maju Pilpres 2024 walaupun berusia di bawah 40 tahun, karena sekarang sedang menjabat kepala daerah.
Lebih jauh, Rullyandi menolak pandangan bahwa putusan MK bisa melanggengkan politik dinasti. Rullyandi menilai putusan MK sudah sesuai dasar-dasar konstitusional.
"MK adalah lembaga kekuasaan kehakiman yg merdeka dalam arti tidak dapat di intervensi atau dipengaruhi oleh kekuasaan manapun. Karena itu tidak tepat jika putusan MK ini diklaim sebagai bagian dari politik dinasti. MK telah menjalankan kewenangannya dalam memutus perkara mengedepankan sikap kenegarawanan yang memperhatikan dasar-dasar konstitusional untuk menyelesaikan masalah bangsa dalam bentuk konstitusionalitas yang dituangkan melalui kebijakan hukum termasuk soal syarat menjadi calon presiden dan wakil presiden," ulas Rullyandi.
Simak selengkapnya di halaman berikut
Lihat Video: Saat Gibran Jadi Acuan Pemohon di Putusan MK soal Usia Capres-Cawapres